Tugu monas menjadi salah satu Ikon di Ibu Kota Jakarta
Nasional

97 Persen Transaksi Keuangan Mencurigakan Berasal dari Jakarta

  • Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) mengalami peningkatan yang signifikan sepanjang tahun 2023, mencapai total 130.472 laporan.
Nasional
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA – Menurut data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), 97% transaksi keuangan mencurigakan berasal dari wilayah DKI Jakarta.

Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) mengalami peningkatan yang signifikan sepanjang tahun 2023, mencapai total 130.472 laporan.

Fakta menarik adalah mayoritas laporan berasal dari DKI Jakarta, mencapai 97,07% dari total laporan selama tahun tersebut.

Berdasarkan tren bulanannya, LTKM dari DKI Jakarta selalu bertengger di atas 5.000 laporan setiap bulannya. 

Puncaknya terjadi pada Februari 2023 dengan mencapai 14.359 laporan. Fenomena ini menunjukkan tingginya aktivitas keuangan yang patut dicurigai di wilayah tersebut.

Dalam perspektif perbandingan antarprovinsi, DKI Jakarta jelas menjadi dominan dengan 97,07%, sementara provinsi lain hanya berkontribusi dalam persentase yang lebih rendah. 

Kepulauan Riau menyumbang sebanyak 1,14%, Jawa Tengah 0,29%, Jawa Barat 0,27%, Lampung 0,23%, dan provinsi lainnya mencapai 0,99%. 

Jelas terlihat bahwa Jakarta memainkan peran sentral dalam laporan transaksi keuangan mencurigakan, seperti yang telah terjadi pada tahun 2022.

Penting untuk dicatat bahwa Jakarta tidak hanya memimpin dalam jumlah laporan, tetapi juga dalam jenis tindak pidana yang dilaporkan. 

Berdasarkan analisis PPATK, tindak pidana penggelapan menjadi yang paling umum dengan kontribusi sebesar 31,31% dari total laporan. 

Selanjutnya, terdapat penipuan sebanyak 17,90%, perjudian 18,37%, bidang perpajakan 5,59%, indikasi tindak pidana lain yang diancam pidana empat tahun 10,84%, dan tindak pidana lainnya 16%.

Saat diperinci berdasarkan pelapor, jumlahnya mencapai 528 pelapor hingga akhir Desember 2023. Mereka berasal dari beragam kelompok industri, profesi, hingga perorangan. 

Dominasi pihak pelapor terletak pada kategori nonbank, dengan 336 pelapor, diikuti oleh bank dengan 133 pelapor, dan pihak pengadaan barang dan jasa (PBJ) sebanyak 49 pelapor.

Lebih lanjut, PPATK merinci bahwa pihak nonbank terdiri dari pelaku usaha seperti pedagang valuta asing (money changer), penyelenggara pengiriman uang, perusahaan asuransi, perusahaan pembiayaan, perusahaan efek, manajer investasi, dan entitas lainnya.

Sementara itu, transaksi yang dilaporkan terbanyak berasal dari kelompok bank, dengan jumlah mencapai 6,86 juta transaksi mencurigakan. Diikuti oleh nonbank dengan 2,22 juta transaksi, bank perkreditan rakyat 480 transaksi, PBJ 408 transaksi, dan profesi dengan 35 transaksi.