3 Wisata Religi yang Mengesankan di Kota Salatiga
- Salatiga merupakan kota yang penuh dengan cerita dan makna. Di tengah hiruk-pikuk modernitas, kehadiran sejarah yang mengesankan masih bersinar. Salah satunya adalah wisata religinya.
Destinasi & Kuliner
JAKARTA - Terletak di jalur regional Jawa Tengah yang menghubungkan Semarang dan Surakarta, Salatiga memiliki ketinggian antara 450 hingga 800 meter di atas permukaan laut.
Salatiga merupakan kota yang penuh dengan cerita dan makna. Di tengah hiruk-pikuk modernitas, kehadiran sejarah yang mengesankan masih bersinar. Salah satunya adalah wisata religinya.
Wisata religi merupakan wisata yang terkait dengan sejarah, tokoh-tokoh bersejarah, dan tempat-tempat ibadah. Berikut rekomendasi wisata religi di Salatiga yang dapat Anda kunjungi saat liburan.
Nyai Kopek
Nyai Kopek memiliki peran penting dalam menyebarkan ajaran agama Islam di Salatiga dan berkontribusi dalam mendidik warga Pancuran agar menjadi lebih baik. Dulu, kawasan Pancuran dikenal dengan sebutan “kampung bromocorah” yang identik dengan kelompok preman.
- Bluebird Run & Ride, Dukung Ekonomi Biru dengan Konversi Setiap Kilometer
- Rp146,98 Triliun untuk Penyelesaian Infrastruktur Prioritas 2024
- Hero Raih Laba Rp132 Miliar Berkat Jualan Aset Ex Giant
Namun, saat ini kampung tersebut telah mengalami perubahan menjadi lingkungan yang penuh dengan nilai-nilai keagamaan, dan masyarakatnya telah mengembangkan bakat seni mereka dengan tingkat kecakapan yang tinggi.
Saat itu, Nyai Kopek melakukan dakwah agama Islam di daerah Pancuran dan sekitarnya di Salatiga. Sementara suaminya, Ki Sekar Gadung Melati, mengajar ajaran agama Islam di wilayah Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang.
Setelah Nyai Kopek meninggal, dia dikebumikan di Pancuran, sementara suaminya dikebumikan di Desa Sukoharjo, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang, yang terletak sekitar enam kilometer dari makam Nyai Kopek.
Transformasi yang terjadi di Kampung Pancuran ini juga mendapatkan penghargaan dari Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Ganjar mengakui kegembiraannya atas perubahan lingkungan kampung yang sebelumnya dikenal sebagai tempat yang dipenuhi preman, tetapi sekarang telah berubah menjadi lingkungan yang bersih, nyaman, dan tertata dengan baik.
Menurut Pemerhati Sejarah dan Budaya Kota Salatiga, Edi Supangkat, dalam catatan sejarahnya, Nyai Kopek merupakan tokoh di lingkungan Kasunanan Surakarta di mana wilayah ini masih berada di bawah pengaruh pemerintahan kolonial Belanda.
Pada masa itu, di lingkungan Kasunanan, terdapat dua kelompok yang berbeda pendapat mengenai kolonial Belanda, yaitu yang mendukung Belanda (pro kolonial) dan yang menentang Belanda (kontra kolonial).
Makam Damarjati
Kiai Sirojudin atau Damarjati merupakan panglima perang dari Kerajaan Mataram. Ia tiba di Salatiga bersama dengan Kiai Ronosentiko pada tahun 1826 Masehi. Kedua panglima perang dalam pasukan Pangeran Diponegoro ini tiba di Salatiga selama upaya perang gerilya melawan penjajah Belanda.
Dalam upaya melawan penjajah, keduanya menggunakan taktik perang gerilya yang dikenal sebagai “ngayam alas.” Agar gerak-gerik tidak diketahui Belanda, ketika mereka mendirikan perkampungan baru di Dukuh Krajan, Kiai Sirojudin menggunakan nama samarannya, yaitu Kiai Damarjati.
