1,5 Jam Diperiksa KPK Terkait Korupsi LNG, Ini Kata Ahok
- KPK memanggil Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi LNG di PT Pertamina. Ahok menegaskan kasus ini terjadi sebelum masa jabatannya, namun ia menemukan kejanggalan pada awal 2020 saat menjabat sebagai Komisaris Utama.
Nasional
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Mantan Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina, di gedung KPK Ahok diberondong pertanyaan selama 1,5 jam. Pemeriksaan ini merupakan bagian dari pengembangan kasus yang sebelumnya telah melibatkan mantan Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan.
Ahok sebelumnya telah dipanggil dan diperiksa dalam kasus yang sama. Pemeriksaan kali ini kembali dilakukan untuk mendalami keterangan dan bukti-bukti yang ditemukan KPK. Kasus ini sendiri melibatkan sejumlah pihak, termasuk Karen Agustiawan yang telah divonis bersalah.
“Kan kita sudah pernah diperiksa, makanya tadi lebih cepat karena nulis-nulis yang biodata sudah enggak perlu, sudah ada semua. Tinggal mengonfirmasi saja,” ungkap Ahok seusai diperiksa KPK, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis sore, 9 Januari 2024.
- Menakar Kinerja Perbankan di Tahun 2024: BBCA, BBRI, dan BRIS Memimpin
- PPN 12 Persen untuk Hunian Mewah Tak Pengaruhi Penjualan Properti
- Tidak Lagi Jual Produk Fisik, Bukalapak Pastikan Kondisi Keuangan Masih Aman
Kejanggalan Ditemukan Ahok pada Januari 2020
Ahok mengungkapkan, meskipun kasus ini terjadi sebelum masa jabatannya di Pertamina, ia menemukan kejanggalan terkait pengadaan LNG pada bulan Januari 2020, ketika ia menjabat sebagai Komisaris Utama. Menurut Ahok, kontrak-kontrak yang bermasalah ini sudah ada sebelum ia mulai menjabat.
“Kontraknya sebelum saya masuk (sebagai komisaris utama), nah ini pas ketemunya ini di Januari 2020, ini kasus LNG bukan di zaman saya semua, cuma, kita yang temukan waktu zaman saya jadi Komut, itu saja sih," tambah Ahok.
Kasus dugaan korupsi ini berlangsung dalam rentang waktu 2011-2021 dan baru terungkap pada awal 2020 kala ia menjabat sebagai komisaris utama. Selama periode tersebut, negara diduga mengalami kerugian sebesar US$113,8 juta atau sekitar Rp1,84 triliun (kurs Rp16.200) akibat korupsi pengadaan LNG. Ahok, yang menjabat sebagai Komisaris Utama dari 2019 hingga 2024, menjadi saksi kunci dalam pengungkapan kasus ini.
Dalam pengembangan kasus ini, Karen Agustiawan diduga mengambil keuntungan untuk diri sendiri sebesar Rp1,62 miliar dan upaya menguntungkan korporasi asal Amerika Serikat, yakni Corpus Christi Liquefaction (CCL) sebesar Rp1,77 triliun.
- Menakar Kinerja Perbankan di Tahun 2024: BBCA, BBRI, dan BRIS Memimpin
- PPN 12 Persen untuk Hunian Mewah Tak Pengaruhi Penjualan Properti
- Tidak Lagi Jual Produk Fisik, Bukalapak Pastikan Kondisi Keuangan Masih Aman
Ahok Menegaskan Tidak Terlibat Langsung
Ahok menegaskan bahwa ia tidak terlibat langsung dalam kontrak yang terkait dengan kasus ini, karena kontrak tersebut sudah ada sebelum masa jabatannya. Ia juga menyatakan bahwa temuan baru yang ia sampaikan kepada KPK adalah hasil dari audit dan pemeriksaan internal yang dilakukan selama ia menjabat. Ahok enggan mengungkapkan detail pertanyaan yang diajukan oleh penyidik KPK.
KPK terus mengembangkan penyelidikan atas dugaan korupsi LNG ini. Selain Karen Agustiawan yang telah divonis bersalah, KPK juga menetapkan dua tersangka baru berinisial HK dan YA. Identitas lengkap dari kedua tersangka ini belum dirilis ke publik.
Kasus korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina menjadi sorotan besar karena melibatkan sejumlah mantan pejabat tinggi perusahaan. Ahok, meskipun tidak terlibat langsung, dinilai memberikan kesaksian penting yang diharapkan dapat membantu KPK dalam mengungkap kasus ini lebih dalam.
Perjalanan Kasus
Dalam kasus ini mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan divonis pidana 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan. Karen dinilai terbukti korupsi dalam pengadaan gas alam cair (LNG) di Pertamina.
Dirut Pertamina periode 2009—2014 dan bernama asli Galaila Karen Kardinah ini sebelumnya dituntut pidana 11 tahun penjara, serta denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Selain pidana utama, jaksa penuntut umum KPK turut meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan kepada Karen untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,09 miliar dan US$104.000 subsider 2 tahun penjara.
Jaksa KPK juga meminta majelis hakim untuk membebankan pembayaran uang pengganti kepada perusahaan AS, Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL), sebesar US$113,83 juta.
Penyidik KPK pada Selasa, 2 Juli 2024, menetapkan dua tersangka baru dalam pengembangan perkara dugaan korupsi dalam pengadaan gas alam cair di PT Pertamina (Persero) yang juga menjerat mantan Direktur Utama Pertamina Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan.
"Terkait dengan pengembangan tersebut, KPK telah menetapkan dua tersangka penyelenggara negara dengan inisial HK dan YA," kata Tessa saat itu.