Bocor, Balon Raksasa Milik NASA Jatuh di Pasifik
- Sebuah balon raksasa milik badan antariksa Amerika NASA mengalami kebocoran tak lama setelah lepas landas, sehingga jatuh ke Samudra Pasifik dekat Selandia Baru.
Tekno
WASHINGTON-Sebuah balon raksasa milik badan antariksa Amerika NASA mengalami kebocoran tak lama setelah lepas landas, sehingga jatuh ke Samudra Pasifik dekat Selandia Baru. Meskipun ada upaya untuk mengatasi kebocoran dengan melepaskan beban, balon tersebut tidak dapat bertahan di udara.
NASA dalam pengumumannya Jumat 19 Mei 2023 mengatakan, balon penelitian tersebut dikenal sebagai super pressure balloon (SPB) yang membawa dua ton Extreme Universe Space Observatory 2 (EUSO-2).
Balon diluncurkan dari Bandara Wānaka, Selandia Baru, dan terbang selama 1 hari, 12 jam, dan 53 menit sebelum berakhir. Ini adalah peluncuran terakhir kampanye balon Selandia Baru 2023 NASA.
Selama penerbangan, SPB mengalami kebocoran dan upaya dilakukan untuk mempertahankan ketinggiannya dengan menjatuhkan pemberat. Namun, diputuskan untuk menghentikan penerbangan di atas Samudra Pasifik demi alasan keamanan. NASA akan menyelidiki penyebab masalah tersebut untuk meningkatkan teknologi balon bertekanan super.
- Investasi EBT Masih Jauh Dari Target, Nilainya Baru Rp2,9 Triliun pada Kuartal I-2023
- IFF: Utang Global Tembus Rp4.531 Kuadriliun di Kuartal I-2023
- Loket.com Cetak Rekor Akses Saat 1,5 Juta Orang War Tiket Coldplay
Debbie Fairbrother, Kepala Program Balon Ilmiah NASA, mengungkapkan kekecewaannya atas berakhirnya misi tersebut. NASA telah melakukan analisis lingkungan menyeluruh untuk pendaratan di laut terbuka sejak 2015 untuk meminimalkan dampak terhadap spesies laut.
Mengambil muatan menimbulkan tugas yang menantang karena balon yang jatuh telah tenggelam ke kedalaman laut dengan cepat. Futurism melaporkan untuk meminimalkan kerusakan pada kehidupan laut, NASA merancang balon untuk memanfaatkan muatannya yang berat yang menyeretnya ke bawah dengan cepat.
Balon tekanan super secara khusus direkayasa untuk membawa beban besar dengan mempertahankan tekanan internal positif. Ini memungkinkan stabilitas di ketinggian tanpa perlu menjatuhkan pemberat. Teknik ini membedakannya dari balon ilmiah konvensional yang mengandalkan arus udara dan penyesuaian pemberat untuk tetap berada di ketinggian yang diinginkan.
Balon yang baru saja jatuh adalah yang kedua dari jenisnya yang diluncurkan oleh NASA. Sebaliknya, badan antariksa Amerika mengatakan bahwa balon pertama diluncurkan pada 16 April dan berfungsi sebagaimana mestinya. Balin telah menyelesaikan tiga revolusi mengelilingi belahan bumi selatan pada ketinggian kurang lebih 108.000 kaki.
Namun, karena balon baru-baru ini dimaksudkan untuk memvalidasi kelayakan balon bertekanan super, NASA menyadari perlunya penyempurnaan lebih lanjut sebelum menggunakan teknologi yang lebih andal.
Program Balon Ilmiah NASA melibatkan peluncuran balon helium tak berawak besar sebagai cara hemat biaya untuk menyebarkan muatan guna eksplorasi ruang angkasa. Program ini telah memfasilitasi kemajuan signifikan di berbagai bidang ilmiah, termasuk astronomi, sinar kosmik, dan studi atmosfer.
Tonggak penting dalam balon ilmiah dicapai pada 7 Januari 2009, ketika tiga penerbangan sub-orbital berdurasi panjang berhasil diluncurkan dan dioperasikan di Antartika.