Ada 130 Juta Rumah di China Kosong, Cukup untuk Menampung Seluruh Orang Indonesia
- Capital Economics memperkirakan sekitar 100 juta properti kemungkinan telah dibeli tetapi tidak ditempati yang dapat menampung sekitar 260 juta orang. Bahkan
Dunia
BEIJING-Selama berminggu-minggu, konglomerat real estat China, Evergrande yang sedang sakit menjadi berita utama. Investor menunggu untuk melihat apa yang akan terjadi pada tumpukan utangnya yang sangat besar.
Pihak berwenang China akhirnya mempertimbangkan krisis Evergrande. People's Bank of China pada Jumat 15 Oktober 2021 mengatakan perusahaan telah salah mengelola bisnisnya tetapi risiko terhadap sistem keuangan dapat dikendalikan.
"Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan telah gagal mengelola bisnisnya dengan baik dan beroperasi sesuai dengan perubahan pasar," kata Zou Lan, Direktur Departemen Pasar Keuangan di bank Sentral China sebagaimana dikutip CNN.
"Sebaliknya, mereka mendiversifikasi dan memperluas (usaha) secara membabi buta, mengakibatkan penurunan serius pada indikator operasi dan keuangannya, yang pada akhirnya menyebabkan risiko."
- Panaskan Suasana, Korea Utara Luncurkan SLBM
- INDF dan ICBP Rebound Dalam Dua Pekan, Begini Proyeksi Emiten Konsumer Anthoni Salim
- Meneropong Prospek Bisnis BNI Usai Aksi Akuisisi Bank Mini
Sebenarnya tanda-tanda peringatan telah berkedip selama beberapa waktu. Sebelum kehancuran Evergrande, puluhan juta apartemen telah kosong di seluruh negeri. Dalam beberapa tahun terakhir, masalah tersebut bertambah buruk.
Mark Williams, kepala ekonom Asia di Capital Economics memperkirakan China masih memiliki sekitar 30 juta properti yang belum terjual. Ini dapat menampung 80 juta orang. Hampir sama dengan jumlah penduduk Jerman.
Capital Economics juga memperkirakan sekitar 100 juta properti kemungkinan telah dibeli tetapi tidak ditempati yang dapat menampung sekitar 260 juta orang. Bahkan hampir sama dengan penduduk Indonesia yang penduduknya berjumlah sekitar 270 juta.
Dengan data itu berarti ada sekitar 130 juta rumah di China kosong baik karena belum laku atau tidak ditempati pemilik.
Williams menambahkan real estat dan sektor terkait adalah bagian besar dari ekonomi China, terhitung sebanyak 30% dari PDB. Proporsi output ekonomi yang terkait dengan konstruksi dan kegiatan yang berdekatan jauh lebih tinggi daripada di ekonomi utama lainnya.
Selama beberapa dekade, sektor ini telah membantu negara mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Namun selama bertahun-tahun, para kritikus mempertanyakan apakah mesin pertumbuhan itu tidak menciptakan bom waktu bagi ekonomi terbesar kedua di dunia itu. Hal ini karena sebagian karena utang besar yang diambil banyak pengembang untuk membiayai proyek mereka. Evergrande adalah contoh nyata dengan utang senilai lebih dari US$300 miliar.
“Namun Evergrande bukan satu-satunya yang sedang berjuang," kata Christina Zhu, seorang ekonom di Moody's Analytics.
Banyak Pengembang Lain Bermasalah
Selama beberapa hari terakhir, banyak pengembang lain telah mengungkapkan masalah arus kas mereka dan meminta waktu lebih banyak untuk melunasinya utang mereka.
Dalam laporan baru-baru ini, Zhu menulis bahwa 12 perusahaan real estate China gagal membayar obligasi dengan total sekitar 19,2 miliar yuan (hampir $3 miliar) pada paruh pertama tahun ini. "Ini menyumbang hampir 20% dari total default obligasi korporasi dalam enam bulan pertama tahun ini, tertinggi di semua sektor" di daratan China, tambahnya.
- 5 Pangeran Pewaris Takhta Para Konglomerat Terkaya di Indonesia
- Dilebur dengan BRI dan PNM, Ini Nama Baru Pegadaian
- Bisnis Aviasi Pertamina Kini Hadir di 47 Negara, Erick Mau Kuasai Dunia?
Pandemi membuat aktivitas terhenti sementara. Tetapi konstruksi kemudian hidup kembali ketika China dibuka kembali dan pasar properti negara itu menikmati rebound singkat. Namun, sejak itu, pasar kembali tersendat. Dan tidak ada tanda-tanda bantuan segera.
“Selama beberapa bulan terakhir ukuran pertumbuhan harga, perumahan [konstruksi] dimulai dan penjualan telah sangat berkurang,” catat Zhu.
Pada bulan Agustus, penjualan properti yang diukur dengan luas lantai yang terjual, turun 18% dibandingkan dengan waktu yang sama tahun sebelumnya, tambahnya. Pada bulan yang sama, harga rumah baru naik tipis 3,5% dari tahun sebelumnya. “Pertumbuhan terkecil sejak pasar properti pulih dari dampak pandemi pada Juni 2020," tulis Zhu.