<p>Ilustrasi FinTech di ASEAN</p>
Fintech

3 Aspek yang Disiapkan BI untuk Rupiah Digital, Salah Satunya Terkait Cross-border Payment

  • Perry mengatakan, rupiah digital akan dijadikan sebagai alat pembayaran yang sah sesuai dengan Undang-undang Dasar (UUD), UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, dan UU BI.
Fintech
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan ada tiga aspek yang sedang dipersiapkan untuk penerbitan rupiah digital sebagai mata uang digital bank sentral (central bank digital currency/CBDC) di Republik Indonesia.

1. Conceptual Design

Aspek yang pertama adalah conceptual design dari rupiah digital itu sendiri. Perry mengatakan, rupiah digital akan dijadikan sebagai alat pembayaran yang sah sesuai dengan Undang-undang Dasar (UUD), UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, dan UU BI.

"Rupiah digital tentu saja mempunyai fitur-fitur security, desain, dan juga koding-koding yang spesifik. Sebagai layaknya rupiah di kertas, di sana itu ada desainnya, warnanya, securities-nya, maupun koding-koding yang ada," ujar Perry dalam konferensi pers Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Kamis, 21 Juli 2022.

Perry pun menyampaikan, secara konsep, sebenarnya CBDC dan uang fiat merupakan dua hal yang sama dan perbedaan hanya terepresentasi dari dari bentuknya. Yang satu berbentuk fisik sementara yang satu lagi berbentuk digital.

Kemudian, Perry pun mengatakan bahwa BI akan menerbitkan rupiah digital secara wholesale dan didistribusikan kepada lembaga perbankan serta jasa keuangan lainnya dalam skala tertentu.

"Karena judulnya digital, kami akan lebih fokus pada perbankan dan juga jasa pembayaran berskala besar. Selanjutnya, para wholesaler yang besar-besar ini akan kami berikan izin untuk menggunakannya sebagai alat pembayaran untuk berbagai transaksi ritel," kata Perry.

Dalam penerbitan CBDC ini, tugas BI adalah meyakinkan masyarakat bahwa rupiah digital adalah satu-satunya alat pembayaran dalam transaksi digital yang berperan sebagai medium of exchange, dan juga sebagai referensi untuk berbagai transaksi ekonomi keuangan digital yang dibutuhkan masyarakat.

2. Infrastruktur

Aspek yang kedua berkenaan dengan integrasi infrastruktur sistem pembayaran pasar keuangan yang menganut azas 3I (interkoneksi, interoperabilitas, dan integrasi).

Rupiah digital, dikatakan oleh Perry, harus diinteroperabilitaskan, diintegrasikan, dan diinterkoneksikan dengan infrastruktur seperti BI-Fast, RTGS, GPN, serta infrastruktur pembayaran lainnya.

Untuk menginterkoneksikan infrastruktur di sistem pembayaran, BI sedang mengembangkan application programming interface (API) yang akan digunakan untuk rupiah digital.

Untuk diketahui, API adalah serangkaian kode bahasa pemrograman yang dapat menghubungkan satu aplikasi dengan aplikasi lainnya.

"Kami juga melakukan proses yang sama untuk infrastruktur di pasar uang sehingga antara transaksi di pasar uang dan transaksi pembayaran yang dilakukan para wholesaler itu ke depannya bisa dilayani secara digital," ungkap Perry.

3. Pilihan teknologi

BI bekerja sama dengan bank-bank sentral negara lain yang masuk ke dalam kelompok Bank for International Settlement (BIS) untuk menentukan teknologi yang akan diterapkan pada rupiah digital demi tercapainya cross-border payment (pembayaran lintas batas).

"Dalam cross-border payment ini, sambil menunggu pilihan teknologi maupun perkembangan CBDC, di lima negara Asia kami sudah menginisiasi kerja sama cross-border payment, menyambungkan QRIS dengan mata-mata uang seperti Baht Thailand, dolar Singapura," tutur Perry.

Ditambahkan oleh Perry, infrastruktur BI-Fast diintegrasikan oleh BI dengan beberapa negara di Asia sehingga sistem pembayaran dapat mengkonversi mata uang yang berbeda-beda dalam aktivitas transaksi.