2.130 Lokasi PLTD di Indonesia Bakal Dikonversi ke EBT
- JAKARTA - Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN Zulkifli Zaini menyebut, ada 2.130 lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (P
Industri
JAKARTA - Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN Zulkifli Zaini menyebut, ada 2.130 lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di Indonesia yang berpotensi untuk dikonversi ke Energi Baru Terbarukan (EBT).
“Untuk tahap pertama, terdapat 200 Mega Watt (MW) PLTD yang akan dikonversi ke EBT,” ujarnya dalam keterangan resmi yang dikutip Jumat, 16 Juli 2021.
Selain itu, ia menjelaskan program lain PLN, yakni Green Booster melalui co-firing, yakni substitusi sebagian batu bara dengan biomassa dari tanaman energi maupun pelet sampah.
Rencananya, inovasi itu akan dilakukan di 53 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) eksisting PLN. Menurutnya, langkah tersebut tidak hanya meningkatkan bauran EBT, tetapi juga dapat menjadi solusi permasalahan sampah dan menggerakan roda ekonomi daerah.
Implementasi co-firing
Diketahui, implementasi co-firing sendiri sudah dilakukan pada 17 PLTU hingga Juni 2021. Melalui proyek ini, energi hijau dari ekuivalen kapasitas pembangkit yang dihasilkan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN mencapai 189 Mega Watt (MW).
Adapun dari total 17 PLTU yang menggunakan biomassa secara komersial, 12 PLTU di antaranya tersebar di Jawa dan lima lokasi di luar Jawa. Pembangkit tersebut dikelola oleh dua anak usaha PLN, yaitu PT Indonesia Power dan PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB).
Dalam hal ini, Indonesia Power menghasilkan energi hijau melalui co-firing di PLTU Suralaya 1-4, PLTU Suralaya 5-7, PLTU Sanggau, PLTU Jeranjang, PLTU Labuan, PLTU Lontar, PLTU Pelabuhan Ratu, PLTU Barru dan PLTU Adipala.
Sementara PJB menghasilkan energi hijau melalui co-firing PLTU Paiton Unit 1-2, PLTU Pacitan, PLTU Ketapang, PLTU Anggrek, PLTU Rembang, PLTU Paiton 9, PLTU Tanjung Awar-Awar dan PLTU Indramayu.
Proses co-firing bisa diambil dari limbah pertanian, limbah industri pengolahan kayu, hingga limbah rumah tangga. Selain itu, bisa pula dari tanaman energi pada lahan kering atau yang dibudidayakan pada kawasan Hutan Tanaman Energi, seperti pohon Kaliandra, Gamal dan Lamtoro.
Meskipun demikian, ada tantangan besar yang dihadapi dalam implementasi co-firing biomassa. Tantangan tersebut antara lain menjaga keberlanjutan pasokan bahan baku biomassa sehingga harga listrik yang dihasilkan tetap terjangkau serta tidak melebihi biaya pokok penyediaan (BPP) yang ditetapkan. (rcs)