Ilustrasi asuransi.
IKNB

AAJI Memprediksi Akan Ada Banyak Aksi Merger dan Akuisisi karena POJK Ini

  • Sebagaimana diketahui, industri asuransi jiwa saat ini tengah dihadapi oleh ketentuan OJK terkait dengan ekuitas atau permodalan minimum yang harus dimiliki oleh setiap perusahaan.
IKNB
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA – Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) memprediksi akan ada banyak aksi merger dan akuisisi sebagai upaya konsolidasi karena adanya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang mengatur ketentuan ekuitas minimum dan harus dipenuhi pada tahun 2026 dan 2028.

Sebagaimana diketahui, industri asuransi jiwa saat ini tengah dihadapi oleh ketentuan OJK  terkait dengan ekuitas atau permodalan minimum yang harus dimiliki oleh setiap perusahaan. 

Ketua Umum AAJI Budi Tampubolon mengatakan, pihak AAJI sendiri turut mengamini perlunya kenaikan modal minimum bagi perusahaan asuransi jiwa untuk memperkuat industri dan meningkatkan kepercayaan masyarakat, khususnya bagi pemegang polis. 

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 23 Tahun 2023 mengenai Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah memberikan ketentuan terkait peningkatan ekuitas minimum perusahaan asuransi dan reasuransi dalam dua tahap.

Pada tahap pertama, perusahaan asuransi diwajibkan memiliki ekuitas minimum Rp250 miliar, sementara perusahaan reasuransi seharusnya mencapai Rp500 miliar, dengan batasan masing-masing Rp100 miliar dan Rp200 miliar untuk perusahaan asuransi syariah dan reasuransi syariah.

Tahap kedua peningkatan ekuitas minimum, yang akan dilaksanakan paling lambat pada 31 Desember 2028, melibatkan pengelompokan perusahaan asuransi berdasarkan ekuitasnya. 

Dua kelas yang dibentuk oleh OJK disebut sebagai Kelompok Perusahaan Perasuransian berdasarkan Ekuitas (KPPE), yaitu KPPE 1 dan KPPE 2. 

Perusahaan asuransi yang tergabung dalam KPPE 1 diharuskan memiliki ekuitas minimum sebesar Rp500 miliar, sedangkan untuk perusahaan reasuransi, angkanya adalah Rp1 triliun. 

Sementara itu, perusahaan asuransi syariah dan reasuransi syariah dalam KPPE 1 memiliki ekuitas minimum masing-masing sebesar Rp200 miliar dan Rp400 miliar.

Untuk KPPE 2, perusahaan asuransi diwajibkan memiliki ekuitas minimum sebesar Rp1 triliun pada akhir tahun 2028. Perusahaan reasuransi yang termasuk dalam kategori ini harus mencapai angka Rp2 triliun. 

Perusahaan asuransi syariah dan reasuransi syariah di KPPE 2 memiliki persyaratan ekuitas minimum berturut-turut sebesar Rp500 miliar dan Rp1 triliun.

Menurut Budi, langkah OJK dalam menentukan ketentuan ini sudah cukup positif, yang mana OJK memberikan rentang waktu bagi perusahaan asuransi untuk bisa memenuhi ketentuan ekuitas minimum sebagaimana yang dipaparkan di atas. 

Selain itu, OJK pun memberikan ruang bagi asosiasi pelaku industri asuransi untuk menyuarakan pendapat terkait dengan ketentuan modal minimum ini. 

Ia juga mengatakan, dengan adanya ketentuan ekuitas minimum ini, sangat besar potensi untuk terjadi merger dan akuisisi, setidaknya hingga dua tahun ke depan sampai tenggat waktu pemenuhan ketentuan modal minimum tahap 1. 

Merger dan akuisisi, kalau tujuannya untuk memenuhi ketentuan modal minimum itu, maka akan menciptakan perusahaan asuransi yang lebih kuat, lebih bisa menjawab tantangan, mengembangkan produk, dan sebagainya. Hanya dalam pelaksanaannya, ibaratnya ada dua pihak yang ingin kawin, tentunya butuh diskusi yang alot,” papar Budi dalam Media Workshop AAJI yang diselenggarakan Kamis, 25 Januari 2024.