Para pengunjuk rasa merayakan di samping potret Perdana Menteri Sheikh Hasina yang dirusak setelah berita pengunduran dirinya, di Dhaka, Bangladesh.
Dunia

7 Pemimpin yang Kabur dari Negara Akibat Kerusuhan

  • Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina mengundurkan diri dari jabatannya pada Senin, dan melarikan diri ke India untuk mencari perlindungan usai kerusuhan besar melanda negara tersebut. Sepanjang sejarah, banyak pemimpin dunia terpaksa meninggalkan tanah air mereka akibat pergolakan politik dan sipil. Siapa saja mereka?

Dunia

Distika Safara Setianda

JAKARTA – Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina mengundurkan diri dari jabatannya pada Senin, dan melarikan diri ke India untuk mencari perlindungan usai kerusuhan besar melanda negara tersebut.

Namun, India bukanlah tujuan terakhir Hasina. Laporan menunjukkan, ia berencana untuk menuju Inggris guna mencari suaka politik, dengan spekulasi bahwa ia mungkin juga mempertimbangkan Finlandia.

Bangladesh saat ini menghadapi ketidakpastian dan kekacauan politik setelah tindakan keras yang mematikan terhadap demonstrasi. Apa yang dimulai sebagai protes terhadap kuota pekerjaan berkembang menjadi gerakan luas yang menuntut penggulingan Sheikh Hasina, dan mengakibatkan ratusan kematian.

Sepanjang sejarah, banyak pemimpin dunia terpaksa meninggalkan tanah air mereka akibat pergolakan politik dan sipil. Siapa saja mereka?

Pemimpin Negara yang Kabur Saat Negaranya Rusuh

Dilansir dari Firstpost, berikut negara yang pemimpinnya kabur saat negaranya dilanda kerusuhan:

1. Sri Lanka

Presiden Sri Lanka dari November 2019 hingga Juli 2022, pemerintahan Gotabaya Rajapaksa. (Anadolu Agency)

Presiden Sri Lanka pemerintahan Gotabaya Rajapaksa menghadapi protes keras dan ketidakstabilan publik dari November 2019 hingga Juli 2022 setelah krisis ekonomi parah membuat negara kepulauan itu dalam keadaan terpuruk. Menurut BBC, negara itu menghadapi pemadaman listrik harian, bahkan kekurangan kebutuhan pokok seperti bahan bakar, makanan, dan obat-obatan.

Awalnya, Presiden Rajapaksa, bersama Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe, berupaya mengatasi krisis tersebut. Namun, seiring meningkatnya protes dan kekerasan, ia terpaksa meninggalkan kediaman resminya. Perjalanannya membawanya ke Maladewa dan kemudian ke Singapura, di mana ia akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya.

Pada bulan September 2022, Rajapaksa kembali ke Sri Lanka dan kini dilaporkan tengah mengincar kebangkitan politik menjelang pemilu mendatang.

2. Afghanistan

Ashraf Ghani menjabat sebagai Presiden Afghanistan dari September 2014 hingga Agustus 2021. Pada musim panas 2021, ketika Taliban membuat kemajuan pesat di seluruh negeri, Ghani menghadapi tekanan dan ancaman yang meningkat terhadap pemerintahannya.

Serangan oleh Taliban meningkat pada pertengahan 2021, menjelang penarikan pasukan Amerika Serikat yang pada 11 September 2021. Namun, sebelum tanggal tersebut, Kabul dikuasi Taliban.

Pada tanggal 15 Agustus 2021, saat Taliban memasuki Kabul dan situasi berubah menjadi kekacauan dan kepanikan. Kelompok Taliban mendeklarasikan sebagai penguasa Afghanistan pada 15 Agustus 2021 setelah Ghani kabur ke Tajikistan dan meninggalkan pemerintahan yang runtuh. 

Dalam wawancara dengan BBC, mantan presiden tersebut mengungkapkan bahwa ia diberi waktu tidak lebih dari dua menit untuk bersiap meninggalkan ibu kota. Ia awalnya melarikan diri ke Tajikistan sebelum pindah ke Abu Dhabi di Uni Emirat Arab, di mana ia diberikan suaka.

Beberapa hari sebelum pelarian Ghanis, penilaian militer Amerika memperkirakan bahwa Kabul tidak akan jatuh dalam waktu minggu-minggu atau bahkan bulan-bulan, meskipun militan telah maju ke berbagai wilayah lain di negara itu.

Namun, pengambilalihan Taliban dalam hitungan jam menunjukkan kekalahan telak, yang menyoroti betapa rapuhnya pemerintah Afghanistan dan pasukan keamanannya, yang dibangun melalui upaya AS dan NATO dengan menghabiskan miliaran dolar selama hampir dua dekade.

3. Pakistan

Jenderal Pervez Musharraf, yang menjabat sebagai Presiden Pakistan dari tahun 2001 hingga 2008. (Emilio Morenatti/Associated Press)

Jenderal Pervez Musharraf, yang menjabat sebagai Presiden Pakistan dari tahun 2001 hingga 2008, adalah pemimpin terkenal lainnya yang meninggalkan negaranya di tengah kekacauan politik.

Musharraf berkuasa pada tahun 1999 melalui kudeta militer, menggulingkan Perdana Menteri saat itu Nawaz Sharif, yang memungkinkan Musharraf mengambil alih negara sebagai presiden pada tahun 2001. 

Namun, masa jabatan Musharraf juga dinodai oleh kontroversi, termasuk tuduhan pelanggaran hak asasi manusia, penindasan politik, kesenjangan ekonomi, dan tindakan keras terhadap peradilan. Pada tahun 2007, ia mengumumkan keadaan darurat, menangguhkan konstitusi, dan memberhentikan Ketua Mahkamah Agung dan Mahkamah Agung negara itu, yang akan memutuskan pencalonannya tidak sah.

