<p>Wakil Presiden Ma&#8217;ruf Amin /Foto:merahputih.com</p>
Industri

5 Langkah Ma&#8217;ruf Amin Siapkan RI Jadi Produsen Produk Halal Terbesar di Dunia

  • JAKARTA – Wakil Presiden Ma’ruf Amin sedang mempersiapkan Indonesia sebagai negara produsen produk halal terbesar dunia. Dalam webinar bertajuk “Indonesia Menuju Pusat Produsen Halal Dunia”, Abah hadir sebagai pembicara utama dan memaparkan strateginya untuk mencapai cita-cita besar tersebut. Merujuk data State of Global Islamic Economy Report 2019/2020, Ma’ruf menyebut bahwa potensi produk halal dunia kini […]

Industri
Fajar Yusuf Rasdianto

Fajar Yusuf Rasdianto

Author

JAKARTA – Wakil Presiden Ma’ruf Amin sedang mempersiapkan Indonesia sebagai negara produsen produk halal terbesar dunia.

Dalam webinar bertajuk “Indonesia Menuju Pusat Produsen Halal Dunia”, Abah hadir sebagai pembicara utama dan memaparkan strateginya untuk mencapai cita-cita besar tersebut. Merujuk data State of Global Islamic Economy Report 2019/2020, Ma’ruf menyebut bahwa potensi produk halal dunia kini tengah bertumbuh pesat.

Hal ini dapat terlihat dari data pengeluaran konsumen muslim dunia untuk produk halal pada 2018 yang mencapai US$2,2 triliun. Angka ini diprediksi bakal terus bertambah hingga US$3,2 triliun pada 2024.

“Tentunya hal ini merupakan potensi yang sangat besar yang harus dimanfaatkan peluangnya oleh Indonesia,” imbuh Ma’ruf, Sabtu, 24 Oktober 2020.

Wapres menuturkan, saat ini Indonesia merupakan pasar yang sangat menentukan dalam perdagangan produk halal dunia. Hal tersebut dapat terlihat dari tingginya populasi di Tanah Air yang sebanyak 267 juta jiwa dengan jumlah muslim mencapai 87%.

Namun sayangnya, hingga saat ini Indonesia masih berperan sebagai konsumen produk halal. Bahkan menjadi yang terbesar di antara negara-negara mayoritas muslim lainnya.

Di tahun 2018 saja, Indonesia membelanjakan sedikitnya US$214 miliar untuk produk halal. Setara dengan 10% pangsa pasar untuk produk halal dunia.

“Indonesia masih banyak mengimpor produk-produk halal dari luar negeri. Indonesia selama ini hanya menjadi konsumen dan ‘tukang stempel’ untuk produk halal yang diimpor,” ungkapnya.

Kawasan Industri Halal

Untuk itu, Ma’ruf pun mengaku bahwa dirinya telah menyiapkan sejumlah strategi untuk dapat mengatasi tantangan tersebut.

Pertama, menguatkan industri produk halal melalui pembentukan kawasan-kawasan industri halal maupun zona-zona halal di dalam kawasan industri yang sudah ada. Dengan begitu, kata dia, kapasitas produk halal Indonesia bisa meningkat dan semakin berkualitas, serta berdaya saing global.

“Kawasan industri halal (KIH) yang tumbuh dan berkembang diharapkan akan menarik perhatian investor global untuk menjadikan Indonesia sebagai global hub produk halal dunia,” harapnya.

Terkait hal ini, pemerintah pun telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 17 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Memperoleh Surat Keterangan Dalam Rangka Pembentukan Kawasan Industri Halal.

Aturan ini, menurut Wapres, merupakan langkah awal yang baik untuk berkembangnya kawasan industri halal terpadu di Indonesia. Seluruh layanan yang berhubungan dengan kehalalan produk nantinya bakal berada dalam satu atap atau one stop service.

