<p>Pabrik otomotif produksi mobil / Dok. Kemenperin.go.id</p>
Industri

10 Sektor Industri dan Saham Untung-Buntung Akibat Omnibus Law UU Cipta Kerja

  • Sementara di balik gelombang protes yang makin kuat itu, rupanya masih banyak pula yang mendukung omnibus law. Beberapa pihak menilai bahwa pengesahan RUU Ciptaker ini justru bakal memberi dampak positif bagi perekonomian nasional.

Industri
Fajar Yusuf Rasdianto

Fajar Yusuf Rasdianto

Author

JAKARTA – Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptker) yang termaktub dalam RUU sapu jagat omnibus law telah disahkan pada Senin 5 Oktober 2020. Hari ini, 6 Oktober 2020, gelombang protes bermunculan di mana-mana. Di media massa, sosial media, hingga ke jalan-jalan.

Setidaknya sudah ada 32 federasi dan konfederasi serikat buruh yang sepakat untuk melakukan mogok massal pada hari ini hingga 8 Oktober mendatang. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengungkapkan, ada sedikitnya 2 juta pekerja yang menyatakan kesiapannya untuk melakukan aksi tersebut.

Seluruh buruh, kata Said, dari Sabang hingga Merauke, dari Pulau Weh hingga Pulau Rote, dan Aceh hingga Papua berkumpul memprotes pengesehan undang-undang (UU) sapu jagat ini. Mereka datang dari berbagai sektor bisnis, mulai dari industri, farmasi, pariwisata, transportasi, logistik, perbankan, tambang hingga telekomunikasi.

Dalam aksi protes ini, para buruh membawa sejumlah tuntutan yang tidak boleh tidak dipenuhi. Tuntutan-tuntutan itu antara lain, Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) harus tetap ada dan tanpa syarat. Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) tidak boleh dihapuskan, dan pesangon buruh tidak boleh dikurangi.

“Tidak boleh ada PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) atau karyawan kontrak seumur hidup. Tidak boleh ada outsourcing seumur hidup, waktu kerja tidak boleh eksploitatif,” ungkap Said dalam keterangan tertulis yang diterima TrenAsia.com, Selasa 6 Oktober 2020.

Di samping itu, para buruh juga menuntut agar pemerintah tidak menghapus hak upas atas cuti pekerja. Terakhir, mereka juga meminta agar seluruh pekerja outsourcing dan karyawan kontrak bisa tetap mendapatkan jaminan kesehatan dan pension.

“Terkait dengan PHK (pemutusan hubungan kerja) sanksi pidana kepada pengusaha. Dan TKA (tenaga kerja asing) harus tetap sesuai dengan isi UU No 13 Tahun 2003,” tegas dia.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyerahkan berkas tanggapan akhir pemerintah kepada Ketua DPR, Puan Maharani pada rapat paripurna pengesahan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja di komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 5 Oktober 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Sektor Unggulan

Sementara di balik gelombang protes yang makin kuat itu, rupanya masih banyak pula yang mendukung omnibus law. Beberapa pihak menilai bahwa pengesahan RUU Ciptaker ini justru bakal memberi dampak positif bagi perekonomian nasional.

Indikasinya sudah terlihat pada pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang melesat 0,9% ke level 5.004,77 pada perdagangan sesi I hari ini. Saham-saham unggulan di indeks LQ45 pun menjadi pengerek penguatan IHSG dengan kenaikan 1,42% ke level 765,78.

Emiten-emiten big caps di sektor perbankan menjadi katalis pergerakan bursa dengan perolehan beli asing yang tinggi. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi saham paling banyak diburu dengan perolehan beli bersih Rp106,3 miliar. Disusul PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dengan beli bersih Rp16,3 miliar.

Riset PT CLSA Sekuritas Indonesia (KZ) menunjukkan, perbankan memang menjadi salah satu yang paling diuntungkan dengan adanya omnibus law. Perubahan atas diktum ketenagakerjaan dinilai cukup menguntungkan sektor perbankan karena bakal membuat ongkos operasional perusahaan semakin murah.

“Perbankan bakal diuntungkan dari perubahan upah pegawai (khususnya upah pension) lantaran perbankan merupakan sektor yang membutuhkan banyak tenaga kerja untuk cabang-cabangnya,” tulis keterangan dalam hasil riset CLSA, Selasa 6 Oktober 2020.

