Ilustrasi kredit online atau pinjaman online (pinjol), peer to peer (P2P) lending resmi / OJK
Fintech

6 Tantangan dan 3 Pilar Penguat Industri Fintech Lending untuk Hadapi 2023 dari Kacamata OJK

  • Diperlukan suatu mitigasi strategis dan kesiapan industri fintech lending dalam menghadapi ancaman-ancaman yang menanti di tahun 2023.
Fintech
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA - Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tris Yulianta mengatakan setidaknya ada enam tantangan yang harus diatasi oleh industri fintech lending dalam menghadapi tahun 2023.

Menurut Tris, diperlukan suatu mitigasi strategis dan kesiapan industri fintech lending dalam menghadapi ancaman-ancaman yang menanti di tahun 2023.

Ancaman tersebut di antaranya berkenaan dengan resesi global, sulitnya mendapatkan pendanaan (funding), serta tren pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

Meski demikian, di balik ancaman-ancaman tersebut, potensi ekonomi digital dalam beberapa waktu ke depan dikatakan Tris masih cukup menjanjikan.

"Ada potensi yang dapat dimanfaatkan industri fintech, termasuk peer-to-peer (P2P) lending, yakni ekonomi digital di Indonesia per 2022 mencapai US$77 miliar (Rp1,2 kuadriliun dalam asumsi kurs Rp15.594 perdolar Amerika Serikat/AS), dan diperkirakan memiliki prospek mencapai US$130 miliar (Rp2,02 kuadriliun), dan US$220-360 miliar (Rp3,43-Rp5,6 kuadriliun) pada 2030," ujar Tris dikutip dari keterangan tertulis, Jumat, 23 Desember 2022.

Tris pun menyebutkan enam tantangan yang harus dihadapi industri fintech lending sepanjang tahun 2023, yaitu:

1. Manajemen risiko dan tata kelola.

2. Keandalan sistem dan credit scoring.

3. Pengembangan produk/model bisnis.

4. Hadirnya Undang-undang (UU) perlindungan data pribadi.

5. Eksplorasi ekosistem.

6. Keamanan siber.

Kemudian, Tris pun menyampaikan pula mengenai tiga pilar yang dapat menjadikan industri fintech lending lebih tumbuh secara berkualitas.

“Oleh karena itu, ada tiga pilar untuk menjadikan industri P2P lending tumbuh berkualitas, sehat, dan berkontribusi signifikan pada perekonomian nasional, yakni penguatan kepada penyelenggara P2P lending sendiri, penguatan kepada lembaga profesi dan asosiasi, serta penguatan di internal OJK yang sedang dilakukan,” kata Tris.

Penguatan terhadap penyelenggara fintech lending dikatakan Tris merupakan penguatan tata kelola dan manajemen risiko.

Kemudian, penguatan di lembaga profesi dan asosiasi di antaranya mendorong lembaga untuk menunjang kerja profesional, independen, serta sesuai dengan kode etik dan praktik terbaik.

Sementara itu, asosiasi industri dapat didorong untuk memberikan pembinaan perilaku usaha kepada anggotanya, termasuk yang berkaitan dengan perlindungan konsumen dan edukasi masyarakat.

Selanjutnya, penguatan internal di OJK dapat dilakukan untuk mengupayakan pengaturan, perizinan, dan pengawasan yang lebih efektif.

Untuk memperkuat tiga fungsi tersebut, dibutuhkan optimalisasi dukungan teknologi informasi dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM).

Sebagai informasi, hingga Oktober 2022, industri fintech lending telah menyalurkan pinjaman sebesar Rp476,89 triliun kepada sekitar 93,39 juta pengguna.

Rekening peminjam (borrower) tercatat sebanyak 92,40 juta dengan rekening aktif sebanyak 18,71, sedangkan rekening pemberi pinjaman (lender) mencapai 980.370 dengan rekening aktif sebanyak 151.240.

Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko mengatakan bahwa capaian ini menjadi indikasi bahwa peran industri fintech lending sudah semakin mengakar di kalangan masyarakat.

Dengan capaian ini, industri pun semakin optimis untuk menghadapi tahun 2023 yang disebut-sebut akan menjadi masa suram bagi perekonomian global.

Menurut Sunu, tahun 2023 akan menjadi momen yang penuh dengan tantangan bagi semua pelaku bisnis karena ancaman resesi.

Namun, pemerintah dalam berbagai kesempatan telah menyatakan bahwa Indonesia akan lebih tahan banting dalam menghadapi ancaman ini sehingga pelaku bisnis, termasuk di industri fintech lending, tetap optimis untuk menghadapi tahun depan.

"Dengan business plan yang baik, kita akan lebih siap menyongsong tahun 2023 dan berkolaborasi lebih erat dengan lembaga jasa keuangan, termasuk dengan perbankan. Kita semua bergandeng tangan menghadapi tahun depan dengan lebih percaya diri," kata Sunu.