Sampai saat ini sudah ada dua kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan industri halal oleh Kemenperin. Pertama kawasan industri Modern Cikande Industrial Estate di Serang, Banten. Lalu SAFE n LOCK Halal Industrial Park di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

“Saya menerima laporan bahwa sudah ada 6 kawasan lagi yang mengajukan permohonan penetapan kawasan Industri halal,” paparnya.

Kodifikasi Data

Langkah strategis kedua adalah membangun data perdagangan industri produk halal terintegrasi. Melalui penyatuan database dan kodifikasi untuk mensinergikan data sertifikasi produk halal dengan data perdagangan dan ekonomi, diharapkan statistik data perdagangan dan penganggaran APBN untuk pengembangan industri produk halal dapat terlaksana dan termonitor dengan baik.

“Saat ini data-data produksi maupun nilai perdagangan produk halal Indonesia belum terefleksi dengan jelas dalam management information system (MIS) yang terintegrasi,” kata Wapres.

Untuk itu, Wapres meminta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian untuk dapat mengkoordinasikan hal ini dengan memaksimalkan peran Kementerian dan Lembaga dalam upaya kodifikasi produk halal Indonesia. Kementrian/lembaga yang dimaksud antara lain, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Badan Pusat Statistik, MUI dan BPJPH.

Optimalkan Sertifikasi

Selanjutnya, mengimplementasikan program sertifikasi halal produk ekspor secara kuat. Program sertifikasi halal produk ekspor yang diimplementasikan secara kuat akan menjadikan produk Indonesia diperhitungkan. Plus, memiliki daya saing global, membuka akses pasar secara lebih luas, serta menarik permintaan dari negara-negara tujuan ekspor.

“Sertifikasi produk halal ekspor diharapkan dapat dimaknai oleh para eksportir sebagai peningkatan nilai tambah dari produk mereka. Meningkatkan competitiveness yang berujung kepada meningkatnya nilai ekspor produk halal Indonesia. Dan tentunya akan memberikan kontribusi positif terhadap neraca perdagangan Indonesia,” paparnya.

Ketertelusuran

Langkah keempat, lanjut Wapres, adalah memperkuat sistem ketertelusuran halal (halal traceability). Caranya dengan membangun traceability produk halal mulai dari bahan mentahnya hingga produk akhir.

Bahan mentah itu bisa erupa hasil pertanian dan perkebunan, produk hewani/daging, produk perikanan dan sumber daya kelautan. Kemudian berlanjut ke produk setengah jadi, sampai dengan produk jadi/akhir yang siap pakai di tingkat konsumen.

Traceability ini baru dapat terlaksana melalui aksi nyata dengan sinergi dari semua pihak yang terlibat dalam halal supply chain,” ungkapnya.

Oleh karena itu, menurut Wapres, ketersediaan sistem jaminan produk halal harus meliputi semua proses produksi. Mulai dari pengemasan, penyimpanan, pengangkutan, baik laut, darat dan udara hingga jaringan pemasaran dengan standar sistem jaminan halal.

“Peran Kementerian Perdagangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Kamar Dagang Indonesia (KADIN) menjadi kunci keberhasilan terwujudnya traceability ini,” imbuhnya.

Substitusi Impor

Terakhir, langkah kelima adalah melakukan program substitusi impor dan mendorong perkembangan industri bahan substantif material halal pengganti (substitusi material nonhalal). Hal ini penting dilakukan untuk mengurangi nilai impor atas produk halal dari negara lain.

“Kemandirian atas material halal substitusi sebagai pengganti bahan nonhalal tersebut, juga akan mendorong berkembangnya industri UMKM Indonesia yang saat ini merupakan pemasok bahan baku industri,” ujarnya.

Terkait hal ini, Wapres menegaskan perlunya dilakukan upaya untuk meningkatkan kapasitas UMKM agar dapat mendukung Indonesia menjadi produsen halal terbesar di dunia.

“Pelaku usaha syariah skala mikro dan kecil, perlu didorong agar menjadi bagian dari rantai nilai industri halal global (Global Halal Value Chain) untuk memacu pertumbuhan usaha dan peningkatan ketahanan ekonomi umat,” pungkasnya.