boeing.jpg
Dunia

4 Bulan Pertama 2024, Boeing Tekor Rp5,7 Triliun

  • Laporan keuangan Boeing kuartal pertama 2024 yang dirilis 24 April mengungkapkan menghasilkan pendapatan US$16,6 miliar (Rp269 triliun)  selama tiga bulan pertama tahun ini. Turun 8 persen  dari angka tahun lalu sebesar US$17,9 miliar.

Dunia

Amirudin Zuhri

JAKARTA- Pada kuartal pertama 2024 Boeing mengalami kerugian sebesar US$355 juta atau sekitar Rp5,7 triliun (kurs Rp16.200). Situasi yang disebabkan oleh kekhawatiran akan keselamatan yang sangat besar, dan diikuti oleh perlambatan tingkat produksi pesawat berbadan sempit. 

Namun angka tersebut masih menunjukkan peningkatan bagi perusahaan yang berkantor pusat di Arlington, Virginia. Pada periode yang sama tahun lalu, Boeing membukukan kerugian sebesar US$425 juta. 

Laporan keuangan  Boeing  kuartal pertama 2024  yang dirilis  24 April  mengungkapkan menghasilkan pendapatan US$16,6 miliar (Rp269 triliun)  selama tiga bulan pertama tahun ini. Turun 8 persen  dari angka tahun lalu sebesar US$17,9 miliar. 

 “Hasil kuartal pertama kami mencerminkan tindakan segera yang kami ambil untuk memperlambat produksi 737 guna mendorong peningkatan kualitas,” kata kepala eksekutif Dave Calhoun dikutip dari Flightglobal Jumat 26 April 2024. 

“Kami akan meluangkan waktu yang diperlukan untuk memperkuat sistem manajemen kualitas dan keselamatan kami dan pekerjaan ini akan memposisikan kami untuk masa depan yang lebih kuat dan stabil.”

Hasilnya adalah gambaran  beragam bagi Boeing saat mereka berupaya  memulihkan kegagalan dalam penerbangan pada  5 Januari 2024. Masalah terjadi  pada penutup pintu kabin tengah Boeing 737 Max 9 milik Alaska Airlines. Sebuah  peristiwa yang menurut para penyelidik diakibatkan oleh kegagalan badan pesawat dalam memasang baut pintu.

Boeing telah memberikan Alaska US$160 juta sebagai kompensasi atas peristiwa tersebut  dan juga penghentian sebagian besar armada global Max 9. 

Kecelakaan tersebut terbukti menjadi peristiwa seismik bagi Boeing dan industri penerbangan secara keseluruhan. Federal Aviation Administration (FAA) membatasi produksi 737 menjadi 38 pesawat per bulan. Meskipun  dilaporkan Boeing sebenarnya memproduksi jet berbadan sempit jauh lebih sedikit dari itu.  Perusahaan  juga memberlakukan perombakan manajemen yang telah lama diserukan oleh para kritikus. 

Calhoun menegaskan bahwa perusahaan sedang memperbaiki keadaan dan mempersiapkan diri untuk kesuksesan jangka panjang.  “Kami sudah mulai melihat tanda-tanda waktu siklus yang lebih dapat diprediksi dan berkurang di pabrik kami sebagai hasil dari peningkatan standar kendali mutu ini,” katanya. 

Dengan pengiriman pesawat turun menjadi 83, dibandingkan dengan 130 pada kuartal pertama tahun 2023, pendapatan yang dihasilkan  Boeing Commercial Airplanes turun 31 persen menjadi US$4,7 miliar dari US $6,7 miliar pada tahun sebelumnya. 

“Selama kuartal tersebut, program 737 memperlambat produksi di bawah 38 per bulan untuk melakukan perbaikan pada sistem manajemen mutu dan mengurangi pekerjaan yang harus dilalui di dalam pabrik dan rantai pasokannya,” kata perusahaan tersebut.

 Selain itu,  Boeing Commercial Airplanes sedang menerapkan rencana aksi komprehensif untuk mengatasi masukan dari audit FAA terhadap produksi 737. 

Boeing menerima 125 pesanan pesawat komersial selama periode tersebut. Mereka  termasuk 85 Max 10 untuk American Airlines dan 28 777X. Pesananan datang dari  berbagai pelanggan, dengan  Ethiopian Airlines  memesan delapan jenis pesawat tersebut. Baik Max 10 dan 777X belum disertifikasi oleh FAA. 

Kabar Positif

Di sektor pertahanan, Boeing  Defense and Space  memperoleh keuntungan selama periode tersebut. Mereka melaporkan laba sebesar US$151 juta dan pendapatan sebesar US$7 miliar. Margin operasinya meningkat lebih dari 2%, terutama didorong oleh volume yang lebih tinggi dan peningkatan kinerja. 

Berita positif lainnya adalah Boeing membuat kemajuan dalam menyelesaikan inventaris pesawat 737 dan 787. Pada  31 Maret, Boeing memiliki sekitar 110 unit 737 Max 8 yang dibuat sebelum tahun 2023 yang masih menunggu pengiriman. Terutama untuk pelanggan maskapai penerbangan di China dan India. Jumlah itu berkurang sekitar 30 pesawat dibandingkan pada akhir tahun 2023.

 “Pada akhir tahun ini,” kata Calhoun, “Kami berharap dapat mengirimkan sebagian besar inventaris 737 dan 787 kami, yang secara efektif menutup dua pabrik bayangan besar kami.”