Ilustrasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending alias kredit online atau pinjaman online (pinjol) yang resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan ilegal. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Fintech

14 Pinjol Ini Punya Tingkat Kredit Macet di Atas Batas Wajar, Ada yang Sampai 63,93 Persen

  • Menurut penelusuran TrenAsia kepada setiap situs dari masing-masing platform yang jumlahnya mencapai 101 penyelenggara, ditemukan bahwa beberapa platform P2P lending telah melampaui batas wajar yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar 5%.
Fintech
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA – Rasio kredit macet atau tingkat wanprestasi di atas 90 hari (TWP90) di platform fintech peer-to-peer (P2P) lending atau yang lebih dikenal dengan pinjaman online (pinjol) di Indonesia menjadi sorotan karena angkanya yang melebihi batas wajar. 

Menurut penelusuran TrenAsia kepada setiap situs dari masing-masing platform yang jumlahnya mencapai 101 penyelenggara, ditemukan bahwa beberapa platform P2P lending telah melampaui batas wajar yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar 5%. 

Tingkat ini menjadi penanda serius, karena menandakan adanya risiko tinggi bagi para peminjam dan pelaku usaha dalam ekosistem pinjaman online.

Baca Juga: Inilah 101 Pinjol Resmi Terbaru yang Terdaftar di OJK, Jangan Sampai Salah Pilih

Menurut penelusuran pada hari Senin, 25 Maret 2024, tercatat ada 14 platform fintech P2P lending yang mencatat tingkat kredit macet di atas 5%. Data ini memberikan gambaran kesehatan industri pinjaman online di Indonesia.

Akan tetapi, perlu diketahui bahwa ada dua platform fintech P2P lending yang tercatat namanya di OJK namun situsnya sendiri tidak bisa diakses sehingga sampai berita ini ditulis, belum bisa diketahui TWP90 dari kedua platform tersebut. Adapun platform yang dimaksud adalah Finmas dan DUMI.

Salah satu platform yang menunjukkan tingkat wanprestasi di atas rata-rata adalah Edufund dengan tingkat wanprestasi sebesar 5,30%. 

Angka ini menunjukkan bahwa lebih dari 5% dari total kredit yang diberikan oleh Edufund mengalami keterlambatan pembayaran melebihi 90 hari. Sementara itu, platform Ivoji memiliki tingkat wanprestasi di atas batas wajar, yakni 5,51%. 

Tidak ketinggalan, platform Modal Nasional, KlikA2C, dan KoinP2P (Koinworks) juga tercatat memiliki tingkat wanprestasi yang signifikan, yakni 6,34%, 7%, dan 7% secara berturut-turut. 

Hal serupa juga terjadi pada platform Cashcepat, KawanCicil, dan Danabijak dengan tingkat wanprestasi yang masing-masing mencapai 7,69%, 9,83%, dan 12,62%.

Namun, sorotan juga jatuh pada platform 360 KREDI dengan tingkat wanprestasi yang mencapai 15,36%. Tingkat ini jauh melampaui batas yang ditetapkan oleh OJK.

Tidak hanya itu, platform TrustIQ, Investree, dan Danamas juga tercatat memiliki tingkat wanprestasi yang mencemaskan, yakni masing-masing sebesar 15,48%, 16,44%, dan 16,71%.

Namun, yang paling mencolok adalah tingkat wanprestasi platform iGrow dan TaniFund yang masing-masing mencapai 46,56% dan 63,93%. 

Tingginya tingkat wanprestasi ini menunjukkan bahwa masih banyak risiko yang harus diatasi dalam industri pinjaman online di Indonesia.

Baca Juga: KPPU Panggil 4 Pinjol yang Sediakan Pinjaman UKT untuk Mahasiswa

Beberapa waktu lalu, Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM dan LJK Lainnya (PVML) OJK memaparkan bahwa hingga Januari 2024, TWP90 di industri fintech P2P lending secara keseluruhan masih berada di batas wajar 5%.

Pada akhir Januari 2024, tingkat kredit macet atau TWP90 tercatat sebesar 2,95%, lebih tinggi dari 2,93% yang tercatat pada akhir Desember 2023. 

Agusman mengatakan, OJK terus memantau perkembangan industri fintech P2P lending di Indonesia, terutama terkait jumlah pemberi pinjaman (lender) dan minat masyarakat untuk berinvestasi di dalamnya. 

Meskipun telah ada penurunan jumlah lender akibat gagal bayar, OJK tetap mengawasi situasi ini dengan cermat.

“Dampak atas penyesuaian manfaat ekonomi yang mulai berlaku sejak awal tahun 2024 dapat menjadi potensi turunnya minat lender pada tahun 2024,” ujar Agusman.

Meski begitu, upaya penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi  (LPBBTI) yang semakin berkualitas diharapkan OJK dapat memberikan insentif bagi para lender.

Hal ini diharapkan mendorong mereka untuk meningkatkan penyaluran dana kepada para peminjam (borrower) sesuai dengan tingkat risiko yang mereka inginkan.