Diskon PPnBM Mobil Ungkit Ekonomi, Tapi Cuma Sementara
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyebut kebijakan diskon Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah (PPnBM) tidak bisa sepenuhnya mengungkit konsumsi masyarakat Indonesia di tahun ini.
Industri
JAKARTA – Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyebut kebijakan diskon Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah (PPnBM) penjualan mobil tidak bisa sepenuhnya mengungkit konsumsi masyarakat Indonesia sepanjang tahun ini.
Penjualan mobil baru selama Maret 2021 memang berhasil melesat 11% month to month (mtm) karena masyarakat mengambil kesempatan pembebasan 100% PPnBM. Menurut Faisal, pemerintah perlu meramu skema diskon PPnBM agar peningkatan penjualan tetap terjaga hingga akhir 2021.
Lebih lanjut, Faisal memperkirakan penjualan mobil baru pada fase ke dua dan ke tiga tidak akan seoptimal tiga bulan pertama pemberlakuan diskon PPnBM.
“Ada efek yang luar biasa sebagai hasil stimulus PPnBM. Padahal yang baru direlaksasi itu di bawah 1500cc dan di atas 1500cc mulai April. Namun penjualannya bisa menurun karena diskonnya berkurang ” ungkap Faisal dalam dalam CORE Media Discussion: Quarterly Review 2021 Mendobrak Inersia Pemulihan Ekonomi, Selasa 27 April 2021.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- Tandingi Telkomsel dan Indosat, Smartfren Segera Luncurkan Jaringan 5G
- Bangga! 4,8 Ton Produk Tempe Olahan UKM Indonesia Dinikmati Masyarakat Jepang
Untuk diketahui, Diskon PPnBM ini menerapkan skema Ditanggung Pemerintah (DTP) ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 20/PMK.010/2021. Pada tiga bulan pertama, besaran diskon PPnBM yang ditanggung pemerintah mencapai 100%. Pada tiga bulan berikutnya, diskon diturunkan secara berkala menjadi 50% dan 25% pada tiga bulan terakhir.
Penjualan mobil baru, kata Faisal, menjadi aspek yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2021. Pasalnya, hanya masyarakat berpendapatan di atas Rp5 juta yang sudah mencapai level optimistis dalam Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Maret 2021.
Pertumbuhan konsumsi diperkirakan Faisal bakal memuncak pada kuartal II-2021. Hal itu didorong oleh pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) pada Mei 2021.
Kendati demikian, THR hanya akan mengungkit pertumbuhan pertumbuhan ekonomi pada Mei 2021. “THR ini efeknya cuma sebulan saja, tidak akan terasa sampai kuartal III,” jelas Faisal.
Seperti diketahui, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati telah menggelontorkan Rp30,6 triliun untuk THR pegawai negeri sipil (PNS), TNI dan Polri. Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menyiapkan uang Rp152,14 triliun menjelang Lebaran 2021.
Pertumbuhan Ekonomi
Menurut riset CORE, stimulus PPnBM terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia baru bakal mencapai puncaknya pada kuartal II-2021 saja. Sedangkan, ekonomi Indonesia diproyeksikan masih tertahan di zona negatif pada kuartal I-2021.
“Pertumbuhan atau ekspansi ekonomi baru akan terjadi di kuartal II-2021 dengan pertumbuhan kembali ke zona positif,” kata Faisal
Pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh di angka 4% hingga 5% pada kuartal II-2021. Sementara itu, perekonomian Indonesia masih tertahan di minus 1% pada kuartal I-2021.
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- Cegah Ledakan Kasus COVID-19, Pemerintah Geser dan Hapus Hari Libur Nasional Ini
- Penyaluran KPR FLPP: BTN Terbesar, Tiga Bank Daerah Terbaik
“Optimisme konsumen masih pesimistis pada kuartal I-2021, baru setelah Maret ada optimisme pada kelompok pengeluaran di atas Rp5 juta,” terang Faisal.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal II-2021 versi CORE lebih rendah dibandingkan dengan target dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Menurut proyeksi Menkeu Sri Mulyani, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa menyentuh 7% pada kuartal II-2021. (SKO)