3 Situs Budaya yang Hancur Akibat Perang
- Kadang-kadang, peperangan tidak hanya menimbulkan korban jiwa, namun juga situs-situs budaya yang hancur.
Destinasi & Kuliner
JAKARTA - Peperangan selalu memberikan dampak buruk baik bagi yang kalah ataupun pemenangnya. Kadang-kadang, peperangan tidak hanya menimbulkan korban jiwa, namun juga situs-situs budaya yang hancur.
Sebenarnya, merusak situs budaya merupakan salah satu kejahatan perang. Hal itu juga tertuang pada Konvensi Den Haag 1954 untuk Perlindungan Properti Budaya dalam Peristiwa Konflik Bersenjata. Namun walau sudah menjadi kesepakatan bersama, situs-situs tersebut tetap saja terkena imbas perang baik secara sengaja ataupun tidak.
Dilansir dari History.com, berikut adalah 3 situs budaya yang hancur akibat perang.
- Mantan PM Jepang Dorong Solidaritas Pertahanan untuk Taiwan
- Budi Arie Usul Revisi UU Keterbukaan Informasi Publik
- Melihat Langkah-Langkah Taspen Life Sejahterakan Pegawai
1. Kota Tua Dubrovnik, Kroasia
Kota yang dibangun pada abad 7 masehi ini ketika suku-suku Romawi dan Slavia mulai menetap di tepi Laut Adriatik. Seiring waktu, kota ini tumbuh menjadi pusat perdagangan yang kuat, dan pada abad ke-19, Lord Byron menggambarkannya sebagai "Permata Laut Adriatik". Pada tahun 1979, badan Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) secara resmi mengakui bagian "Kota Tua" atau "Old City" atau “Old Town” Dubrovnik sebagai Warisan Dunia.
Kota ini mengalami kerusakan parah akibat peristiwa yang dikenal sebagai Pengepungan Dubrovnik, salah satu bagian perang Yugoslavia pada 1991 hingga 1992. Lebih dari dua pertiga bangunan Kota Tua terkena proyektil, dan tiga hancur lebur oleh api.
Namun saat ini UNESCO telah mengupayakan restorasi besar-besaran untuk mengembalikan situs budaya ini.
2. Buddha Bamyan, Afghanistan
Dulunya Patung Buddha Bamyan merupakan patung Buddha paling tinggi di seluruh dunia. Dipahat di sisi tebing pada abad keenam, patung-patung Buddha ini dengan cepat menjadi tempat yang dianggap suci. Pada tahun 629 masehi, seorang musafir asal negeri China bernama Xuanzang mencatat bahwa ribuan biksu berkumpul di dekat patung-patung tersebut.
Pada 2001, Taliban menghancurkan patung tersebut dengan cara mengebomnya. Proses tersebut dikabarkan membutuhkan waktu hingga beberapa minggu. Penghancuran tersebut merupakan perintah dari Mullah Mohammed Omar yang memerintahkan menghancurkan patung-patung berhala di Afghanistan.
3. Masjid Djinguereber Timbuktu, Mali
Pada abad ke-14, di bawah pemerintahan manusia paling kaya yang pernah hidup, Mansa Musa, Kekaisaran Mali mendirikan Masjid Djinguereber di Timbuktu. Masjid ini dibangun menggunakan bahan tanah dan kayu yang telah diolah, dan hingga saat ini, bangunan ini masih memainkan peran penting dalam kehidupan kota tersebut.
Masjid ini pernah dirusak oleh kelompok militan bernama Ansar Dine. Kelompok ini menghancurkan hampir semua mausoleum atau makam 333 wali legendaris Timbuktu. Bagi para ekstrimis ini, Islam kuno yang diterapkan di Timbuktu adalah penyimpangan karena masih berdampingan dengan takhayul dan sihir.
Pada tahun 1977, komunitas internasional memperkuat upaya perlindungan ini melalui penambahan protokol ke Konvensi Jenewa 1949. Dalam Pasal 53 protokol ini, ditegaskan untuk melarang tindakan permusuhan apa pun yang bertujuan merusak monumen bersejarah, karya seni, atau tempat ibadah yang memiliki nilai warisan budaya atau spiritual bagi suatu komunitas.