5 Alasan Rights Issue Bank Digital Menarik bagi Investor Asing
- Emiten bank digital atraktif melakukan aksi korporasi penambahan modal pada tahun ini.
Industri
JAKARTA - Emiten bank digital atraktif melakukan aksi korporasi penambahan modal pada tahun ini. Transformasi digital di jantung segala industri ini diyakini menarik minat investor asing.
Sejumlah bank digital yang tengah melakukan aksi rights issue antara lain PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB), PT Bank Amar Indonesia Tbk (AMAR), PT Bank Raya Tbk (AGRO), hingga Bank Allo Tbk (BBHI).
Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan ekosistem digital Indonesia yang tengah berkembang pesat membuat investor kepincut dengan emiten bank digital.
Terlebih, regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Bank Indonesia (BI) sudah mengejar ketertinggalan dengan industri lewat penerbitan beleid yang memperkuat eksistensi bank digital di Indonesia.
- Kerek Suku Bunga, Laba Bersih FIF Group Terungkit jadi Rp948 Miliar pada Semester I-2021
- Penyaluran PNBP Perikanan Untuk Pembangunan Sektor Kelautan dan Kesejahteraan Nelayan
- Delta Dunia Makmur (DOID) Akuisisi Kontraktor Tambang Australia Senilai Rp1,56 Triliun
Tidak hanya itu, Bhima bilang setidaknya ada lima daya tarik utama bank digital di mata investor asing.
Pertama, pangsa pasar yang masih belum banyak tergarap. Hal ini dapat ditengok dari tingginya masyarakat yang masih unbankable.
Bank digital bisa mengambil segmen unbanked yang berada di lokasi yang tidak memungkinkan secara operasional untuk bank tradisional, asalkan lokasi tersebut memiliki koneksi internet.
"Ada juga segmen unbanked yang berada di kategori menengah bawah atau tidak memiliki jaminan pengajuan kredit bisa difasilitasi dengan pembiayaan dengan personal guarantee atau jaminan lain seperti invoice financing,” ucap Bhima kepada TrenAsia.com, Selasa, 12 Oktober 2021.
Menurut riset Google, Bain, dan Temasek yang bertajuk e-Conomy SEA 2019, sebanyak 92 juta penduduk Indonesia masih unbanked. Riset lain dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) membeberkan setidaknya hanya 26% pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang telah mendapat akses perbankan.
Kedua, karakteristik bank digital juga cocok dengan pangsa pasar masyarakat menengah. Hal ini bisa terjadi karena bank digital, sebagian besar, telah terkoneksi dengan layanan investasi.
“Berbagai kalangan ingin berinvestasi di aset yang aman, bisa dipantau 24 jam, dan menghasilkan keuntungan yang menarik. Bank digital kan punya fasilitas investasi juga, reksa dana pasar saham atau fasilitas pembelian surat utang pemerintah. Ini bisa dimanfaatkan oleh bank digital sebagai fee based income,” jelas Bhima.
- Harga CPO Rekor Tertinggi Sepanjang Masa tapi Harga Saham Emiten Sawit Belum Terbang
- Buat Aturan Main Bank Digital, OJK Bakal Fokus Pada Empat Masalah Ini
- Shopee Buka Kantor di Solo, Targetkan Serap 2.000 Tenaga Kerja
Dirinya pun menyebut aplikasi bank digital yang telah memiliki fitur investasi dan intermediasi lebih diuntungkan. Pasalnya, solusi holistik dalam satu aplikasi disebut lebih disukai masyarakat Indonesia.
Ketiga, efisiensi cost dengan tidak harus melakukan pembukaan kantor cabang. Efisiensi ini disebut bisa mengalihkan dana pembukaan cabang kepada pos lain, misalnya ekspansi kredit.
“Pada awal berdirinya bank digital, biaya investasi untuk teknologi seperti infrastruktur sistem digital, aplikasi, credit scoring memang relatif lebih mahal dibanding bank tradisional. Jadi wajar sebenarnya adanya kenaikan biaya operasional di tahun awal, tapi seiring berjalannya waktu bank digital akan jauh lebih efisien dibanding bank tradisional,” ucap Bhima.
Keempat, restu dari regulator. Seperti diketahui, OJK telah menerbitkan Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum yang diterbitkan pada Kamis, 19 Agustus 2021.
Beleid anyar itu telah memberi restu operasional bank digital bisa dilakukan tanpa kantor fisik. Otoritas pengawas hanya mendorong bank digital untuk meningkatkan modal inti menjadi Rp3 triliun pada 2022 dan Rp10 triliun untuk bank umum baru.
Kelima, penetrasi internet yang semakin tinggi di Indonesia. Fundamental ini dinilai membaik seiring angka penggunaan internet yang meningkat 11% dari 175,4 juta pengguna pada 2020 menjadi 202,6 juta versi Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Bhima memaparkan, saat ini yang melakukan transaksi belanja online dan pembayaran digital banyak juga dari gen X. Fitur bank digital juga lengkap, misalnya soal split account untuk memisahkan dana tabungan menjadi per kebutuhan, ada alokasi khusus untuk tabungan pendidikan, uang jalan-jalan, uang untuk DP (down payment) rumah dalam satu aplikasi.
"Yang tidak ada di bank tradisional dan ini merupakan peluang bagi bank digital,” papar Bhima.