Ada Biaya Tambahan Transaksi di Bursa Kripto, Begini Tanggapan Tokocrypto
- Saat ini, Tokocrypto sendiri memberlakukan biaya transaksi sebesar 0,01% yang belum termasuk pajak pertambahan nilai (PPN) 0,11% untuk transaksi beli dan pajak penghasilan (PPh) 0,1% untuk transaksi jual.
Fintech
JAKARTA - PT Crypto Indonesia Berkat (Tokocrypto) memberikan tanggapan atas pertimbangan biaya tambahan di bursa kripto sebesar 0,02%.
Chief Executive Officer (CEO) Tokocrypto Yudhono Rawis mengatakan bahwa ia belum bisa memberikan komentar lebih lanjut atas kebijakan biaya tambahan ini hingga ada keputusan resmi dari lembaga terkait.
Akan tetapi, pihaknya menjamin akses yang murah dan mudah untuk melakukan investasi serta memperjualbelikan aset kripto bagi semua nasabah.
Saat ini, Tokocrypto sendiri memberlakukan biaya transaksi sebesar 0,01% yang belum termasuk pajak pertambahan nilai (PPN) 0,11% untuk transaksi beli dan pajak penghasilan (PPh) 0,1% untuk transaksi jual.
- Didorong Ekspor, Ekonomi Jepang Tumbuh Lebih Cepat
- Sering Dianggap Sama, Ini Beda Pak Lurah dan Kepala Desa
- Terjadi Peningkatan Harga Properti Residensial, Meski Penjualan Menguat
Yuho pun mengatakan, dengan adanya lembaga bursa, kliring, dan penyedia kustodian yang saat ini berperan dalam transaksi aset kripto dalam negeri, upaya untuk mendorong return on investment (ROI) yang berkelanjutan adalah aspek yang penting dalam hal pembangunan bisnis dan pertumbuhan ekosistem.
"Kami berharap bahwa pertimbangan biaya tambahan dapat dirumuskan dengan bijak, mungkin dimulai dengan nominal yang terjangkau dan disesuaikan secara bertahap seiring perbaikan kondisi pasar dan bisnis," ujar Yudho kepada TrenAsia, dikutip Jumat, 18 Agustus 2023.
Yudho pun menyampaikan, dengan Tokocrypto yang tercatat sebagai anggota bursa, kliring, dan depositori, pasar kripto di Indonesia akan semakin berkembang dan memberikan manfaat bagi para penggunanya.
"Keanggotaan resmi ini adalah tonggak penting bagi Tokocrypto dalam mendukung pertumbuhan dan inovasi di sektor aset kripto. Kami berkomitmen untuk memberikan layanan terbaik kepada komunitas kami dan memajukan ekosistem aset kripto di Indonesia," pungkas Yudho.
- Jakarta Kota dengan Polusi Terburuk, Mobil Listrik Jadi Solusi Strategis
- Dari Gucci Hingga Louis Vuitton, Inilah 3 Perusahaan Di Balik Kesuksesan Merek Mewah Dunia
- Baru Dapat Ijin OJK, BNI Ventures Catat Laba Bersih Rp1,9 Miliar
Tanggapan Asosiasi Terkait Biaya Tambahan Bursa
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) Robby mengatakan bahwa yang perlu menjadi fokus utama para regulator dan pedagang fisik aset kripto adalah terkait dengan biaya transaksi.
Pasalnya, dengan adanya tiga lembaga yang berperan dalam transaksi aset kripto di Indonesia, diasumsikan bahwa akan ada kenaikan biaya yang harus dikeluarkan oleh pelaku pasar.
Robby selaku perwakilan dari Aspakrindo mengungkapkan harapan agar penetapan biaya bisa dibuat seminimal mungkin untuk mendongkrak nilai transaksi investor di dalam negeri.
Pasalnya, dengan biaya yang tinggi, bisa jadi para investor atau trader malah lebih memilih untuk melakukan transaksi di pedagang fisik aset kripto asing dan tidak akan membantu penerimaan negara melalui pajak.
"kami para pedagang sih berharap biayanya tidak terlalu besar," ujar Robby kepada TrenAsia seusai acara peluncuran CFX di Jakarta beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Chairwoman Asosiasi Blockchain Indonesia Asih Karnengsih pun menekankan hal yang senada.
Dikatakan olehnya, sangat penting agi ketiga lembaga yang menaungi bursa untuk mempertimbangkan biaya keanggotaan dan transaksi demi mempertahankan daya saing pelaku usaha lokal.
Menurut Asih, dengan adanya beban biaya pajak yang harus dibayarkan oleh pedagang fisik, ditambah dengan beban pajak yang dikenakan kepada nasabah, penambahan biaya keanggotaan dan transaksi aset kripto di bursa diharapkan tidak akan menjadi penambahan beban bagi pedagang maupun pelanggan.
Pasalnya, biaya keanggotaan dan transaksi yang terlalu tinggi nantinya dapat mendorong pelaku pasar untuk berpindah ke platform transaksi aset kripto asing atau yang tidak terdaftar, dan dapat mengakibatkan capital outflow.
Asih menegaskan, diperlukan upaya akselerasi dan intensif dari pemerintah untuk membina pertumbuhan industri, mengingat Indonesia memiliki potensi dalam industri aset kripto yang bisa bersaing dengan negara-negara lainnya, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
Namun, walaupun ada biaya tambahan, Asih tidak memungkiri bahwa kehadiran bursa dapat menjadi petanda masa depan yang cerah bagi industri kripto di dalam negeri.
"Peresmian bursa, kliring, dan pengelola tempat penyimpanan aset kripto ini membuka jalan bagi akselerasi pertumbuhan industri aset kripto domestik dalam hal pengawasan dan pengembangan produk dan jasa dalam transaksi aset kripto," ujar Asih kepada TrenAsia beberapa waktu lalu.