Selain perbankan, perusahaan-perusahaan di sektor properti juga turut diuntungkan dengan bakal diizinkannya warga negara asing (WNA) untuk memiliki properti high-rise atau apartemen. Saham-saham seperti PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) dan PT Intiland Development Tbk (DILD) bakal kian tokcer dengan adanya aturan baru tersebut.

Tidak hanya itu, omnibus law juga mengatur kelonggaran pajak bagi bisnis mal. Dalam hal ini, saham PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dan PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) bakal jadi yang paling diuntungkan mengingat keduanya memang memiliki jaringan mal yang cukup luas.

“Properti-properti industrial juga diuntungkan dengan reformasi aturan pekerja,” tulis riset itu.

Awak media mengamati monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin, 3 Agustus 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Berikut 10 sektor yang terdampak dengan adanya omnibus law.
Perbankan

Diktum kelonggaran pesangon dan upah pensiun menguntungkan perbankan sebagai industri pada tenaga kerja. Saham-saham BMRI, BBCA dan BBRI jadi bakal semakin kinclong dengan adanya aturan ini.

Properti

Izin kepemilikan properti bagi WNA dan dilonggarkannya pajak mal bakal membuat saham emiten properti melesat tinggi. Perubahan aturan tenaga kerja juga turut menguntungkan saham properti industrial. Saham-saham PWON, SMRA, MTLA, DILD, DMAS, SSIA, dan BEST bisa jadi pilihan dalam sepekan ke depan.

Industri Dasar

Secara umum, permintaan jangka pendek emiten di sektor ini bakal tereduksi mengingat adanya pengurangan remunerasi pegawai. Namun dalam jangka menengah, sektor ini akan tumbuh dengan kemungkinan adanya penciptaan lapangan kerja baru serta tambahan modal asing (foreign direct investment/FDI).

Rokok

Sebagai sektor padat karya, perusahaan rokok bakal sedikit diuntungkan dengan adanya pengurangan gaji pegawai. Walau dampaknya bakal membuat persaingan menggaet FDI semakin ketat, dan boleh jadi malah imbasnya justru negatif ke sektor ini.

Agrobisnis

Pelonggaran syarat impor bahan baku memberi sedikit dampak positif bagi sektor ini. Tapi di sisi lain, dengan sistem pasar yang masih oligopoli, banyak perusahaan agrikultur yang justru bakal merasakan dampak negatif. Sudah rahasia umum bahwa lobi-lobi politik selalu jadi faktor penentu pertumbuhan di sektor agrikultur.

Retail

Sektor retail diuntungkan dengan semakin murahnya remunerasi pegawai dan sistem outsourcing berkelanjutan. Izin ekspansi bakal semakin mudah mengingat sekarang para pengusaha bisa langsung meminta izin ke pemerintah pusat.

Otomotif

Sektor otomotif juga diuntungkan dari adanya perubahan diktum soal ketenagakerjaan. Permintaan akan meningkat, terutama untuk produk-produk mobil penumpang seperti bus dan mobil bagi pengguna taksi daring.

Farmasi

Adanya keterlibatan tenaga kerja asing dalam sektor ini akan cukup membantu kinerja perseroan. Hal tersebut boleh jadi bakal menjadi pemantik masuknya FDI ke sektor ini. Dengan begitu, rantai pasok bahan baku impor juga akan semakin terbuka lebar.

Rumah sakit

Membuka aliran dana asing masuk bakal membuat persaingan lebih ketat di sektor ini. Lain cerita seandainya pemerintah dan asosiasi sepakat membuka diri terhadap dokter asing. Ini bisa memperbesar ceruk pengeluran semakin besar, tapi juga semakin memperketat persaingan

Telekomunikasi

Operator kecil diuntungkan lantaran adanya spektrum kesepakatan untuk pembagian infrastruktur telekomunikasi dari pemain besar. Ini membuat modal belanja dari operator kecil untuk berekspansi bisa semakin fleksibel.

Begitupun dengan PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) yang bakal mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Emiten telekomunikasi pelat merah ini punya daya tawar yang kuat untuk memengaruhi keputusan pemerintah.

Boleh jadi pemerintah juga nantinya bakal menetapkan batas harga atas dan bawah bagi operator untuk mencegah perang harga. (SKO)