91 Persen Karyawan Start Up di Asia Tenggara Ingin Resign, Kenapa?
- Persentase tersebut didapatkan melalui survei kepada lebih dari 600 karyawan start up di enam negara Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Filipina.
Industri
JAKARTA - Laporan survei Growth & Scale Talent Playbook yang dirilis oleh perusahaan modal ventura Alpha JWC Ventures, perusahaan konsultasi manajemen Kearney, dan firma rekrutmen GRIT menemukan bahwa 91% karyawan di perusahaan rintisan (start up) ingin mengundurkan diri dari pekerjaannya atau resign.
Persentase tersebut didapatkan melalui survei kepada lebih dari 600 karyawan start up di enam negara Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Filipina.
Menurut laporan itu juga, diperoleh temuan bahwa ketidaksesuaian visi-misi dan budaya perusahaan menjadi alasan utama resign bagi para karyawan yang baru saja masuk.
- Siap-Siap Pengguna KRL, Tarif Commuter Line Akan Naik Tahun Depan!
- Dikritik Bupati Meranti, Kemenkeu Beberkan Data DBH
- Ini Alasan Trinity Entertaintment Group Berpartisipasi Dalam Pendanaan Rp99 Miliar ke Startup Wahyoo
Sementara itu, bagi karyawan yang sudah lebih lama masuk, alasan kompensasi menjadi pendorong utama untuk mengajukan resign.
32% karyawan start up ingin mengajukan resign karena adanya kompensasi lebih besar di tempat lain. Mereka berpeluang untuk melakukan resign jika ada tawaran kenaikan kompensasi di tempat lain setidaknya sekitar 15-30%.
Kemudian, 25% karyawan ingin resign dari start up karena adanya ketidaksesuaian visi dan misi serta budaya perusahaan. Alasan ini paling banyak berasal dari Singapura dan Indonesia.
- Lakukan Penyertaan Modal, Bank BJB Guyur Bank Bengkulu Rp100 Miliar
- TV Analog Dimatikan, Warganet Ramai Keluhkan STB TV Digital Makin Mahal
- Era Bakar Uang Habis, Begini Nasib Transportasi dan Logistik Online Pascapandemi
Sementara itu, 24% responden mengatakan bahwa mereka berniat mengajukan resign karena kurangnya kesempatan untuk bertumbuh.
Tanpa adanya pembelajaran hal-hal baru, mereka merasa bahwa menjadi stagnan dan tidak mengalami perkembangan dalam kapabilitasnya untuk bekerja.
Alasan terahir adalah kurangnya fleksibilitas dalam bekerja karena para responden merasa tidak diberikan keleluasaan dalam hal ruang lingkup kerja, jam kerja, lokasi, dan sebagainya. Hal itu dikemukakan oleh 14% responden.
Lalu, 5% responden lainnya memilih untuk tidak mengungkapkan alasan mereka secara spesifik.