Untuk menghindari proses pemakzulan, Musharraf mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tahun 2008 dan mengasingkan diri di London. Ia kemudian pindah ke Dubai. Meskipun menghadapi banyak tuntutan hukum di Pakistan. Termasuk tuduhan pengkhianatan dan pembunuhan mantan Perdana Menteri Benazir Bhutto.

Musharraf kembali ke Pakistan pada tahun 2013 untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum. Akan tetapi, kembalinya ia ke dunia politik tidak berlangsung lama, karena ia didiskualifikasi dari pencalonan jabatan dan kemudian ditempatkan dalam tahanan rumah. Musharraf tetap terlibat dalam pertempuran hukum dan masalah kesehatan hingga kematiannya pada tahun 2023 di Dubai.

4. Indonesia

Presiden Muhammad Soeharto, yang memerintah Indonesia dari tahun 1967 hingga 1998, dipaksa lengser di tengah kekacauan politik di negara Asia Tenggara tersebut. Setelah berkuasa melalui kudeta, pemerintahan Soeharto ditandai oleh pertumbuhan ekonomi tetapi juga korupsi besar-besaran dan pelanggaran hak asasi manusia.

Menurut Amnesty International, hingga setengah juta orang, sebagian besar lawan politiknya, ditangkap dan hanya sekitar 1.000 yang pernah diadili. Pada akhir tahun 1990-an, krisis ekonomi Indonesia, diperburuk oleh kemerosotan keuangan Asia, menyebabkan meluasnya protes dan kerusuhan.

Pada bulan Mei 1998, ketika demonstrasi meningkat dan situasi menjadi semakin tidak dapat dipertahankan, Soeharto mengundurkan diri dari jabatan presiden setelah 31 tahun berkuasa.

Setelah pengunduran dirinya, Suharto hidup menyendiri di Jakarta, menghindari segala akibat hukum yang berarti meskipun ada banyak seruan agar ia dituntut atas tuduhan korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia. Namun, ia membantah melakukan kesalahan apa pun hingga ia meninggal pada tahun 2008.

5. Sudan

Sadiq al-Mahdi yang menjabat sebagai Perdana Menteri Sudan dari tahun 1966 hingga 1967 dan terpilih lagi dari tahun 1986 hingga 1989. Dia meninggalkan negara itu selama periode tantangan politik dan ekonomi yang signifikan. Pemerintahannya berjuang dengan konflik internal, termasuk perselisihan antara berbagai faksi politik dan kerusuhan sipil yang sedang berlangsung.

Pada masa jabatan keduanya, ia membentuk pemerintahan koalisi yang terdiri dari Partai Umma dan Front Islam Nasional milik saudara iparnya. Namun, koalisi ini terbukti tidak stabil dan pada bulan Juni 1989, al-Mahdi digulingkan dalam kudeta militer yang dipimpin oleh Brigadir Omar al-Bashir.

Setelah kudeta, al-Mahdi tinggal di pengasingan di sejumlah negara dan memimpin oposisi dari luar negeri, sebelum kembali ke negaranya pada tahun 2018. Ia kemudian ditangkap lagi tetapi berhasil melarikan diri lagi pada tahun 2019. Ia meninggal karena infeksi COVID-19 pada tahun 2020.

6. Haiti

Jean-Bertrand Aristide presiden Haiti pertama yang dipilih secara demokratis, menghadapi pengasingan selama karier politiknya yang penuh gejolak. Awalnya terpilih pada tahun 1991, Aristide digulingkan dalam kudeta militer pada tahun yang sama dan melarikan diri ke Amerika Serikat. Ia kembali pada tahun 1994 setelah intervensi yang dipimpin AS mengembalikannya ke tampuk kekuasaan.

Masa jabatan kedua Aristide, yang dimulai pada tahun 2001, ditandai oleh ketidakstabilan karena negara tersebut menghadapi krisis politik, sosial, dan ekonomi. Pada Februari 2004, di tengah pemberontakan yang disertai kekerasan, ia melarikan diri dari Haiti lagi, awalnya ke Republik Afrika Tengah dan kemudian ke Afrika Selatan. Setelah tujuh tahun di pengasingan, Aristide kembali ke Haiti pada tahun 2011.

7. Bangladesh

Perdana Menteri Sheikh Hasina untuk mengundurkan diri dari jabatannya. (timesnownews)

Demonstrasi massa di Bangladesh yang berlangsung sejak Juli akhirnya memaksa Perdana Menteri Sheikh Hasina untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Selama 20 tahun masa pemerintahannya, unjuk rasa yang dipimpin oleh mahasiswa tersebut telah mengakibatkan lebih dari 300 orang tewas.

Ketegangan di Bangladesh dalam beberapa minggu terakhir mungkin merupakan ujian terbesar bagi Sheikh Hasina. Massa mahasiswa menuntut agar pemerintah membatalkan penetapan kuota 30 persen PNS untuk keluarga veteran, yang dianggap sebagai upaya untuk memperkuat kekuasaan Hasina.

Keputusan mengenai kuota PNS veteran akhirnya dibatalkan, tetapi demonstrasi kembali meletus dengan tuntutan baru agar Hasina mundur dari jabatannya. Wanita berusia 76 tahun tersebut mengundurkan diri dan meninggalkan Ganabhaban, kediaman resmi Perdana Menteri Bangladesh, saat para pengunjuk rasa menyerbu tempat tersebut. Dilaporkan, Hasina kabur ke India.

Itu dia beberapa negara yang pemimpinnya kabur saat negaranya dilanda kerusuhan.