Dunia

68 Jet Tempur China Teror Taiwan, Mungkinkah akan Pecah Perang ?

  •  TAIWAN-China terus menggeber latihan militernya di perairan dekat Taiwan. Pesawat dan kapal perang Tentara Pembebasan Rakyat China atau PLA terus berkumpu
Dunia
Amirudin Zuhri

Amirudin Zuhri

Author

TAIWAN-China terus menggeber latihan militernya di perairan dekat Taiwan. Pesawat dan kapal perang Tentara Pembebasan Rakyat China atau PLA terus berkumpul di Selat Taiwan dalam jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya. Setidaknya dibandingkan dengan waktu belakangan ini. 

Menurut Kementerian Pertahanan Nasional Taiwan, pada Jumat 7 Agustus 2022  terlihat 68 pesawat. Jumlah ini memecahkan rekor sebelumnya di mana jumlah pesawat China terbanyak yang memasuki selat dalam satu hari adalah 56. Rekor itu tercatat pada Oktober 2021 lalu. Selain pesawat sebanyak  13 kapal perang China  juga berlayar di selat itu

Secara total, pesawat China yang memasuki selat pada Jumat terdiri dari tujuh jet tempur J-10, enam J-11, 10 J-16, 24 Su-30, serta satu  pesawat perang elektronik dan anti-kapal selam Y-8. .

Dari jumlah terbaru ini, kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan  49 pesawat benar-benar menyeberang ke sisi timur dari garis tengah. Sementara  19 lainnya tetap di sisi barat. Tentu saja, garis median adalah penyangga tidak resmi dan tidak diakui oleh Beijing yang memandang Taiwan sebagai bagian dari wilayah mereka.

Perspektif berbeda tentang operasi terbaru ini diberikan kepada Reuters oleh sumber anonim di Taiwan. Mereka mengklaim  sekitar 10 kapal angkatan laut China melintasi garis tengah dan tetap berada di daerah itu pada Jumat pagi. Sementara  sekitar 20 pesawat militer China secara singkat melintasi garis tengah. 

Perlu dicatat  insiden sebelumnya yang melibatkan penyeberangan besar-besaran di garis median oleh PLA terjadi pada 19 September 2020. Manuver itu bertepatan dengan kunjungan Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Keith Krach ke Taiwan.

Dalam empat hari terakhir, menurut Taiwan, total 138 pesawat China telah mengambil bagian dalam manuver di dekat Taiwan. Namun, ini mungkin tidak semuanya berada di Selat Taiwan, apalagi melintasi garis tengah. Perlu dicatat bahwa zona identifikasi pertahanan udara Taiwan, atau ADIZ, tidak hanya mencakup keseluruhan selat. Tetapi sebagian juga daratan China.

Selain pesawat dan kapal, China dilaporkan juga terus melakukan uji coba rudal. Pada jumat China meluncurkan sejumlah rudal balistik jarak pendek DF-15. Empat rudal terbang di atas ibu kota Taiwan. Sementara  lima mendarat di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Jepang. 

Kantor Berita  Xinhua China melaporkan Komando Teater Timur China menembakkan  rudal versi baru yang mengenai sasaran tak dikenal di Selat Taiwan  dengan presisi.  Laporan ini bisa merujuk pada kemungkinan rudal DF-16ZD baru. Namun sejauh ini belum ada konfirmasi resmi tentang  varian baru dari DF-16 tersebut.

Kekhawatiran perang

Latihan China yang belum pernah terjadi sebelumnya ini telah menghidupkan kembali pertanyaan tentang apakah Beijing bermaksud untuk meluncurkan invasi ke Taiwan. Terutama ketika tabloid Global Times yang dikelola pemerintah  memuat komentar  para ahli yang menggambarkan latihan tersebut sebagai latihan untuk  penyatuan kembali.

