27 Persen Pekerja di Negara OECD Berisiko Nganggur Akibat AI
- Di samping itu, tiga dari lima pekerja takut bahwa mereka dapat kehilangan pekerjaan karena adanya AI selama 10 tahun ke depan.
Dunia
JAKARTA – Lebih dari seperempat pekerjaan di negara dalam payung Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) bergantung pada keterampilan yang dapat dengan mudah tergantikan. Hal itu menyusul maraknya otomatisasi dalam revolusi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI)
Para pekerja saat ini pun merasa khawatir karena pekerjaan mereka bisa sewaktu-waktu tergantikan AI. Sebagai informasi, OECD merupakan organisasi internasional dengan 38 anggota di dalamnya. Organisasi tersebut mencakup sebagian besar negara-negara kaya plus beberapa negara berkembang seperti Meksiko, Estonia dan Indonesia.
Dikutip dari Reuters, Kamis 12 Juli 2023, ada sedikit bukti munculnya kecerdasan buatan yang memiliki dampak signifikan pada pekerjaan sejauh ini. Namun hal itu mungkin karena revolusi masih dalam tahap awal, ujar OECD.
- 5 Jenis Renovasi Rumah yang Justru Menghabiskan Uang dengan Sia-sia
- 5 Cara Cerdas Hentikan Orang Iseng yang Intip Ponsel Anda
- Xi Jinping Ingin China dan Rusia Pimpin Reformasi Tata Kelola Global
Pekerjaan dengan risiko tertinggi diotomatisasi rata-rata mencapai 27% dari angkatan kerja di negara-negara OECD. Adapun organisasi yang berbasis di Paris itu menemukan negara-negara Eropa Timur yang paling terpapar AI,. Hal itu muncul dalam riset mereka tentang Prospek Ketenagakerjaan 2023.
Pekerjaan dengan risiko tertinggi didefinisikan sebagai pekerjaan yang menggunakan lebih dari 25 dari 100 keterampilan dan kemampuan yang dianggap para ahli AI dapat diotomatisasi dengan mudah.
Bantuan Pemerintah
Di samping itu, tiga dari lima pekerja takut bahwa mereka dapat kehilangan pekerjaan karena adanya AI selama 10 tahun ke depan. Hal itu ditemukan OECD dalam sebuah survei tahun lalu. Survei ini mencakup 5.300 pekerja di 2.000 perusahaan yang mencakup manufaktur dan keuangan di tujuh negara OECD.
Survei dilakukan sebelum kemunculan eksplosif AI generatif seperti ChatGPT. Terlepas dari kecemasan atas munculnya AI, dua pertiga pekerja yang sudah bekerja dengannya mengatakan bahwa otomatisasi telah membuat pekerjaan mereka kurang menantang atau membosankan.
Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann, mengatakan keberadaan AI bakal tergantung kebijakan yang diambil pihak terkait. “Ini menentukan apakah manfaatnya akan lebih besar dari risikonya,” kata dia. Dia menilai pemerintah harus membantu pekerja untuk mempersiapkan perubahan serta memanfaat dari peluang yang akan dibawa AI.