AdaKami Belum Menemukan Debitur yang Viral karena Bunuh Diri Akibat Teror DC
- Direktur Utama AdaKami Bernardino Moningka Vega Jr. mengatakan bahwa sesuai dengan instruksi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pihaknya telah melakukan investigasi untuk menindaklanjuti mengenai viralnya kisah seorang nasabah AdaKami yang bunuh diri akibat tagihan yang tidak beretika.
Fintech
JAKARTA - PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami) hingga berita ini ditulis belum menemukan debitur yang kisahnya viral karena disebut-sebut sebagai nasabah yang sampai melakukan bunuh diri akibat teror yang dilakukan oleh pihak penagih utang atau desk collection (DC).
Direktur Utama AdaKami Bernardino Moningka Vega Jr. mengatakan bahwa sesuai dengan instruksi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pihaknya telah melakukan investigasi untuk menindaklanjuti mengenai viralnya kisah seorang nasabah AdaKami yang bunuh diri akibat tagihan yang tidak beretika.
Bernardino mengatakan, verifikasi atas identitas korban dalam investigasi ini akan sangat membantu untuk membuktikan kebenaran berita yang beredar.
AdaKami pun sejauh ini sudah melakukan investigasi, namun belum ada kepastian akan identitas dari debitur yang bersangkutan. Informasi yang telah didapatkan sejauh ini adalah korban dalam hal ini berinisial K dan tinggal di Sumatera.
"Kami telah melakukan investigasi awal untuk mencari debitur berinisial K yang marak diberitakan, namun belum menemukan debitur yang sesuai dengan informasi yang beredar," kata Bernardino dalam konferensi pers di Manhattan Hotel, Jakarta, Jumat, 22 September 2023.
- Menilik Porsi Kepemilikan Saham di Bukaka Teknik Utama, Entitas Grup Kalla
- Catat Tanggal KAI Expo, Promo Tiket Luar Kota Mulai Rp50 Ribu
- Kabar Gembira! WhatsApp Beta untuk iOS Akhirnya Akan Diperkenalkan di Perangkat iPad
Proses Investigasi
Bernardino menyampaikan, AdaKami masih membutuhkan informasi-informasi mengenai identitas korban seperti nama lengkap, nomor kartu tanda penduduk (KTP), nomor ponsel, dan info lainnya untuk menindaklanjuti investigasi.
Pasalnya, dalam kasus ini, AdaKami membutuhkan data-data tesebut untuk memastikan apakah benar bahwa korban yang kisahnya menjadi viral ini memang debitur yang tercatat di platform AdaKami.
Bernardino pun menegaskan bahwa pihaknya senantiasa menerapkan penagihan sesuai dengan standard operational procedure (SOP) yang telah ditetapkan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
AFPI telah menetapkan bahwa dalam proses penagihan, para anggotanya dilarang untuk melakukan penagihan dengan intimidasi, kekerasan fisik, mental, ataupun cara-cara yang menyinggung suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Penagihan pun tidak boleh dilakukan dengan merendahkan harkat, martabat, serta harga diri dari debitur, baik itu secara langsung maupun melalui dunia maya terhadap debitur itu sendiri, harta benda, kerabat, rekan, dan keluarganya.
Prosedur itu pun berlaku untuk DC yang digunakan oleh penyelenggara fintech lending dari pihak ketiga. Tim penagih bahkan diwajibkan untuk memperoleh sertifikasi dari OJK atau AFPI sebelum bisa bertugas.
"AdaKami akan menindak tegas pelaku penagihan yang tidak beretika dan tidak sesuai dengan code of conduct yang telah ditetapkan regulator. AdaKami akan bekerja sama dengan otoritas yang berwenang untuk menyelesaikkannya agar tidak menjadi preseden buruk bagi perusahaan dan industri," kata Bernardino.
Bernardino pun berjanji, jika nantinya dari hasil investigasi ditemukan bahwa ada ketidaksesuaian prosedur yang dilakukan oleh DC dari pihaknya, maka AdaKami tidak segan untuk mengeluarkan surat peringatan atau melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Jalur Hukum
Bila perlu, AdaKami pun siap untuk menempuh jalur hukum dalam menindak tegas oknum DC yang berperan dalam kasus yang tengah viral ini.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal (Sekjen) AFPI Sunu Widyatmoko menyampaikan bahwa pihaknya senantiasa memastikan DC yang bertugas untuk menagih pinjaman sudah tersertifikasi.
Sunu juga menyebutkan bahwa apabila ada kasus yang berkaitan dengan penagihan yang tidak sesuai dengan kode etik, AFPI akan menandai DC yang bersangkutan.
Setelah ditandai, bisa jadi DC yang terlibat masalah itu akan dikenaik sanksi berupa PHK dan identitasnya akan masuk ke daftar hitam sehingga mereka tidak bisa lagi beraktivitas sebagai DC lagi di platform-plaform fintech lending lainnya.
"Kalau mereka (DC) melanggar kode etik dan kalau pelanggaran itu dianggap berat, mereka bisa mengalami PHK dan ke depannya mereka akan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang sama di industri kami," tutur Sunu.
- Kedamaian dari Dalam, Berikut Tips Atasi Cemas dan Stres
- Kisah Napoleon Terguncang dan Pucat Setelah Keluar dari Makam Fir'aun
- 6 Makanan dengan Kandungan Protein Lebih dari Telur
Untuk diketahui, dalam beberapa hari terakhir, viral di media sosial mengenai unggahan dari akun @rakyatvspinjol di platform Twitter/X yang menceritakan tentang seorang nasabah yang bunuh diri karena diteror oleh DC dari AdaKami.
Disebutkan bahwa nasabah tersebut meminjam uang sebesar Rp9,4 juta, dan ia harus mengembalikan pinjaman tersebut dengan jumlah sekitar Rp19 juta.
Kabarnya, nasabah itu sampai melakukan bunuh diri karena tidak mampu membayar tagihan dari platform fintech lending tersebut.
Ditambah lagi, teror dan cacian dari penagih dikabarkan telah berujung ke pemecatan nasabah dari tempat ia bekerja. Keluarga dan kerabatnya pun tidak luput dari teror penagihan.
Dalam kronologi cerita yang beredar tersebut, disebutkan bahwa DC yang bersangkutan bahkan telah melakukan pemesanan fiktif kepada layanan ojek online ke alamat peminjam sehingga menimbulkan keresahan.
Terkait dengan maraknya narasi tersebut, OJK pun telah memberikan instruksi kepada AdaKami untuk melakukan investigasi mendalam.