<p>kemenkeu.go.id</p>
Industri

2 Fokus Ekonomi Moneter Bank Indonesia pada 2021

  • JAKARTA – Kebijakan ekonomi dan moneter Bank Indonesia (BI) pada 2021 akan diarahkan pada dua hal utama. Asisten Gubernur BI Juda Agung mengungkapkan, pihaknya akan fokus memperbaiki sisi likuiditas dan mendorong pertumbuhan kredit. Menurutnya, pandemi telah memberikan tekanan kuat di pasar keuangan akibat outflow yang cukup besar pada awal Maret tahun ini. Selain itu, dunia […]

Industri
Aprilia Ciptaning

Aprilia Ciptaning

Author

JAKARTA – Kebijakan ekonomi dan moneter Bank Indonesia (BI) pada 2021 akan diarahkan pada dua hal utama.

Asisten Gubernur BI Juda Agung mengungkapkan, pihaknya akan fokus memperbaiki sisi likuiditas dan mendorong pertumbuhan kredit. Menurutnya, pandemi telah memberikan tekanan kuat di pasar keuangan akibat outflow yang cukup besar pada awal Maret tahun ini.

Selain itu, dunia perbankan juga ikut terdampak disebabkan oleh ambruknya kinerja korporasi dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Namun, dalam beberapa bulan terakhir, Juda menilai sistem keuangan mulai kembali pulih.

“Kita lihat likuiditas perbankan saat ini sangat melimpah,” ungkapnya dalam diskusi daring, Senin, 7 Desember 2020.

Seperti diketahui, rasio alat likuid atau non-core deposit perbankan per 18 November 2020 sebesar 157,57%, sedangkan alat likuid/DPK sebesar 33,77%. Persentase keduanya masih di atas threshold masing-masing, yakni 50% dan 10%.

Kemudian untuk permodalan, Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan tercatat sebesar 23,74%.  Rasio posisi devisa neto (PDN) Agustus 2020 sebesar 2,31 persen, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20%.

Meskipun demikian, Juda mengakui bahwa penyaluran kredit masih menjadi tantangan yang utama. “Walaupun likuiditas masih kuat, tapi belum bisa disalurkan ke sektor riil dalam bentuk kredit,” kata dia.

Pada Oktober 2020, pertumbuhan kredit masih terkontraksi sebesar minus 0,47% year-on-year (yoy) pada Oktober 2020.

Penyebabnya, lanjut Juda, yakni sektor tekanan yang masih tinggi di sektor dunia usaha. Oleh karena itu, para pelaku bisnis masih menahan diri untuk melakukan ekspansi. Di sisi lain, perbankan juga melihat risiko tersebut sehingga penyaluran kredit dilakukan dengan sangat hati-hati.

“Inilah yang menjadi PR kita tahun depan. Kita harus menyelesaikan masalah kredit,” tambah Juda.

Perkuat Optimisme

Gubernur BI Perry Warjiyo pun menegaskan, bauran kebijakan 2021 lebih diarahkan untuk memperkuat optimisme pemulihan ekonomi nasional.

Tujuan tersebut bakal diupayakan lewat kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Ia mengungkapkan, stimulus kebijakan moneter akan dilanjutkan sampai dengan adanya tanda-tanda tekanan inflasi. Selain itu, stabilitas nilai tukar rupiah juga tetap menjadi perhatian utama.

“Nilai tukar rupiah akan terus kami cermati sesuai fundamental dan mekanisme pasar,” ujar Perry dalam kesempatan yang sama.

Sejauh ini, lanjutnya, BI telah melakukan quantative easing (QE) sebesar Rp682 triliun atau kurang lebih 4,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu, BI juga mempertahankan rasio countercyclical buffer (CCB) sebesar 0% dan rasio intermediasi makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94%. Adapun rasio penyangga likuiditas makroprudensial (PLM) sebesar 6% dapat direpokan jika perbankan membutuhkan tambahan likuiditas.

“Bank Indonesia akan terus melakukan asesmen lebih lanjut untuk mendorong kredit dan pembiayaan bagi dunia usaha,” tutur Perry. (SKO)