Layar menampilkan pergerakan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis 12 Januari 2023. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Korporasi

5 Risiko di Pasar Saham pada Tahun 2023, Salah Satunya Penurunan Tajam Harga Komoditas

  • Investment Director Schroders Indonesia Irwanti mengatakan, tahun 2023 masih akan menjadi tahun yang solid bagi Indonesia. Akan tetapi, Schroders memperkirakan harga komoditas akan mengalami normalisasi sehingga berpotensi mengurangi pendapatan emiten dalam negeri.

Korporasi

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - PT Schroder Investment Management Indonesia memproyeksikan adanya lima risiko di pasar saham Indonesia pada tahun 2023.

Investment Director Schroders Indonesia Irwanti mengatakan, tahun 2023 masih akan menjadi tahun yang solid bagi Indonesia.

Akan tetapi, Schroders memperkirakan harga komoditas, khususnya batu bara, akan mengalami normalisasi sehingga berpotensi mengurangi pendapatan emiten dalam negeri.

"Kami memperkirakan tahun 2023 masih akan menjadi tahun yang solid bagi Indonesia meskipun tidak secerah tahun 2022. Sebagai permulaan, kami memperkirakan harga komoditas akan mulai mengalami normalisasi, terutama batu bara," ujar Irwanti acara Media Gathering: Market Outlook 2023 di Jakarta, Rabu, 18 Januari 2023.

Schroders pun mencatat ada lima risiko untuk kinerja pasar saham pada tahun 2023 dengan melihat situasi perekonomian yang tengah menyelimuti dunia.

Risiko yang pertama adalah tingkat inflasi yang tinggi sehingga dapat menekan daya beli lebih dari yang diprediksi.

"Namun, kami melihat inflasi lebih 'jinak' dari yang diperkirakan bahkan setelah kenaikan harga bahan bakar," kata Irwanti.

Risiko yang kedua adalah penurunan tajam harga komoditas yang akan menimbulkan risiko untuk pasar saham dan mata uang Indonesia.

Akan tetapi, Schroders memandang bahwa ketegangan geopolitik yang masih berlangsung akan membuat penurunan harga komoditas terjadi secara bertahap.

"Ketiga, perbaikan lanskap politik dan makro China, termasuk pembuatan kebijakan yang akan menarik uang asing kembali ke China," ujar Irwanti.

Untuk diketahui, sebelumnya PT Mirae Asset Sekuritas dalam risetnya sempat mengungkapkan bahwa pembukaan kembali aktivitas di China karena pelonggaran kebijakan COVID-19 telah berdampak pada penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Pasalnya, dengan pembukaan aktivitas pasar China dengan valuasi yang lebih murah, para investor asing pun beralih ke negeri Tirai Bambu dan mengurangi arus modal ke Indonesia.

Kemudian, risiko yang keempat adalah pemulihan sebelumnya di pasar AS, termasuk pembalikan kebijakan yang akan mendorong uang asing kembali ke negeri adidaya tersebut.

Faktor yang kelima sekaligus yang terakhir adalah potensi gangguan yang datang dari lanskap politik menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden pada tahun 2024.

Dalam kesempatan yang sama, Irwanti pun mengatakan bahwa sektor konsumsi dan perbankan akan menjadi penopang utama pertumbuhan pendapatan di pasar saham dalam negeri.

Prediksi tersebut didasari oleh pertumbuhan pinjaman yang meningkat, sedangkan sektor konsumen telah mengalami pemulihan marjin dari harga soft commodities yang lebih rendah.

Sementara itu, sektor teknologi dinilai Schroders masih berada di bawah tekanan karena tren suku bunga yang tinggi.

Akan tetapi, indikasi-indikasi dari bank sentral AS alias The Federal Reserve (The Fed) untuk melambatkan kenaikan suku bunga dapat menjadi sentimen positif untuk sektor ini.