Dunia

6 Fakta di Balik Kebangkrutan Silicon Valey Bank

  • Salah satu bank terbesar yang ada di Amerika Serikat, Silicon Valley Bank (SVB) bangkrut dan resmi ditutup oleh otoritas di California
Dunia
Rizky C. Septania

Rizky C. Septania

Author

WASHINGTON - Salah satu bank terbesar yang ada di Amerika Serikat, Silicon Valley Bank (SVB) bangkrut dan resmi ditutup oleh otoritas di California hanya dalam dua hari.  Kini, bank tersebut akhirnya diambil alih oleh pemerintah.

Keruntuhan (SVB)  memicu sejumlah kepanikan. Beberapa perusahaan modal ventura utama bahkan dilaporkan telah menyarankan perusahaan untuk menarik uang mereka dari bank tersebut. 

Perlu diketahui, runtuhnya SVB yang merupakan  pemain kunci dalam komunitas teknologi dan modal ventura ini membuat perusahaan dan individu yang sudah menjadi kilien tidak yakin apa yang nantinya akan terjadi pada uang mereka.

Perlu diketahui, banyak startup menyimpan uangnya di sana. Tak hanya dari AS, beberapa startup bahkan beroperasi di luar Amerika Serikat.

Berangkat dari latar belakang tersebut, berikut sejumlah fakta menarik dari kebangkrutan SVB yang terjadi hanya dalam hitungan jam.

1. Terkena Dampak Kenaikan suku bunga The Fed

Sebagaimana diketahui, bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga sebesar 450 basis points (bps) sejak pertengahan Maret 2022 atau setahun lalu menjadi 4,5-4,75%.

Kenaikan suku bunga membuat minat investor dalam membeli aset berisiko berkurang. Lonjakan suku bunga juga membuat ongkos pinjaman meningkat tajam.

Kondisi ini tentunya membebani banyak perusahaan start up yang merupakan klien utama SVB.

Kenaikan suku bunga kemudian membuat rencana penawaran saham perdana (IPO) banyak perusahaan stratup tertunda sehingga membuat pengumpulan dana melalui non-IPO lebih mahal.

2. Bank Besar Kedua AS yang Tumbang

Bank Silicon Valley menjadi bank kedua yang mengalami kerugian besar dalam sejarah AS setelah Washington Mutual pada puncak krisis keuangan satu dasawarsa lalu.

Sebagaimana diketahui, Silicon Valley Bank didirikan pada tahun 1983 di Santa Clara, California, Amerika Serikat. Pada masa keemasan startup, SBV menjadi perusaahan yang sangat cepat berkembang sekaligus menjadi salah satu bank untuk sektor teknologi.

Sebelum tumbang, SVB  menjadi bank Amerika Serikat terbesar yang ke-16 berdasarkan jumlah asetnya.

3. Masih Gunakan Old-fashioned banking

SVB menyimpan deposit dari para klien dan mengivestigasikan deposit tersebut pada aset-aset yang aman seperti obligasi yang cenderung lebih aman. Hal ini dilakukan lantaran  SVB masih  menganut pengelolaan dana yang kuno alias old-fashioned.

Sayangnya, beberapa waktu terakhir,  Bank Sentral AS Federal Reserve agresif menaikan suku bunga sejak 2022. Oleh sebab itu, imbal hasil obligasi AS terus mengalami penguatan dan membuat harga obligasi AS turun.

Secara normal, kondisi tersebut sebetulnya idak menjadi masalah. Sebab SVB cukup menunggu obligasi yang menjadi portofolionya jatuh tempo.

Namun, lantaran industri startup secara umum sedang efisiensi besar-besaran, aliran deposito ke dompet SVB ikut melambat. Yang terjadi,  para klien dari startup dan modal ventura ramai menarik uang mereka dari SVB.

SVB sebelumnya masih tampak stabil pada awal tahun. Akan tetapi, secara tiba-tiba SVB mengumumkan rencana penggalangan dana senilai US$1,75 miliar atau sekitar Rp27,13 triliun (asumsi kurs Rp15.300 per dolar AS)  untuk memperkuat modal.

4. Tak Lakukan Diversifikasi Klien

Masalah paling khusus dari SVB adalah perusahaan sangat terkonsentrasi pada bisnisnya. Sebagaimana diketahui, SVB melayani modal ventura dan private equity lantaran sektor itu telah berkembang dengan baik selama satu dekade terakhir.

SVB sangat terkonsentrasi dengan exposure yang tinggi pada satu industri yakni teknologi. Meski mengumpulkan cuan di awal,  hal itu kemudian malah  membuka risiko.

Ketika sektor teknologi memburuk, maka hal itu dengan cepat menjadi buruk juga bagi SVB.

5. Tergabung di Asuransi FDIC

Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) didirikan oleh pemerintah AS setelah periode Great Depression atau Depresi Hebat. Pada periode tersebut,  banyak bank bangkrut dan pelanggan mereka kehilangan semua uang mereka.

FDIC didirikan untuk melindungi konsumen yang menggunakan bank Amerika dan memberikan stabilitas pada sistem perbankan Amerika. Saat ini, hampir setiap bank di AS saat ini diasuransikan oleh FDIC, termasuk SVB.

Alhasil, jika nasabah memiliki uang di SVB, FDIC mengatakan nasabah akan mendapatkannya kembali paling lambat Senin pagi atau pada 13 Maret 2023, selama nilainya di bawah batas US$250.000 atau kisaran Rp3,8 miliar.

6. Terkenal Loyal dengan Startup

Kedekatan SVB dengan para pendiri perusahaan teknologi bisa dilihat dari pendekatan perusahaan yang cenderung fleksibel.  Salah satu cara untuk mengukur pengaruh SVB di dunia teknologi adalah dengan menghadiri konferensi teknologi di mana SVB sering kali menjadi sponsor utama.

Tidak seperti bank lain,  SVB bersedia bekerja dengan perusahaan rintisan teknologi dengan cara yang kemungkinan kurang digarap oleh bank lain. Sebagai contoh, SVB bersedia membantu karyawan awal sebuah startup mendapatkan pinjaman pribadi untuk sebuah rumah.

Paling tampak, SVB sangat fleksibel dalam meminjamkan uang kepada startup teknologi meskipun mereka tidak memiliki arus kas bebas. SVB juga sering bersedia bekerja dengan pendiri startup yang bukan warga negara AS.