6 Vaksin COVID-19 Belum Kantongi Sertifikat Halal dan Izin BPOM, Termasuk Moderna dan Pfizer
JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati mengingatkan pemerintah agar memastikan keamanan, efikasi dan mutu vaksin COVID-19 saat vaksinasi. Pasalnya, baru satu dari tujuh merek vaksin yang telah mendapatkan emergency used authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Diketahui, Kementerian Kesehatan […]
Nasional
JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati mengingatkan pemerintah agar memastikan keamanan, efikasi dan mutu vaksin COVID-19 saat vaksinasi.
Pasalnya, baru satu dari tujuh merek vaksin yang telah mendapatkan emergency used authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Diketahui, Kementerian Kesehatan akan menggunakan tujuh merek vaksin COVID-19. Yakni Sinovac, Novavax, Covax, AstraZeneca, Moderna, Sinopharm dan Pfizer dengan total kebutuhan sekitar 426,8 juta dosis. Sedangkan hanya merek Sinovac yang telah mendapatkan EUA BPOM dan sertifikat halal.
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- Cegah Ledakan Kasus COVID-19, Pemerintah Geser dan Hapus Hari Libur Nasional Ini
- Penyaluran KPR FLPP: BTN Terbesar, Tiga Bank Daerah Terbaik
Mufida mengungkapkan, berdasarkan jadwal, EUA vaksin AstraZeneca dari BPOM baru akan keluar April 2021. Sementara Novavac, COVAX dan Pfizer belum ada laporan terkait jadwal keluarnya EUA dari BPOM.
“Meski efikasi di luar negeri sudah muncul, BPOM tetap harus mengeluarkan EUA saat vaksin ini akan digunakan ke masyarakat,” ujar Mufida dalam keterangan pers yang diterima TrenAsia.com di Jakarta, Minggu 17 Januari 2021.
Ia juga mengingatkan, efikasi Sinovac di beberapa negara berbeda-beda dengan Indonesia. Sehingga, vaksin lain yang akan digunakan juga mesti melewati standar izin dari BPOM.
“Intinya kita tidak bisa main-main dengan efikasi, keamanan dan mutu semua vaksin dan juga fatwa halal dari MUI, untuk semua vaksin yang masuk Indonesia,” tutur dia.
Mufida menyebut, informasi yang transparan dan sesuai pengetahuan dasar (scientific based) terkait vaksin sejak awal sebelum digunakan, akan membuat kepercayaan masyarakat akan semakin meningkat.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
Proses Distribusi
Wakil Sekretaris Fraksi PKS DPR RI ini turut meminta proses distribusi vaksin harus melibatkan kesiapan pemerintah daerah. Ia mengimbau agar pemerintah memastikan kesiapan semua daerah, khususnya beberapa daerah yang terpencil atau minim infrastruktur tempat penyimpanan vaksin yang sesuai standar.
Terlebih, sambung Mufida, saat ini terjadi banyak bencana alam di Indonesia dan beberapa akses transportasi tertutup. Sehingga, distribusi obat tetap harus menggunakan standar cara distribusi obat yang baik (CDOB).
“Mitigasi penyaluran vaksin ini harus memperhitungkan semua kemungkinan, termasuk bencana alam. Sebab proses distribusi vaksin akan terus berlangsung hingga semester pertama 2022. Selain itu cara penyimpanan setiap vaksin berbeda-beda sehingga sangat memengaruhi model dan cara distribusi,” paparnya. (SKO)