Tidak hanya itu, Kiai Sirojudin juga membangun sebuah langgar (masjid) yang diberi nama Damarjati. Langgar ini didirikan dengan tujuan untuk menyebarkan ajaran agama Islam. Selain itu, masjid tersebut juga digunakan sebagai tempat untuk berdiskusi dan merencanakan strategi dalam perlawanan melawan penjajah Belanda.
Hingga saat ini, nama besar Kiai Damarjati tetap diingat oleh penduduk Kota Salatiga dan daerah lainnya. Hingga saat ini makam Kiai bernama asli Sirojudin, yang terkenal sebagai pahlawan kemerdekaan Indonesia dan juga sebagai pendukung penyebaran agama Islam di Salatiga, masih sering dikunjungi oleh masyarakat.
Kelenteng Hok Tek Bio
Klenteng Hok Tek Bio, terletak di Kota Salatiga, merupakan bangunan bersejarah yang menjadi bukti penting dari penyebaran ajaran agama Buddha. Dalam pembangunan klenteng ini, diyakini menganut ajaran Tri Dharma, yang mencakup campuran ajaran Buddha, Khong Hu Cu, dan Taoisme.
Lokasi Hok Tek Bio terletak di Jalan Letjen Sukowati, Salatiga. Penyebaran agama Buddha sendiri telah ada sejak lama, dan buktinya terlihat dalam penemuan arca-arca, lingga yoni, dan prasasti dengan motif Hindu/Buddha di berbagai daerah.
Dengan didirikannya Klenteng Hok Tek Bio, juga menunjukkan kedatangan pengaruh Tionghoa ke Kota Salatiga. Meskipun belum ada informasi pasti mengenai kapan pengaruh komunitas Tionghoa mulai merambah Salatiga, para sejarawan meyakini bahwa pengaruh tersebut mungkin masuk seiring perpindahan masyarakat Tionghoa ke arah Surakarta (Solo) pada tahun 1740-1741.
Penggunaan kombinasi warna merah dan kuning keemasan pada Hok Tek Bio memiliki makna simbolis. Warna merah mencerminkan kebahagiaan dan kesuksesan, sedangkan warna kuning keemasan melambangkan aspek keagamaan dan spiritual.
Ketika Anda mengunjungi Kota Salatiga, Anda dapat menjelajahi klenteng ini, yang sering kali menampilkan pertunjukan wayang dari kain. Selain itu, pada acara khusus atau perayaan besar, Anda bisa menyaksikan pertunjukan barongsai atau wayang potehi di klenteng ini.
Klenteng Hok Tek Bio memiliki sembilan altar yang digunakan untuk pemujaan, khususnya bagi masyarakat yang beragama Hindu.
Ruang utama digunakan sebagai tempat ibadah kepada Tuhan yang Maha Esa (Thian Than). Di ruang tengah, terdapat altar Dewa Bumi (Hok Tek Cing Sien) dan dewa-dewa lain beserta pengawalnya. Di sisi timur bangunan, terdapat dua ruang penyembahan untuk Dewi Welas Asih (Mak Co Kwan Im) dan Dewa Rezeki.
Banyak ruangan yang berfungsi sebagai tempat peribadatan. Salah satu keunikan interior bangunan adalah hiasan tampa bulat dari bambu yang menggantung di langit-langit ruang penyembahan Dewa Bumi.
Adanya tampa bulat berwarna hitam di ruangan tersebut memiliki tujuan untuk mengingatkan manusia agar tidak bersumpah palsu ketika berada di dalam klenteng. Hal ini disebabkan karena orang yang bersumpah palsu akan menghadapi risiko dan konsekuensi yang serius.
Saat mengunjungi Klenteng Hok Tek Bio, diharapkan pengunjung akan mengikuti tata tertib yang ada sebagai bentuk penghargaan terhadap tempat ibadah umat Hindu/Buddha.
Itulah 3 wisata sejarah yang ada di Salatiga. Jika Anda sedang berlibur di sini, jangan lupa untuk mengunjungi salah satu atau ketiga tempat tersebut.