Sri Mulyani Sebut Pertamina Bakal Rugi Rp190 Triliun dan PLN Boncos Rp71 Triliun, Ini Alasannya
- Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor energi, yakni PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN (Persero) akan mengalami kerugian yang besar tahun ini. Kerugian ini akan terjadi apabila tidak ada penambahan penerimaan kas dari pemerintah.
Nasional
JAKARTA - Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor energi, yakni PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN (Persero) akan mengalami kerugian yang besar tahun ini. Kerugian ini akan terjadi apabila tidak ada penambahan penerimaan kas dari pemerintah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut proyeksi defisit Pertamina pada Desember 2022 akan mencapai US$ 12,98 miliar atau setara Rp190,3 triliun, sedangkan untuk PLN akan mencapai Rp 71,1 triliun.
Proyeksi kerugian besar ini disebabkan oleh melambungnya harga minyak dan batu bara ditingkat global. Pertamina harus menanggung perbedaan antara Harga Jual Eceran (HJE) dengan Harga Keekonomian yang saat ini meningkat tajam sejalan dengan Indonesia Crude Price (ICP) yang bertengger di atas US$ 100 per barel. Sedangkan, PLN harus menanggung selisih antara Harga Keekonomian Listrik dengan Harga Tarif Listrik.
“Arus kas operasional Pertamina semenjak Januari constanly negatif, karena Pertamina harus menanggung perbedaan antara Harga dan Harga Jual Eceran (HJE) dikalikan jumlah volume. Ini yang menyebabkan kondisi keuangan Pertamina menurun,” ujar Sri Mulyani saat rapat dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI melalui virtual, dikutip Jumat, 20 Mei 2022.
- Wika Beton (WTON) Produksi 14 Ribu Slab Track untuk Kereta Cepat Jakarta-Bandung
- Per Maret 2022, Outstanding Pinjaman Fintech Lending ke UMKM Capai Rp13,2 Triliun
- Asuransi TUGU Bagi-Bagi Dividen Rp126,6 Miliar dari Laba 2021
Dengan asumsi ICP sebesar US$ 100 per barel atau setara Rp1,5 juta rupiah per barel. Harga Keekonomian minyak tanah menjadi Rp10.198 per liter, sedangkan Harga Jual Eceran (HJE) saat ini Rp2.500, Harga Keekonomian Solar Rp12.119 per liter, sedangkan Harga Jual Eceran (HJE) saat ini Rp5.150, Harga Keekonomian Pertalite Rp12.556 per liter, sedangkan Harga Jual Eceran (HJE) Rp7.650.
“Harga keekonomian sudah jauh di atas harga asumsi yang digunakan untuk mengalokasikan subsidi untuk minyak tanah, solar dan pertalite,” ujar Sri Mulyani.
Sedangkan, Harga Keekonomian Listrik juga di atas Harga Tarif Listrik. Harga keekonomian Rumah Tangga (RT) 900 Volt Ampere (VA) sebesar Rp1.533 per Kilo Watt (Kwh) sedangkan Tarif Listrik sebesar 1.352 per Kwh. Harga keekonomian RT 3300- 6600 VA sebesar Rp1.533 per Kwh sedangkan Tarif Listrik Rp1.444 per Kwh.
Kemudian, Harga keekonomian B3 dan L3 > 200 Kilo Volt Ampere (kVA) sebesar Rp1.365 per Kwh sedangkan Tarif Listrik Rp1.114,7 per Kwh. Harga keekonomian 30.000 Kva keatas sebesar Rp1.289 per Kwh sedangkan Tarif Listrik 997 per Kwh. Harga keekonomian P2 > 200 kVA sebesar Rp1.366 per Kwh sedangkan Tarif Listrik sebesar 1.115 per Kwh.
Dengan itu, subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan LPG yang awalnya diproyeksikan berdasarkan asumsi ICP US$ 63 per barel yakni sebesar Rp77,5 triliun, dengan asumsi ICP saat ini sebesar US$ 100 per barel, subsidi akan bertambah sebesar Rp74,9 triliun sehingga menjadi Rp208,9 triliun.
Sementara itu, subsidi listrik yang awalnya dengan asumsi ICP US$ 36 per barel diproyeksi sebesar Rp56,5 triliun akan membengkak sebesar Rp3,1 triliun menjadi Rp59,6 triliun.
- Jalur Pansela Terus Tersambung, Arah Jladri - Tambakmulyo Selesai Dibangun
- Aset Kripto Terra (LUNA) Anjlok hingga di Bawah Rp1, Ketua Aspakrindo: Hati-Hati
- Indodax Hapus Aset Kripto Terra (LUNA), Bagaimana Nasib Saldo Pengguna?
Senada dengan itu, kompensasi BBM dan listrik juga akan membengkak besar. BBM jenis solar yang kompensasinya diproyeksikan sebesar Rp18,5 triliun akan membengkak sebesar Rp80,0 triliun menjadi Rp98,5 triliun.
Pertalite yang diproyeksikan tidak ada kompensasi, pada akhirnya akan diproyeksikan kompensasi sebesar Rp114,7 triliun. Listrik yang awalnya tidak diproyeksikan kompensasi, pada akhirnya akan diberlakukan kompensasi sebesar Rp21,4 triliun.
“Jadi anggaran kompensasi yang tadinya diproyeksikan sebesar Rp18,5 triliun akan naik menjadi 234,6 triliun atau naik sebesar 216,1 triliun,” ujar Sri Mulyani.
Dari berbagai subsidi dan kompensasi itu, maka potensi subsidi dan kompensasi untuk menahan gejolak harga komoditas tahun 2022 mencapai total Rp443,6 triliun.