<p>Ketua AFPI terpilih Adrian Gunadi menjawab pertanyaan awak media secara virtual usai sidang MUNAS AFPI 2020 di Jakarta, Rabu, 30 September 2020. Musyawarah Nasional atau Munas Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) 2020 memberikan mandat kepada pengurus baru agar asosiasi fintech lending ini perkuat inklusi keuangan dan berperan aktif dalam mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional seiring dampak pandemi COVID-19 melalui kolaborasi aktif asosiasi dengan institusi jasa keuangan lainnya. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>

3 Fokus Utama AFPI Hadapi Industri Fintech P2P Lending 2021

  • Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) berencana memperkuat ekosistem keuangan digital demi meningkatkan inklusi keuangan masyarakat pada tahun 2021.

Drean Muhyil Ihsan

Drean Muhyil Ihsan

Author

JAKARTA –  Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) berencana memperkuat ekosistem keuangan digital demi meningkatkan inklusi keuangan masyarakat pada tahun 2021.

Untuk itu, asosiasi telah menyiapkan tiga fokus utama untuk mendukung perkembangan industri fintech peer-to-peer (P2P) lending di Tanah Air.

Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi mengatakan fokus asosiasi kedepan adalah meningkatkan perannya sebagai penyedia layanan fintech pendanaan di Indonesia.

Layanan yang kerap dikenal pinjaman online ini adalah lembaga keuangan non-bank yang menawarkan solusi keuangan digital.

Fintech pendanaan menjadi bagian dari ekosistem digital ini menyasar masyarakat yang belum terlayani (underserved) akses perbankan. Tak hanya itu, sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang belum tersentuh bantuan (underpenetrated) permodalan sektor perbankan juga menjadi pangsa pasar industri keuangan satu ini.

“Sebagai program AFPI ke depan, demi meningkatkan perannya sebagai solusi keuangan digital, para anggota AFPI yang merupakan penyelenggara fintech pendanaan perlu terus memperluas area layanannya hingga ke seluruh wilayah di Tanah Air,” ujarnya dalam konferensi virtual ‘Outlook Industri Peer to Peer Lending 2021’ di Jakarta, Senin 7 Desember 2020.

Untuk mendorong hal tersebut, sambung Adrian, pihaknya perlu melakukan pemutakhiran sistem credit scoring yang lebih baik. Selain itu, berkolaborasi dengan institusi lain yang mendukung penyaluran pinjaman, khususnya ke sektor UMKM.

Adrian menambahkan, melalui kolaborasi dengan ekosistem digital, penyelenggara dapat memotret profil risiko UMKM tersebut lebih komprehensif.

Penelitian DailySocial Research juga mencatatkan bahwa peminjam fintech pendanaan didominasi oleh pelaku UMKM online dan offline.

Pada fintech pendanaan klaster Syariah sebesar 70% UMKM online, klaster Produktif sebesar 42% UMKM offline dan klaster Konsumtif sebesar 64,1% UMKM offline.

“Kepengurusan AFPI yang baru ini diharapkan menjadi tim yang solid untuk menjalankan fokus utama organisasi untuk kemajuan industri, yang tentunya akan mewujudkan harapan bersama demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui inklusi keuangan yang meluas,” tutur Adrian.

OJK Rancang Aturan Baru

Juru Bicara AFPI, Andi Taufan Garuda Putra mengatakan, demi mendukung terlaksananya fokus AFPI kedepan, para pengurus sepakat bahu membahu mewujudkan cita-cita bersama asosiasi.

Sedangkan terkait regulasi, AFPI telah memberikan sejumlah masukan atas Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (RPOJK LPBBTI) atau fintech P2P lending.

“Pada dasarnya, AFPI sangat mendukung langkah OJK untuk selalu mengembangkan dan memperbaiki regulasi yang ada. RPOJK fintech P2P lending ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas industri,” tambah Taufan.

Namun demikian, lanjutnya, secara garis besar RPOJK tersebut juga memiliki beberapa ketentuan yang perlu dikoordinasikan dengan OJK. Hal ini, katanya, demi menjaga pertumbuhan industri fintech P2P lending dan inklusi keuangan yang diupayakan oleh penyelenggara.

Taufan bilang, RPOJK ini merupakan sebuah penantian yang diharapkan dapat memajukan serta mengembangkan inovasi pada sektor fintech pendanaan.

Oleh sebab itu, pihaknya sangat mendukung langkah OJK untuk selalu mengembangkan dan memperbaiki regulasi yang ada serta dapat meningkatkan kualitas industri fintech P2P lending.

Ia berharap, RPOJK dapat dibuat dengan mengedepankan principal based approach. Sehingga dapat menghasilkan ketentuan yang mengedepankan esensi-esensi prinsip indsutri.

“Dengan pertimbangan bahwa penyelenggara tidak menghimpun atau mengelola dana masyarakat serta bisnis model penyelenggara yang bersifat start up yang dapat bergerak cepat dan efisien,” tambahnya.

Menaruh Harapan Pada POJK Baru

Hal yang sama diutarakan oleh Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah. Ia berharap RPOJK LPBBTI ini dapat memberikan semangat baru kepada para penyelenggara maupun anggota dengan mendukung pengembangan fintech.

Terlebih, mendorong inklusi keuangan serta membuka kemungkinan-kemungkinan pengembangan fintech juga memperluas pembiayaan sampai ke pelosok daerah di Indonesia.

“Kami terus berkomitmen untuk terus mengembangkan industri LPBBTI. Sebagai langkah awal, AFPI pun telah bekerja sama dengan DailySocial untuk melakukan riset yang memberikan data dan input mengenai industri fintech P2P lending, termasuk bagaimana industri tumbuh ke depannya,” jelasnya.

Hingga saat ini, total penyelenggara fintech lending yang terdaftar di OJK dan menjadi anggota AFPI berjumlah 153 perusahaan yang terbagi dalam tiga sektor pembiayaan, yakni produktif, multiguna (konsumtif) dan syariah.

Sementara itu, terdapat 57 perusahaan fintech lending yang fokus di pinjaman sektor produktif, 30 start up di sektor konsumtif, dan 6% fokus ke pinjaman syariah, sisanya campuran. (SKO)