Analis militer China daratan Song Zhongping mengatakan  jika terjadi konflik militer di masa depan, kemungkinan rencana operasional yang saat ini sedang dilatih akan langsung diterjemahkan ke dalam operasi tempur.

Terlepas dari retorika tersebut, sebagian besar ahli mengatakan baik China maupun Amerika tidak menginginkan perang di Taiwan. Setidaknya  tidak dalam waktu dekat.

Bonnie Glaser, direktur Program Asia di German Marshall Fund Amerika mengatakan,   melalui latihan ini  China berusaha  memperingatkan Amerika dan Taiwan agar tidak mengambil tindakan tambahan yang menantang garis merah China.

China menunjukkan kemampuan militer mereka untuk memberlakukan blokade di Taiwan. Tetapi menurut Glaser  Presiden Xi Jinping tidak menginginkan perang dengan Amerika Serikat. Dan dia belum membuat keputusan untuk menyerang Taiwan.

Tetapi jika China ingin mengambil Taiwan dengan paksa, langkah seperti itu membawa risiko yang signifikan. Meski harus diakui militer China jauh lebih kuat.

Jika ingin menguasai Taiwan sepenuhnya pasukan China  harus menyeberangi Selat Taiwan dengan lebih dari 100.000 tentara. Mereka  akan menghadapi pemboman udara dan laut. Jika para tentara berhasil mencapai pantai Taiwan, mereka akan kesulitan untuk melakukan pendaratan karena garis pantai yang berbatu hanya menawarkan sedikit pantai yang cocok untuk menurunkan personel lapis baja, kapal pengangkut, tank, dan artileri.

Ada juga risiko invasi dapat memicu konflik yang lebih besar antara China dan Amerika. Meskipun Amerika tidak secara resmi mengakui Taiwan sebagai negara terpisah, di bawah Undang-Undang Hubungan Taiwan tahun 1979,  Amerika berkewajiban membantu pulau itu mempertahankan diri. 

 Taiwan sendiri merupakan pulau berpenduduk 23 juta orang yang berada  112 mil di lepas pantai China. Taiwan mendeklarasikan dirinya sebagai negara demokratis yang merdeka dengan pemimpin, konstitusi, sistem politik, dan militernya sendiri.

Tetapi China telah mengklaim  pulau itu sejak tahun 229 M. Ini menjadikan Partai Komunis di Beijing melihat Taiwan tetap sebagai provinsi China yang memisahkan diri dan harus kembali di bawah kendalinya.

Dengan kedekatannya dengan daratan, kekuasaan China atas Taiwan sudah ada sejak lebih dari 1.000 tahun  lalu. Dinasti Qing memerintah pulau itu antara 1683 hingga 1895, sebelum periode singkat kendali Jepang sebagai akibat dari Perang China-Jepang Pertama.

Ketika Jepang menyerah dan mengakhiri Perang Dunia Kedua pada tahun 1945, China merebut kembali wilayah tersebut. Empat tahun kemudian, Perang Saudara China  yang  sejak 1927 berakhir dan Mao Zedong mendirikan Partai Komunis China dan Republik Rakyat China. Ini memaksa Nasionalis yang kalah  melarikan diri ke Taiwan. Merekalah yang meletakkan dasar bagi Taiwan yang mandiri dan terpisah dari China.

Taiwan selalu menjadi isu sensitif bagi China. Mereka akan  menghukum negara atau perusahaan mana pun yang terlibat atau bahkan berbicara tentang Taiwan. Sejumlah ahli menyamakan Taiwan dengan Berlin selama Perang Dingin. Sebuah  titik panas ketegangan dalam kompetisi global yang lebih besar antara dua kekuatan besar. 

Taiwan juga merupakan produsen semikonduktor terbesar di dunia. Ini adalah komponen listrik paling banyak ditemukan di perangkat pintar. Perusahaan Manufaktur Semikonduktor Taiwan  TSMC memproduksi chip untuk Apple dan banyak perusahaan teknologi lainnya di seluruh Barat.