JAKARTA – Anak usaha <a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/tag/pt-telkom-indonesia-persero-tbk">PT Telkom Indonesia</a> (Persero) Tbk (TLKM), PT Dayamitra Telekomunikasi alias <a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/tag/mitratel">Mitratel </a>dikabarkan akan melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada pertengahan November 2021.Tak tanggung-tanggung, perusahaan penyedia sarana infrastruktur telekomunikasi ini membidik dana segar sebanyak US$1 miliar – US$1,4 miliar atau setara&nbsp;Rp14,25 triliun hingga Rp19,95 triliun&nbsp;(asumsi kurs Rp14.250 per dolar AS) melalui penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO).Menanggapi hal tersebut, CEO Finvesol Consulting Fendy Susianto menilai rencana aksi korporasi Mitratel ini cukup terlambat. Pasalnya, sudah terdapat beberapa emiten dengan bisnis serupa yang lebih dulu IPO, seperti PT Tower Bersama Infrastructure (TBIG) dan PT Sarana Menara Nusantara.“Mitratel terlambat masuk sekitar 10 tahun dibandingkan dengan emiten-emiten infrastruktur telekomunikasi lainnya seperti TBIG dan TOWR dari 2010 sudah IPO. Jadi rada telat dan ini bukan barang baru di pasar,” ujarnya kepada TrenAsia.com, beberapa waktu lalu.<ul><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/read/tembus-10-juta-unduhan-bank-neo-commerce-bbyb-pimpin-layanan-digital-banking-terpopuler">Tembus 10 Juta Unduhan, Bank Neo Commerce (BBYB) Pimpin Layanan Digital Banking Terpopuler</a></li><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/read/5-fakta-menarik-tim-badminton-indonesia-di-thomas-cup-2021">5 Fakta Menarik Tim Badminton Indonesia di Thomas Cup 2021</a></li><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/read/rupslb-setujui-rights-issue-allo-bank-milik-chairul-tanjung-berpeluang-tarik-dana-rp-50-triliun">RUPSLB Setujui Rights Issue, Allo Bank Milik Chairul Tanjung Berpeluang Tarik Dana Rp50 Triliun</a></li></ul>Jika Mitratel resmi menyelenggarakan IPO di Indonesia, maka Mitratel harus menawarkan hal yang berbeda dari kedua emiten menara itu. Menurut Fendy, ini guna menarik investor institusional agar mau membeli saham Mitratel nantinya.“Singkatnya kompensasi apa kira-kira yang harus dibayar Mitratel karena keterlambatan dia melantai di Bursa?” tutur pria yang akrab disapa OMFin tersebut.&nbsp;<h4>Pesaing Utama dan Daya Tawar</h4>OMFin menilai, pesaing terbesar Mitratel di sektor infrastructure telco nantinya adalah TBIG milik Grup Saratoga dan TOWR milik Grup Djarum. Baginya, Mitratel memiliki bisnis yang cukup prospektif, sejalan dengan masih baiknya prospek pada saham-saham di sektor menara.“Kalau mitratel jadi IPO di Indonesia, kemungkinan dia ada di antara TBIG dan TOWR,” ungkapnya.Di samping itu, Mitratel juga diuntungkan dengan adanya label BUMN yang melekat pada perusahaan tersebut serta didukung oleh Telkom, salah satu emiten big caps. Mitratel juga dianggap memiliki keunggulan dan kesiapan di luar Pulau Jawa dengan jumlah tenant yang cukup besar.&nbsp;“Kelebihan lainnya juga Mitratel ini memiliki kesiapan di luar Jawa. Karena kalau TOWR dan TBIG rata-rata masih di dalam Pulau Jawa,” jelas dia.Tak hanya itu, sambung OMFin, nilai tambah lain yang dimiliki Mitratel adalah memiliki pelanggan tetap yang loyal, yakni PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel). Sesama entitas anak usaha Telkom, maka hampir dipastikan kebutuhan akan sarana infrastruktur telekomunikasi Telksomsel akan dipenuhi oleh Mitratel.“Nilai tambah lainnya misalnya market share Mitratel di Telkomsel besar, dan otomatis Telkomsel akan menjadi konsumen tetapnya ‘kan,” tambah dia.

DREAN.png

RIZKY CHANDRA.png

Ilustrasi menara Base Transceiver Station (BTS) PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) / Facebook @Mitratel

menara-bts

CEO Finvesol Consulting Fendy Susianto menilai rencana aksi korporasi Mitratel ini cukup terlambat.

IPO November 2021, Begini Prospek Mitratel Menurut Analis

Pasar Modal