<p>Ilustrasi rumah murah bersubsidi dalam program Tapera. / Facebook @ppdpp.pupr</p>
Industri

36 Persen Rumah Subsidi Tak Dihuni Karena Tidak Layak

  • JAKARTA – Rumah subsidi berskema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) dinilai masih belum efektif dan efisien. Data yang kurang akurat menjadi penghambat keberhasilan pemerintah dalam menyediakan rumah layak huni untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Joga mengatakan perbedaan data antara pemerintah pusat dengan daerah menjadi hal yang membuat pembangunan rumah […]

Industri
wahyudatun nisa

wahyudatun nisa

Author

JAKARTA – Rumah subsidi berskema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) dinilai masih belum efektif dan efisien. Data yang kurang akurat menjadi penghambat keberhasilan pemerintah dalam menyediakan rumah layak huni untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Joga mengatakan perbedaan data antara pemerintah pusat dengan daerah menjadi hal yang membuat pembangunan rumah subsidi menjadi tidak tepat sasaran.

“Harusnya ada data yang akurat antara pemerintah pusat dan daerah secara online. Begitu daerah input data, data yang diterima pusat juga sama. Makanya, perbedaan data membuat akurasi rencana pembangunan tidak pernah selesai, sehingga backlog setiap tahun itu semakin naik,” kata Nirwono kepada reporter TrenAsia.com, Rabu, 1 juli 2020.

Menurut data Bank Dunia atau World Bank, Pada 2017, ada 36% rumah subsidi yang tidak dihuni. Alasan utamanya adalah 44% karena kondisi infrastruktur dasar yang buruk, 27% karena kualitas konstruksi yang buruk, serta 17% karena kurangnya listrik dan air bersih.

Sinergi Jadi Kunci

Oleh karena itu, Nirwono mengungkapkan untuk membangun rumah subsidi yang layak huni serta memiliki fasilitas dasar tersebut, pemerintah seharusnya melakukan sinergi antar program satu sama lain.

“Selama ini program pemerintah cenderung jalan sendiri-sendiri. Misalnya program pembangunan rumahnya ke arah B, tapi pihak pekerjaan umum membangun jalan ke arah C, pihak PLN bangun jaringan listriknya ke arah D, dan program pembangunan air bersihnya ke arah E,” tutur Nirwono.

Dikatakannya, pemerintah daerah memegang peranan besar untuk ini. Karena informasi kebutuhan rumah subsidi, jumlah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), lokasi yang tepat, maupun informasi akurat lainnya itu yang mengetahui adalah pemerintah daerah itu sendiri.

“Harusnya begitu lokasi pembangunan rumah subsidi ditentukan, maka kebijakan dari pemerintah daerah tersebut mengarahkan seluruh rencana program pembangunan di daerahnya itu diarahkan ke lokasi pembangunan itu. Jadi semua itu terpadu sesuai dengan arahan pemerintah daerah,” jelasnya. (SKO)