6 Perbedaan Pola Pikir Orang Kaya dan Orang Miskin Menurut Psikologi
- Jalan menuju kesuksesan finansial sering dilalui dengan lebih dari sekadar kerja keras dan peluang. Psikologi memainkan peran penting dalam membentuk takdir ekonomi kita.
Rumah & Keluarga
JAKARTA – Jalan menuju kesuksesan finansial sering dilalui dengan lebih dari sekadar kerja keras dan peluang. Psikologi memainkan peran penting dalam membentuk takdir ekonomi kita.
Dilansir dari New Trader U, artikel akan membahas perbedaan psikologis penting antara pola pikir orang kaya dan orang miskin, menawarkan wawasan tentang bagaimana pola pikir kita dapat memengaruhi hasil keuangan kita. Yuk, simak!
Locus of Control: Menguasai Takdir Anda
Konsep lokus kendali sangat mendasar dalam memahami kesenjangan psikologis antara pola pikir orang kaya dan orang miskin. Mereka yang memiliki lokus kontrol internal percaya bahwa mereka memiliki kekuatan untuk memengaruhi hasil hidup mereka. Pola pikir ini lebih umum di antara mereka yang sukses secara finansial, yang memandang diri mereka sebagai arsitek takdir mereka.
- Kredivo Perluas Layanan di Segmen Ritel, Kini Paylater Bisa Dipakai di Ranch Market dan Farmers Market
- Rancangan Permenkes dan Dampaknya dalam Ciptakan Kemiskinan Baru
- Tak Hanya Pertamina, SPBU Shell hingga Vivo Kompak Turunkan Harga BBM
Sebaliknya, individu dengan lokus kontrol eksternal sering kali merasa bergantung pada kekuatan luar, perspektif yang lebih umum di antara mereka yang sedang berjuang secara finansial. Mereka mungkin mengaitkan keadaan mereka dengan keberuntungan, nasib, atau tindakan orang lain.
Perbedaan persepsi ini dapat berdampak signifikan pada perilaku dan hasil. Misalnya, seseorang dengan lokus kontrol internal mungkin menanggapi kehilangan pekerjaan dengan segera memperbarui keterampilan mereka dan berjejaring secara agresif. Pada saat yang sama, seseorang dengan lokus kontrol eksternal mungkin secara pasif menunggu peluang baru muncul.
Untuk menumbuhkan lokus kontrol internal, mulailah dengan mengidentifikasi area di mana Anda dapat memberikan pengaruh lebih besar dan mengambil tindakan yang disengaja untuk membentuk keadaan Anda.
Orientasi Sasaran: Menentukan Arah Menuju Kesuksesan
Orang kaya biasanya menetapkan tujuan yang jelas dan spesifik serta membuat rencana yang terperinci. Hal ini sejalan dengan teori penetapan tujuan, yang menyatakan bahwa menetapkan tujuan yang menantang namun dapat dicapai akan menghasilkan kinerja yang lebih tinggi.
Sebaliknya, mereka yang memiliki pola pikir yang lebih buruk sering kali tidak memiliki rencana konkret untuk masa depan, mungkin karena fokus pada kebutuhan mendesak atau keyakinan bahwa perencanaan jangka panjang adalah sia-sia.
Pertimbangkan perbedaan antara “Saya ingin menjadi kaya” dan “Saya bermaksud meningkatkan kekayaan bersih saya sebesar 20% tahun ini dengan meningkatkan penghasilan saya melalui pekerjaan sampingan dan memangkas pengeluaran yang tidak perlu.” Sasaran yang kedua bersifat spesifik, terukur, dan dapat ditindaklanjuti.
Cobalah metode SMART untuk meningkatkan keterampilan menetapkan tujuan Anda, buat tujuan Anda secara Spesifik, Terukur, Dapat Dicapai, Relevan, dan Terikat Waktu.
Persepsi Risiko: Peluang vs. Hambatan
Cara seseorang memandang risiko dapat berdampak signifikan pada keputusan finansial. Orang kaya sering kali memandang risiko sebagai peluang untuk memperoleh imbalan, dengan fokus pada potensi keuntungan. Pola pikir ini memungkinkan mereka mengambil risiko yang diperhitungkan yang dapat menghasilkan keuntungan besar.
Sebaliknya, mereka yang memiliki pola pikir yang lebih buruk cenderung berfokus pada potensi kerugian, yang mengarah pada penghindaran risiko yang dapat membatasi pertumbuhan finansial. Hal ini sejalan dengan teori prospek, yang menjelaskan bagaimana orang membuat keputusan dengan risiko dan ketidakpastian.
Misalnya, ketika dihadapkan dengan peluang investasi, orang kaya mungkin menganalisis potensi keuntungan dan menyusun strategi untuk mengurangi risiko. Sementara, orang miskin mungkin langsung mengabaikan ide tersebut karena dianggap terlalu berisiko.
