Petugas PLN Area Pelaksana Pemeliharaan (APP) sedang melakukan inspeksi harian  pada semua peralatan di GIS Alam Sutera. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Energi

2 Capres Pertimbangkan Akhiri Monopoli PLN

  • Para calon presiden (capres) Indonesia sedang mempertimbangkan untuk mengakhiri monopoli Perusahaan Listrik Negara (PLN). Hal itu diklaim menjadi bagian dari upaya mempercepat transisi ke energi yang lebih ramah lingkungan.
Energi
Distika Safara Setianda

Distika Safara Setianda

Author

JAKARTA - Para calon presiden (capres) Indonesia sedang mempertimbangkan untuk mengakhiri monopoli Perusahaan Listrik Negara (PLN). Hal itu diklaim menjadi bagian dari upaya mempercepat transisi ke energi yang lebih ramah lingkungan.

Ada tiga kandidat capres yang bersaing untuk memenangkan pemilihan presiden pada 14 Februari 2024 di ekonomi terbesar Asia Tenggara itu. Mereka adalah Anies Baswedan, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. Mereka sepakat memprioritaskan “pembersihan” sektor listrik untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Namun baru Prabowo dan Ganjar yang terang-terangan akan mempertimbangkan untuk mengakhiri monopoli PLN yang dikelola BUMN. Dengan demikian, hal itu memungkinkan produsen listrik terbarukan menjual langsung ke pelanggan.

Reuters dalam laporannya yang dikutip Kamis, 16 November 2023, menyatakan hal ini tidak akan menjadi tugas yang mudah. Indonesia tidak memiliki peraturan yang diperlukan untuk menentukan biaya yang harus dibayar oleh produsen listrik independen kepada PLN dan ruang lingkup layanan yang dapat ditawarkan PLN kepada mereka.

Geografi kepulauan yang luas juga berarti jaringan pulau-pulau besar tidak saling berhubungan, memperumit pembagian kekuasaan secara nasional. Anies Baswedan sendiri telah menyerukan peningkatan manajerial untuk sektor listrik. Namun dia belum mengusulkan pemutusan monopoli PLN.

Pembicaraan sebelumnya tentang pembukaan sektor ini terhadap persaingan telah menghadapi penolakan atas prospek bahwa tarif yang sekarang ditetapkan pemerintah dapat berfluktuasi sesuai dengan kekuatan pasar.

Para pendukung berpendapat pembukaan sektor ini akan mempercepat adopsi energi terbarukan. Ini karena produsen listrik independen akan diberi insentif untuk menawarkan tenaga ramah lingkungan kepada perusahaan yang menjanjikan netralitas karbon.

PLN adalah satu-satunya penjual bagi sebagian besar pelanggan, mengelola pembangkit listrik dan juga membeli dari produsen independen, dengan lebih dari separuh pasokannya bersumber dari batu bara dan 12% dari energi terbarukan.

PLN belum merespons dinamika tersebut. PLN sendiri berencana untuk mengembangkan kapasitas terbarukan sebesar 31,6 GW dari tahun 2024 hingga 2033. Adam Subarkah, Chief Executive konsultan iklim Cendekia Ikim Indonesia, mengatakan bahwa mendorong reformasi semacam itu akan membutuhkan tekad.

“Para kandidat ini harus tetap fokus pada tujuan kebijakan, yaitu mempercepat adopsi energi terbarukan, menawarkan harga yang kompetitif kepada pelanggan dan pengurangan emisi,” katanya.

Power Wheeling

“Ganjar, kandidat dari partai PDIP yang berkuasa, mengusulkan untuk memfokuskan PLN pada perluasan jaringan listrik dan pulau-pulau penghubung, memungkinkan produsen terbarukan untuk mengarahkan listrik ke jaringan dan ke pelanggan,” kata penasihat kebijakan iklimnya, Alexander Sonny Keraf.

Mantan Menteri Lingkungan Hidup itu mengatakan PLN telah menolak proposal sebelumnya untuk mendorong hal tersebut. “Tetapi jika Ganjar menang, kami akan memaksa mereka,” ujarnya. 

“Para ahli yang menyusun kebijakan energi untuk mantan panglima TNI Prabowo juga telah membahas konsep wheeling, tetapi dengan pemerintah mempertahankan kendali atas tarif,” kata Eddy Soeparno, pejabat senior kampanye Prabowo.

“Banyak pembeli dan banyak penjual, tetapi dalam konteks ketahanan energi, yang berarti harga jual kepada konsumen harus tetap terjangkau,” kata Eddy, yang juga wakil ketua komite energi DPR. Menerapkan sistem wheeling akan membutuhkan peraturan baru.

Agam, dari konsultan iklim, mengatakan penundaan pasokan listrik terbarukan ke perusahaan dapat berarti kehilangan investasi. “Jika perusahaan-perusahaan ini tidak dapat mengamankan energi terbarukan pada tahun 2025 atau 2030, mereka dapat menandai Indonesia sebagai tempat di mana mereka tidak dapat mengembangkan bisnisnya karena sulitnya mendapatkan energi terbarukan,” katanya.