Petugas KPPS mengenakan ala barista mengawasi pencoblosan surat suara  di TPS 11 Cornelia Residence Pondok Jagung Tangerang Selatan, Rabu 14 Februari 2024. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Nasional

Adian: Di MK Ada Pamannya, Hak Angket Jadi Solusi Ungkap Kecurangan Pemilu 2024

  • Ngadu ke mana? MK ada pamannya. Lalu ke mana? Mau tidak mau pilihannya hak angket

Nasional

Distika Safara Setianda

JAKARTA - Politikus PDIP Adian Napitupulu menyatakan, hak angket yang dapat diajukan di DPR bisa menjadi langkah untuk mengungkapkan berbagai dugaan kecurangan dalam pemilu 2024. Menurutnya, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara seperti KPU dan Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini telah menurun.

“Pilihannya adalah hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan pada pelaksanaan Pemilu 2024,” kata Adian kepada wartawan, pada Rabu, 21 Februari 2024.

“Kecurangan itu tidak bisa hanya dilihat di angka-angka. Rakyat bingung. Parpol bingung. Ketemu kecurangan pemilu. Ngadu ke mana? MK ada pamannya. Lalu ke mana? Mau tidak mau pilihannya hak angket.”

“Jika KPU, Sistem Rekapitulasi Suara Pemilu 2024 atau Sirekap dan MK sudah tak bisa dipercaya, mau tidak mau rakyat hanya percaya dengan kekuatannya sendiri. Hati-hati loh itu. Hati-hati,” sambung dia.

Adian yang dikenal sebagai aktivis 1998, menegaskan DPR harus bertanggung jawab dalam mengawasi produk undang-undang yang dibuat, apakah ada kesalahan atau tidak. Dia menyatakan, rangkaian kecurangan dalam Pemilu 2024 tidak hanya terbatas pada angka-angka.

Dia juga menyebutkan perhitungan suara dalam Sistem Rekapitulasi Pemilu (Sirekap) bisa berubah dalam waktu satu hari, contohnya adalah pengalaman pribadinya yang kehilangan 470 suara. Oleh karena itu, menurutnya, potensi kecurangan dalam pilpres bisa jauh lebih besar.

“Kalau untuk 15.000  TPS di Bogor bisa terjadi kecurangan. Peluang kecurangan lebih mungkin terjadi pada pilpres dengan 800 ribuan TPS,” tukas dia.

Anggota Komisi VII DPR RI ini juga menyoroti tanggung jawab negara terkait dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024. Menurutnya, angka perolehan suara yang disampaikan oleh KPU melalui Sirekap seringkali berubah dan terdapat indikasi penggelembungan.

Dia menanyakan apakah data yang diumumkan melalui Sirekap termasuk dalam kategori hoaks atau tidak. Jika terbukti sebagai hoaks, maka harus ada sanksi karena penyebaran informasi palsu kepada publik.

“Menurut saya harus ada langkah hukum ketika negara dianggap menyebarkan hoaks, karena data Sirekap itu tersebar kok. Artinya, harus ada langkah politik di parlemen,” pungkasnya.

Capres 03 Ganjar Pranowo, mengusulkan agar partai politik pendukungnya, yaitu PDIP dan PPP, mengajukan hak angket atau hak interpelasi di DPR untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam pemilu.

Usulan Ganjar tersebut mendapat tanggapan positif dari kandidat presiden nomor urut 01, Anies Baswedan, dan tidak menutup kemungkinan bahwa partai lain seperti NasDem, PKB, dan PKS juga akan mengajukan hak angket atau interpelasi.

Dikutip dari situs web DPR, dalam menjalankan tugas dan fungsinya, terutama terkait fungsi pengawasan, DPR memiliki 3 (tiga) hak, dua di antaranya adalah hak interpelasi dan hak angket.

Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta penjelasan dari Pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang dianggap penting dan strategis serta memiliki dampak yang luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Sementara itu, hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal yang dianggap penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yang diduga melanggar peraturan perundang-undangan.