Untuk mengubah persepsi Anda tentang risiko, mulailah dengan menganalisis secara menyeluruh potensi kerugian dan keuntungan dari situasi berisiko alih-alih berfokus hanya pada kemungkinan kerugian.
Pendekatan Pemecahan Masalah: Tantangan sebagai Batu Loncatan
Cara individu menghadapi masalah dapat berdampak signifikan pada keberhasilan finansial mereka. Mereka yang memiliki pola pikir kaya cenderung berorientasi pada solusi, memandang masalah sebagai tantangan yang harus diatasi. Pendekatan ini menghasilkan pemecahan masalah yang kreatif dan kegigihan dalam menghadapi rintangan.
Sebaliknya, mereka yang memiliki pola pikir buruk sering kali kewalahan menghadapi masalah, berfokus pada hambatan daripada solusi yang potensial. Hal ini dapat menyebabkan mereka tidak bertindak atau menyerah saat menghadapi kesulitan.
Misalnya, orang yang berorientasi pada solusi mungkin akan mencari cara untuk meningkatkan pendapatan atau memangkas pengeluaran saat menghadapi kekurangan anggaran. Sementara itu, orang yang berfokus pada masalah mungkin akan berkutat pada kesulitan situasi tanpa mengambil tindakan.
Cobalah teknik “bagaimana jika” untuk mengembangkan pola pikir yang lebih berorientasi pada solusi. Saat menghadapi masalah, tanyakan pada diri sendiri, “Bagaimana jika masalah ini punya solusi? Seperti apa bentuknya?”
Pola Pikir Berkembang vs. Pola Pikir Tetap: Kekuatan Potensi
Penelitian Carol Dweck tentang pola pikir memiliki implikasi mendalam bagi kesuksesan finansial. Mereka yang memiliki pola pikir berkembang percaya bahwa kemampuan mereka dapat dikembangkan melalui dedikasi dan kerja keras. Keyakinan ini sering kali menghasilkan kecintaan terhadap pembelajaran dan ketahanan, kualitas penting untuk pertumbuhan finansial.
Di sisi lain, mereka yang memiliki pola pikir tetap percaya bahwa kualitas penting mereka, seperti kecerdasan atau bakat, adalah sifat yang tetap. Hal ini dapat menyebabkan mereka menghindari tantangan dan mudah menyerah, sehingga menghambat kemajuan finansial.
Seseorang dengan pola pikir berkembang mungkin memandang usaha bisnis yang gagal sebagai peluang pembelajaran, sedangkan seseorang dengan pola pikir tetap mungkin melihatnya sebagai konfirmasi keterbatasan mereka.
Untuk menumbuhkan pola pikir berkembang, hadapi tantangan, dan memandang kegagalan sebagai peluang untuk belajar dan berkembang.
Kelimpahan vs. Kelangkaan: Dunia Kemungkinan
Mentalitas berkelimpahan, yang sering dikaitkan dengan pola pikir orang kaya, adalah keyakinan bahwa ada banyak sumber daya dan peluang yang tersedia. Pola pikir ini mendorong kreativitas, kemurahan hati, dan pandangan hidup yang positif.
Sementara itu, mentalitas kekurangan, yang lebih umum ditemukan pada pola pikir orang miskin, adalah keyakinan bahwa sumber daya terbatas dan harus ditimbun. Pola pikir ini bisa menyebabkan pengambilan keputusan yang didasari rasa takut serta hilangnya peluang.
Sebagai contoh, seseorang dengan mentalitas berkelimpahan mungkin dengan senang hati berbagi pengetahuan dan koneksi, percaya bahwa dengan membantu orang lain, pada akhirnya akan ada lebih banyak peluang yang datang. Sebaliknya, seseorang dengan mentalitas kekurangan mungkin menahan informasi atau peluang karena takut bahwa keberhasilan orang lain akan merugikan mereka.
Untuk beralih ke mentalitas berkelimpahan, praktikkan rasa syukur setiap hari dan temukan cara untuk menciptakan nilai bagi orang lain.
- HUT ke-26, Bank Mandiri Hadirkan Pasar Murah di 260 titik seluruh Indonesia
- EXCL dan MBMA Pimpin Pembukaan LQ45 Hari Ini
- Menguat, IHSG Pagi Ini Melaju ke 7.570,75
Memahami perbedaan psikologis antara pola pikir orang kaya dan orang miskin adalah langkah awal untuk menumbuhkan pandangan hidup yang lebih sejahtera. Dengan mengadopsi pola pikir dan perilaku yang berkaitan dengan pola pikir ‘kaya,’ individu dapat meningkatkan hasil keuangan serta kualitas hidup mereka secara keseluruhan.
Namun, penting untuk mendekati topik ini dengan penuh empati dan pengertian, menyadari bahwa berbagai faktor seperti pola asuh, lingkungan, dan pengalaman pribadi turut membentuk pola pikir seseorang. Tujuannya bukan untuk menghakimi, melainkan untuk menginspirasi pertumbuhan dan perubahan positif, tanpa memandang kondisi keuangan seseorang.