Waspada! Teknologi AI Dapat Memudahkan Peretas Mencuri Password Anda
Tekno

41 Persen Organisasi APAC Melihat Kecerdasan Buatan sebagai Ancaman Keamanan yang Besar

  • Studi mengungkapkan bahwa 41% organisasi di APAC melihat GenAI sebagai ancaman keamanan yang lebih besar dibandingkan peluang yang ditawarkannya.

Tekno

Idham Nur Indrajaya

 JAKARTA – Peningkatan adopsi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) generatif (GenAI) di Asia Pasifik menimbulkan kekhawatiran serius terkait keamanan di kalangan organisasi Asia Pacific Accreditation Cooperation (APAC) berdasarkan hasil studi terbaru dari Forrester Consulting yang dilakukan atas nama Tenable®, Inc., perusahaan manajemen eksposur. 

Studi mengungkapkan bahwa 41% organisasi di APAC melihat GenAI sebagai ancaman keamanan yang lebih besar dibandingkan peluang yang ditawarkannya. Lebih lanjut, lebih dari setengahnya (51%) berpendapat bahwa GenAI akan meningkatkan kecanggihan serangan phishing

Kekhawatiran Lebih Tinggi di APAC Dibandingkan Rata-Rata Global 

Di wilayah APAC, 56% responden menyatakan kekhawatiran terhadap potensi penyalahgunaan GenAI. Kekhawatiran ini lebih menonjol di APAC dibandingkan dengan rata-rata global yang hanya 50%. 

Selain itu, lebih dari sepertiga (35%) organisasi di APAC setuju bahwa GenAI memiliki potensi untuk secara signifikan memperluas permukaan serangan mereka, angka yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata global sebesar 32%. 

Rendahnya Tingkat Kepercayaan Terhadap Kemampuan Mengelola GenAI 

Studi yang berjudul "How to Discover, Analyze and Respond to Threats Faster with Generative AI" ini dilakukan pada Oktober 2023 oleh Forrester Consulting atas permintaan Tenable, dengan melibatkan 826 pemimpin IT dan keamanan siber secara global, termasuk 207 responden dari wilayah APAC. 

Studi ini juga mengungkapkan bahwa hanya 10% responden di APAC yang sangat yakin akan kemampuan organisasi mereka dalam memanfaatkan GenAI untuk meningkatkan keamanan siber. 

Tingkat kepercayaan yang rendah ini terutama mencolok karena merupakan yang terendah di antara wilayah lainnya dan berada di bawah rata-rata global sebesar 17%. Hal ini menunjukkan tantangan yang lebih luas yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan di APAC dalam mengimplementasikan dan mengelola teknologi AI secara efektif. 

Baca Juga: Menilik Dampak Kecerdasan Buatan untuk Sektor Keuangan, Salah Satunya Berpotensi Tingkatkan Laba

Penggunaan AI untuk Keamanan Siber di APAC 

Meskipun demikian, para responden di APAC masih secara aktif berupaya menggunakan AI untuk berbagai tujuan keamanan siber. Tiga penggunaan utama yang diindikasikan oleh responden saat ini adalah pelatihan dan peningkatan keterampilan keamanan siber (51%), deteksi ancaman otomatis (47%), dan pelaporan/pemberitahuan otomatis (48%). Aplikasi-aplikasi ini menyoroti pendekatan strategis kawasan ini dalam mengatasi kekurangan keterampilan dan tuntutan operasional melalui AI. 

Pentingnya Pendekatan Seimbang dalam Integrasi GenAI 

Nigel Ng, Senior Vice President Asia Pacific dan Jepang, mengatakan bahwa integrasi GenAI dalam keamanan siber adalah hal yang tak terhindarkan dan akan membawa transformasi besar. 

Sementara GenAI merangkum wawasan dari manajemen kerentanan, keamanan cloud, aplikasi web, dan eksposur identitas, yang memungkinkan organisasi untuk memahami risiko mereka dari perspektif seorang penyerang, teknologi ini juga memperkenalkan kompleksitas dan risiko baru yang harus dikelola dengan cermat. 

Dengan memanfaatkan GenAI untuk deteksi ancaman dan respons otomatis, tim keamanan dapat menciptakan infrastruktur keamanan siber yang lebih tangguh dan lebih siap menghadapi lanskap ancaman yang terus berkembang. 

"Untuk menghadapi realitas ganda ini, organisasi perlu mengadopsi pendekatan yang seimbang. Ini mencakup tidak hanya mengimplementasikan solusi berbasis GenAI tetapi juga memastikan adanya tata kelola yang kuat dan pemantauan yang berkelanjutan. Dengan strategi yang bijaksana dan proaktif, kita dapat memanfaatkan potensi penuh GenAI untuk melindungi aset digital kita dan memastikan keamanan jangka panjang," ujar Ng melalui keterangan tertulis yang diterima TrenAsia, Selasa, 13 Agustus 2024.