40 PP dan 5 Perpres Turunan UU Cipta Kerja Jadi PR Besar Jokowi
Ia melihat potensi masalah kembali saat Presiden meminta diterbitkannya seluruh peraturan turunan tersebut dalam satu bulan.
Nasional
JAKARTA – Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah melihat adanya tantangan besar bagi Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan kurang lebih 40 Peraturan Pemerintah (PP) dan 5 Peraturan Presiden (Perpres) sebagai aturan turunan dari Undang-undang Cipta Kerja ini.
Ia melihat potensi masalah kembali saat presiden meminta diterbitkannya seluruh peraturan turunan tersebut dalam satu bulan.
“Kalau dalam UU disebutkan waktu tiga bulan untuk menerbitkan kurang lebih 40 PP dan 5 Perpres, dan presiden meminta selesai dalam satu bulan. Ini bisa jadi masalah sendiri,” ujarnya dalam sebuah diskusi virtual, Senin 12 Oktober 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Beberapa Peraturan Pemerintah yang akan menjadi sorotan, menurutnya adalah soal pengupahan sebagai revisi PP Nomor 78 Tahun 2015.
“Nanti ada UMR (upah minimum regional), UMP (upah minimum provinsi), UMK (upah minimum kabupaten/kota), disinggung di sana nanti agak alot, karena presiden minta buruh dilibatkan nanti akan alot lagi,” paparnya.
Selain itu, lanjut Trubus, yang bisa memunculkan persoalan lain adalah PP soal Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Negara, kata dia, ikut hadir dalam menanggung pesangon karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Ada pertanyaan jaminannya dalam bentuk pelatihan. Ini pelatihan jenis apa? Apa sama dengan Kartu Prakerja yang amburadul atau yang lain?” tandasnya.
Kemudian, yang ia soroti juga terkait pertanggungjawaban pemerintah kepada pekerja yang di-PHK sampai mendapat pekerjaan baru. Ia menegaskan hal ini akan berimplikasi terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Jangan sampai jadi anggaran fiktif. Kemudian ada pertanyaan soal pendanaan peserta apakah sama dengan di BPJS atau bagaimana?” tanya Trubus. (SKO)