<p>Fintech P2P Lending AdaKami. / Facebook @adakami.id</p>
Fintech

AdaKami Klarifikasi Biaya Layanan Jumbo yang Viral di Media Sosial

  • Sebelumnya, viral di media sosial mengenai tangkapan layar mengenai rincian pinjaman di layanan fintech lending tersebut, yang mana di dalamnya tercantum jumlah pinjaman sebesar Rp3,7 juta. Sementara itu, tercatat biaya layanan sebesar Rp3,42 juta.
Fintech
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA - PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami) memberikan klarifikasi atas biaya layanan dalam jumlah besar yang viral di media sosial.

Sebelumnya, viral di media sosial mengenai tangkapan layar mengenai rincian pinjaman di layanan fintech lending tersebut, yang mana di dalamnya tercantum jumlah pinjaman sebesar Rp3,7 juta.

Sementara itu, tercatat biaya layanan sebesar Rp3,42 juta. Biaya layanan inilah yang memperoleh sorotan karena angkanya yang mencapai 92% dari jumlah pinjaman yang dicairkan.

Rincian Biaya Layanan

Direktur Utama AdaKami Bernardino Moningka Vega mengatakan, biaya layanan itu terdiri dari beberapa komponen, seperti biaya teknologi, biaya operasional, biaya penagihan, dan asuransi.

"Itu breakdown-nya macam-macam untuk setiap produk," kata Bernardino dalam konferensi pers di Manhattan Hotel, Jakarta, Jumat, 22 September 2023.

Menurut Bernardino, dari komponen-komponen tersebut, yang paling tinggi angkanya biasanya adalah asuransi, dan pengenaan asuransi itu sendiri merupakan ketentuan yang sudah diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Menurut Peraturan OJK (POJK) Nomor 10 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi, telah diatur bahwa perusahaan pemberi pinjaman, dalam hal ini adalah fintech lending, diwajibikan untuk menerapkan prosedur pengalihan risiko atas objek jaminan melalui asuransi.

"Setiap nasabah yang meminjam itu harus diasuransikan, dan kadang-kadang angkanya menjadi tinggi karena kita ini kan tidak ada jaminan (agunan). Tentunya tingkat biaya ini disesuaikan, dan kebanyakannya produk kita itu biaya asuransinya yang tinggi," papar Bernardino.

Kode Etik AFPI

Sementara itu, Sekretaris Jendral (Sekjen) Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko mengatakan, AFPI sendiri memiliki kode etik terkait dengan penetapan biaya pinjaman yang mencakup asuransi tersebut.

Dikatakan olehnya, AFPI menetapkan untuk biaya pinjaman maksimal 0,4% perhari sehingga jika tenornya semakin panjang, maka semakin besar juga biaya pinjaman yang ditetapkan.

Jika mengacu pada tangkapan layar yang viral di media sosial yang telah disebutkan sebelumnya, biaya pinjaman yang ditetapkan itu tidak melebihi kode etik yang ditetapkan oleh AFPI.

Dalam tangkapan layar tersebut, tercatat bahwa pinjaman itu diajukan dengan tenor 9 bulan, yang mana setara dengan 270 hari.

Jika dihitung dengan persentase maksimal dari biaya pinjaman yang disebutkan oleh Sunu, yakni 0,4% dikali dengan 270 hari, maka angka yang muncul adalah Rp3,99 juta.

Dengan demikian, biaya pinjaman yang viral tersebut bahkan berada di bawah dari ambang maksimum biaya yang telah ditetapkan dalam kode etik AFPI.

Sunu pun mengatakan, setiap penyelenggara fintech lending biasanya menetapkan besaran komponen biaya yang variatif.

"Ada yang bunganya tinggi, ada yang biaya layanannya rendah, ada juga yang bunganya rendah, tapi biaya layanannya tinggi," papar Sunu dalam kesempatan yang sama.

Kasus Bunuh Diri

Untuk diketahui, tangkapan layar mengenai rincian biaya pinjaman dari AdaKami menjadi viral seiring dengan hebohnya sebuah unggahan dari akun @rakyatvspinjol di Twitter/X yang menceritakan tentang seorang nasabah yang bunuh diri karena diteror oleh desk collection (DC) dari AdaKami.

Disebutkan bahwa nasabah tersebut meminjam uang sebesar Rp9,4 juta, dan ia harus mengembalikan pinjaman tersebut dengan jumlah sekitar Rp19 juta.

Kabarnya, nasabah itu sampai melakukan bunuh diri karena tidak mampu membayar tagihan dari platform fintech lending tersebut.

Ditambah lagi, teror dan cacian dari penagih dikabarkan telah berujung ke pemecatan nasabah dari tempat ia bekerja. Keluarga dan kerabatnya pun tidak luput dari teror penagihan.

Dalam kronologi cerita yang beredar tersebut, disebutkan bahwa DC yang bersangkutan bahkan telah melakukan pemesanan fiktif kepada layanan ojek online ke alamat peminjam sehingga menimbulkan keresahan.

Terkait dengan maraknya narasi tersebut, OJK pun telah memberikan instruksi kepada AdaKami untuk melakukan investigasi mendalam.

Bernardino mengatakan, pihaknya sudah dipanggil langsung oleh OJK, dan AdaKami telah melakukan investigasi awal untuk mencari debitur berinisial K yang marak diberitakan.

Akan tetapi, hingga berita ini ditulis, AdaKami belum menemukan debitur yang identitasnya sesuai dengan informasi yang beredar.

"Kami masih terus melakukan investigasi mendalam mengenai kebenaran berita tersebut," kata Bernardino.

AdaKami pun hingga kini masih membutuhkan data-data terkait identitas korban seperti nama lengkap, kartu tanda penduduk (KTP), dan nomor ponsel yang sangat dibutuhkan untuk mengkonfirmasi apakah nasabah yang bersangkutan memang benar-benar debitur yang tercatat di platform AdaKami.

Verifikasi akan identitas korban ini dikatakan Bernardino akan membuktikan kebenaran dari berita yang beredar sejak beberapa hari terakhir ini.