Di Asia, Milenial Paling Optimistis terhadap Kondisi Keuangan di Masa Depan
- Ini tercermin dalam sebuah laporan yang diterbitkan oleh perusahaan layanan keuangan Sun Life Asia yang merilis laporan "Financial Resilience Index" yang isinya menguak optimisme masyarakat terkait dengan ketahanan keuangan di masa depan.
Dunia
JAKARTA - Ketangguhan finansial di antara generasi milenial di kawasan Asia menonjol sebagai yang paling kokoh dibandingkan dengan kelompok generasi lainnya.
Ini tercermin dalam sebuah laporan yang diterbitkan oleh perusahaan layanan keuangan Sun Life Asia yang merilis laporan "Financial Resilience Index" yang isinya menguak optimisme masyarakat terkait dengan ketahanan keuangan di masa depan.
Menurut laporan tersebut, sebanyak 75% dari responden milenial mengungkapkan optimisme mereka terhadap masa depan keuangan.
Ini menandakan tingkat keyakinan yang tinggi dalam kemampuan mereka untuk mengelola keuangan secara efektif. Di urutan kedua, generasi X juga menunjukkan tingkat optimisme yang tinggi, dengan 73% dari mereka merasa positif terhadap masa depan finansial mereka.
- Sebelumnya Minus Rp3,1 Triliun, GoTo Mencetak EBITDA Positif Rp77 miliar pada Akhir 2023
- Emiten Kendaraan Listrik VKTR Gandeng Pertamina Power Pacu Bisnis EV, Cek Rekomendasi Sahamnya
- Erick Thohir Angkat Nawal Nely Jadi Komisaris PLN, Ini Profilnya
Sementara itu, baik generasi Z maupun generasi baby boomers memiliki tingkat optimisme yang sedikit lebih rendah, masing-masing mencapai 69%.
Milenial tidak hanya optimis tetapi juga memiliki keyakinan yang kuat dalam mencapai tujuan keuangan jangka panjang. Sebanyak 70% dari mereka percaya bahwa mereka mampu mencapai tujuan tersebut.
Mereka juga cenderung lebih aktif dalam menggunakan berbagai alat keuangan dengan 46% dari mereka mengaku menggunakan lebih banyak alat keuangan dibandingkan generasi yang lebih muda.
Selain itu, sebagian besar keputusan keuangan mereka didasarkan pada penelitian, yang mencerminkan sikap yang bertanggung jawab dan cermat terhadap pengelolaan keuangan.
Meskipun tingkat keyakinan yang tinggi, laporan ini juga menyoroti adanya kesenjangan antara keyakinan individu terhadap keuangan mereka dengan kesiapan mereka dalam jangka panjang, terutama terkait dengan persiapan pensiun.
Hanya 40% dari responden yang telah memiliki program pensiun yang berjalan lebih dari satu tahun. Bahkan, sejumlah kecil responden tidak memiliki program pensiun sama sekali, yang menunjukkan masih ada tantangan yang perlu diatasi dalam hal persiapan keuangan jangka panjang.
Survei yang dilakukan untuk laporan ini melibatkan 8.000 responden dari delapan negara di Asia, termasuk China, Hong Kong, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam.
Survei ini dilakukan pada bulan Oktober 2023, dan hasilnya memberikan gambaran yang komprehensif tentang pandangan dan perilaku keuangan dari berbagai generasi di wilayah Asia.
Krisis Literasi Keuangan Masih Menjadi Masalah
Hasil survei terbaru dari Milieu Insight, sebuah perusahaan riset dan analisis di Asia Tenggara, telah mengungkapkan pola perilaku dan sikap keuangan yang menarik dari masyarakat di wilayah tersebut.
Dalam enam studi pasar yang komprehensif dan melibatkan 3.000 responden dari Singapura, Malaysia, Indonesia, Vietnam, Thailand, dan Filipina, temuan ini menyoroti berbagai aspek, mulai dari kebiasaan menabung, kepemilikan kartu kredit, hingga kebiasaan pembayaran.
Keamanan finansial dan persiapan untuk masa pensiun yang memadai menduduki posisi penting dalam prioritas hidup masyarakat Asia Tenggara, menempati peringkat kedua setelah kesehatan yang baik.
Hal ini menandakan kesadaran akan pentingnya stabilitas finansial di tengah-tengah kehidupan yang dinamis di wilayah ini.
- Tersengat Data Penjualan Mobil, Saham Astra (ASII) Terpantau Menguat
- IHSG Sesi I Nyaris Terjun 1 Persen, Saham PGAS Hingga SRTG Top Gainers LQ45
- Segera Daftar, Mudik Gratis ASABRI 2024 Dibuka Sampai 16 Maret
Hasil survei mengungkapkan tren yang mengkhawatirkan di mana lebih dari 4 dari 10 masyarakat Asia Tenggara hanya menabung hingga 10% dari pendapatan mereka, yang menunjukkan adanya kebutuhan mendesak akan inisiatif literasi dan perencanaan keuangan yang lebih baik.
Hal ini menekankan perlunya pemberdayaan individu dengan pengetahuan dan alat yang tepat yang diperlukan bagi mereka untuk membangun kebiasaan finansial yang baik.
Menurut studi yang sama, diperoleh proyeksi bahwa masyarakat Asia Tenggara berpotensi kehilangan akumulasi kekayaan, meskipun sekitar separuh penduduknya memiliki dan menggunakan kartu kredit.
Terdapat kesenjangan yang signifikan antara negara, dengan Indonesia sebagai negara dengan tingkat kepemilikan kartu kredit terendah dan Singapura sebagai negara dengan tingkat kepemilikan tertinggi.
Namun demikian, 68% pemegang kartu kredit di Asia Tenggara hampir selalu membayar tagihannya secara penuh, hal ini menunjukkan pengelolaan keuangan yang bertanggung jawab di antara sebagian besar pengguna.
Di sisi lain, 54% responden tidak secara aktif berinvestasi sehingga berpotensi kehilangan akumulasi kekayaan dan peluang pertumbuhan keuangan.
Tren ini mungkin dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti rendahnya literasi keuangan, terbatasnya akses terhadap peluang investasi, dan preferensi untuk menabung dibandingkan berinvestasi.
Namun, survei juga mengungkapkan minat yang kuat untuk berinvestasi di kalangan masyarakat Asia Tenggara. Sekitar 46% responden secara aktif mengalokasikan sebagian dari pendapatan mereka untuk investasi, dengan mayoritas menginvestasikan hingga 20% dari pendapatan mereka.