Wajib pajak mencari informasi mengenai Program Pengungkapan Sukarela (PPS) di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta, Jum'at, 11 Maret 2022. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Nasional

63.508 Wajib Pajak Sudah Setor PPh Rp13,18 Triliun dalam Program Pengungkapan Sukarela

  • Pajak Penghasilan (PPh) yang disetorkan sebesar Rp13,18 triliun dan aset yang dilaporkan mencapai Rp114,06 triliun.
Nasional
Desi Kurnia Damayanti

Desi Kurnia Damayanti

Author

JAKARTA – Program Pengungkapan Sukarela (PPS) hingga 7 Juni 2022 telah diikuti oleh 63.508 orang Wajib Pajak (WP) dengan jumlah Pajak Penghasilan (PPh) yang disetorkan sebesar Rp13,18 triliun dan aset yang dilaporkan mencapai Rp114,06 triliun.

Melansir situs resmi Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) yang dikutip Selasa, 7 Juni 2022, nilai harta bersih yang diungkap dari jumlah tersebut sebesar Rp131,45 triliun.

PPS adalah pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh berdasarkan pengungkapan harta. 

Oleh karena itu, diimbau untuk seluruh masyarakat WP segera melakukan program PPS sebelum batas akhir yakni pada 30 Juni 2022. Hal ini wajib dilakukan sebelum Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menggunakan akses informasi keuangan yang telah dimiliki DJP untuk pengawasan dan penegakan hukum perpajakannya.

Adapun manfaat yang didapat setelah mengikuti program ini antara lain sebagai berikut.

Kebijakan I

Tidak dikenai sanksi Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak. Dalam hal ini sebesar 200% dari PPh yang kurang dibayar.

Data atau informasi yang bersumber dari Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, atau penuntutan pidana terhadap WP.

Kebijakan II

Tidak diterbitkan ketetapan untuk kewajiban 2016 sampai 2020, kecuali ditemukan harta kurang diungkap.

Data atau informasi yang bersumber dari SPPH dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan dengan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, atau penuntutan pidana terhadap WP.