Asuransi Mobil
IKNB

Penerapan Asuransi Wajib (Bagian 2): Pentingnya Persyaratan Modal Minimum bagi Pelaku Industri

  • Pelaku industri dalam hal ini berkeinginan untuk terlibat karena program tersebut diharapkan dapat membantu juga untuk memberikan literasi kepada masyarakat akan pentingnya asuransi.

IKNB

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Direktur PT Asuransi Sinar Mas Dumasi M. M. Samosir menyampaikan pentingnya persyaratan modal minimum bagi pelaku industri untuk terlibat dalam penerapan asuransi third party liabilities (TPL) wajib untuk kendaraan bermotor. 

Pasalnya, asuransi TPL wajib ini sendiri dikerahkan untuk membantu masyarakat, bukan untuk mencari keuntungan. Dumasi menegaskan pula bahwa penerapan asuransi wajib ini bukan didorong oleh industri dalam rangka mendulang premi. 

“Ini sebenarnya bagian dari tanggung jawabnya perusahaan asuransi untuk menyediakan asuransi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Ini bukan untuk kita karena preminya pun kecil,” kata Dumasi dalam acara media gathering di Jakarta, Selasa, 23 Juli 2024. 

Untuk diketahui, premi untuk asuransi TPL ini kisarannya berada di angka 1% dari nilai pertanggungan keseluruhan dan dibayarkan setahun sekali. Oleh karena itu, nilainya pun dikatakan Dumasi tidak terlalu besar untuk industri. 

Berhubung nilainya kecil, ditambah lagi asuransi wajib ini diimplementasikan bukan untuk berorientasi kepada laba, maka pelaku industri yang dilibatkan di dalamnya harus memiliki ketahanan modal yang cukup kuat. 

Penerapan asuransi wajib ini nantinya akan menggunakan skema konsorsium, yang mana konsorsium tersebut nantinya akan diisi oleh para pemain dari industri asuransi yang berkapasitas untuk memberikan proteksi melalui asuransi TPL. 

Menurut Dumasi, sangat penting untuk mengatur persyaratan modal minimum bagi pelaku usaha asuransi untuk bisa masuk ke dalam konsorsium, sama halnya dengan ketentuan dari OJK soal persyaratan modal minimum bagi pelaku asuransi untuk meluncurkan produk asuransi kredit dan produk yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI). 

“Jadi setidaknya bisa dibatasi dengan melihat modal dan risk based capital (RBC), dan itu wajib. Jangan sampai RBC-nya ternyata di bawah 120%. Ditambah lagi, asuransi wajib ini kan nirlaba, maka perusahaan yang ikut pun harus sehat,” kata Dumasi. 

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan pun menyampaikan bahwa asuransi wajib ini tidak menghasilkan keuntungan bagi industri asuransi. 

“Asuransi wajib ini sifatnya nirlaba,” kata Budi dalam acara diskusi bersama media di Jakarta, Senin, 22 Juli 2024. 

Budi menegaskan bahwa produk asuransi wajib ini tidak dibuat dalam rangka membebani masyarakat, tapi justru membantu untuk memitigasi risiko bagi para pengguna kendaraan bermotor. 

Untuk besaran preminya sendiri, saat ini pihak industri masih menunggu Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur secara jelas mengenai penerapan asuransi TPL wajib bagi kendaraan bermotor. 

Industri pun dikatakan Budi akan berhati-hati dalam menetapkan tarif premi untuk asuransi wajib ini karena pihaknya pun memahami bahwa ekonomi dunia dan domestik sedang tidak baik-baik saja.

Jika Tidak Mencari Laba, Lantas untuk Apa?

Dumasi menyampaikan, kesukarelaan dari pelaku industri untuk masuk ke dalam program asuransi wajib ini tidak didasari oleh orientasi kepada laba. 

Pelaku industri dalam hal ini berkeinginan untuk terlibat karena program tersebut diharapkan dapat membantu juga untuk memberikan literasi kepada masyarakat akan pentingnya asuransi.

Dengan adanya kewajiban untuk mendaftarkan asuransi bagi kendaraan bermotor, masyarakat yang sudah merasakan keuntungan dari proteksi asuransi TPL nantinya bisa lebih memahami betapa pentingnya asuransi untuk memitigasi risiko dalam kehidupan sehari-hari. 

Dengan kata lain, asuransi wajib ini memang memberikan keuntungan kepada industri, namun bukan dalam bentuk premi melainkan dari segi edukasi yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan penetrasi asuransi di Indonesia yang masih terbilang rendah. 

“Ini adalah bagian di mana kita dapat mengedukasi masyarakat bahwa kita semua membutuhkan proteksi asuransi, apalagi sekarang penetrasi kita di asuransi kan sangat rendah ya. Masih sangat rendah,” kata Dumasi. 

Asuransi Wajib Solusi untuk Orang yang Tidak Mampu

Dumasi mengatakan bahwa asuransi TPL merupakan produk yang sangat penting dalam memproteksi pengguna kendaraan bermotor yang terpapar oleh risiko kecelakaan saat sedang dalam perjalanan. 

Ia menyebutkan bahwa penerapan asuransi wajib yang akan diimplementasikan pada tahun 2025 ini merupakan suatu langkah yang positif karena dapat membantu memproteksi masyarakat, khususnya yang tergolong tidak mampu. 

Akan tetapi, penerapan asuransi wajib ini memperoleh penolakan dari sejumlah golongan, termasuk buruh. Untuk kewajiban iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) saja masyarakat sudah banyak yang menolak, dan ditambah lagi dengan adanya beban asuransi wajib yang harus ditanggung oleh pemilik kendaraan bermotor. 

“Sebenarnya, kita harus bisa menjelaskan kepada masyarakat luas, ini tugasnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentunya, ya, dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) memberi literasi kepada seluruh masyarakat bahwa sebenarnya ini untuk kepentingan siapa? Kepentingan untuk orang yang tidak mampu,” ujar Dumasi.

Dumasi pun memberikan contoh, ketika misalnya terjadi peristiwa supir mobil menabrak pengendara sepeda motor, dan mereka berdua adalah pihak yang kurang mampu karena supir tersebut bukan pemilik dari mobil yang ia kendarai. 

“Bayangkan sepeda motornya rusak, sama-sama tidak mampu, dan sepeda motornya itu masih berstatus cicilan, tapi tidak bisa di-cover karena tidak ada asuransi. Maka dari itu, coverage dari asuransi TPL ini sangat bagus dan bisa menolong orang yang membutuhkan,” tutur Dumasi.