Ketua Umum Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan dan Ahli Hukum Universitas Trisakti Ali Ridho dalam acara diskusi Ruang Rembuk di Jakarta, Senin, 9 September 2024.
Nasional

Ada Potensi Pelanggaran Konstitusi dan HAKI dalam Kebijakan Kemasan Polos untuk Rokok

  • Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengharuskan produsen memberikan informasi yang jelas terkait produk mereka, dan menurut Rido, kebijakan kemasan polos yang seragam dapat mengurangi keterbukaan informasi kepada konsumen.

Nasional

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA – Ahli hukum Universitas Trisakti, Ali Rido, mengemukakan pandangannya terkait kemungkinan terjadinya pelanggaran konstitusi dan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) akibat implementasi kebijakan kemasan polos tanpa merek atau plain packaging produk tembakau yang diusulkan dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK). 

Aturan ini merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024. Dalam draf RPMK tersebut, diusulkan bahwa produk tembakau dan rokok elektronik harus menggunakan kemasan seragam tanpa logo dan merek produk. 

Latar Belakang Kebijakan Kemasan Polos 

Rido menjelaskan bahwa RPMK yang mengatur kemasan polos ini didasarkan pada Undang-Undang Kesehatan No. 17 Tahun 2023. 

Namun, menurutnya, Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 yang juga mengatur produk tembakau dan rokok elektronik, tidak secara eksplisit memerintahkan adanya aturan turunan mengenai standardisasi kemasan. 

Rido melihat adanya ketidakselarasan antara PP tersebut dengan isi RPMK yang dinilai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) serta melanggar HAKI. 

"PP 28/2024 secara implisit melanggar hak kekayaan intelektual dan juga tidak selaras jika ditinjau dari sudut pandang konstitusi," tegas Rido dalam sebuah diskusi publik Ruang Rembuk di Jakarta, Senin, 9 September 2024. 

Ketidaksesuaian Kebijakan dengan Konstitusi 

Rido menyoroti adanya ketidaksesuaian antara PP Kesehatan dengan putusan MK, yang berpotensi menimbulkan pelanggaran terhadap ketentuan konstitusi. Kebijakan tersebut, menurutnya, tidak sesuai dengan landasan hukum yang ada. 

Ia berpendapat bahwa setiap kebijakan harus merujuk pada keselarasan dengan keputusan MK dan peraturan yang lebih tinggi untuk menjamin bahwa aturan yang diterapkan tidak bertentangan dengan konstitusi. 

Implikasi Terhadap Hak Produsen dan Konsumen 

Tidak hanya produsen yang dirugikan oleh kebijakan kemasan polos ini, Rido juga menekankan bahwa hak konsumen bisa ikut terpengaruh. Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengharuskan produsen memberikan informasi yang jelas terkait produk mereka, dan menurut Rido, kebijakan kemasan polos yang seragam dapat mengurangi keterbukaan informasi kepada konsumen. 

“Kebijakan kemasan polos dapat mengaburkan informasi penting mengenai produk, yang mana ini merupakan pelanggaran terhadap hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang jelas,” ujarnya. 

Rido menambahkan bahwa para pelaku industri tembakau yang telah mematuhi aturan-aturan sebelumnya berhak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan konstitusi. 

Selain itu, ia juga mengkritisi kebijakan lain yang melarang penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah atau institusi pendidikan. Ia menilai bahwa kebijakan ini belum memiliki definisi yang jelas dan penerapannya masih kabur, yang dapat memunculkan permasalahan hukum di kemudian hari. 

Kebutuhan Aturan yang Lebih Jelas 

Rido menyoroti bahwa pelarangan zonasi penjualan dan iklan produk tembakau dalam PP 28/2024 juga membutuhkan penjelasan lebih lanjut. 

"Pelarangan ini tidak dapat diberlakukan secara retroaktif atau terhadap penjual yang telah beroperasi sebelum adanya institusi pendidikan di sekitarnya. Penerapan kebijakan yang demikian dapat menimbulkan ketidakadilan," lanjutnya. 

Menurutnya, segala pembatasan hak hanya dapat dilakukan melalui Undang-Undang yang sah, bukan sekadar melalui Peraturan Pemerintah atau peraturan di bawahnya. Oleh karena itu, disahkannya kebijakan ini harus melalui proses di DPR dan Presiden, bukan hanya dengan peraturan menteri. Ini penting untuk memastikan bahwa pembatasan tersebut benar-benar mewakili kehendak rakyat. 

Judicial Review sebagai Langkah Hukum 

Mengenai potensi pelanggaran hukum yang bisa terjadi, Rido merekomendasikan judicial review sebagai langkah yang tepat untuk menguji kembali kebijakan tersebut. "Jika kebijakan ini dinilai melanggar hukum, maka jalan terbaik adalah melakukan judicial review. Jika hasilnya tetap tidak memadai, langkah-langkah alternatif bisa dipertimbangkan," tambahnya. 

Pendekatan Hati-hati Terhadap Kebijakan 

Rido menekankan pentingnya pendekatan yang hati-hati dan teliti dalam merancang kebijakan kemasan polos tanpa merek serta pembatasan penjualan rokok.

Ia berharap pemerintah tidak terburu-buru dalam menetapkan aturan yang memiliki implikasi besar terhadap banyak pihak, terutama produsen dan konsumen. Pemerintah diharapkan untuk mempertimbangkan segala aspek hukum, termasuk konstitusi dan peraturan yang berlaku. 

Dengan potensi pelanggaran hukum yang mengemuka, setiap kebijakan harus dibuat dengan cermat agar tidak hanya efektif dalam mencapai tujuan, tetapi juga adil dan sesuai dengan prinsip-prinsip konstitusi.