Ilustrasi Web3.
Tekno

Adopsi Web3 di Indonesia Cenderung Lambat, Inilah Faktor yang Jadi Penghambat

  • Perkembangan Web3 di Indonesia saat ini berjalan lebih lambat dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kemampuan untuk membangun teknologi Web3.

Tekno

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Adopsi teknologi Web3 di Indonesia menjadi salah satu isu yang menarik perhatian berbagai pihak, termasuk Upbit Indonesia. Chief Operating Officer (COO) Upbit Indonesia, Resna Raniadi, memberikan pandangannya terkait perkembangan Web3 di Tanah Air serta kemungkinan penggunaan kripto sebagai alat pembayaran di masa depan.

Menurut Resna, perkembangan Web3 di Indonesia saat ini berjalan lebih lambat dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kemampuan untuk membangun teknologi Web3.

“Kalau saya melihatnya, sebenarnya Indonesia siap. Kita selalu antusias menerima teknologi baru. Namun, kendalanya adalah orang-orang yang capable untuk mengerjakan Web3 ini masih sangat terbatas,” ujar Resna dalam acara media gathering di Jakarta, Selasa, 3 Desember 2024. 

Ia juga menambahkan bahwa ketika tantangan SDM ini teratasi, perkembangan Web3 di Indonesia memiliki potensi untuk menjadi lebih baik.

Kripto Sebagai Alat Pembayaran: Apakah Mungkin?

Berbicara mengenai kripto sebagai alat pembayaran di Indonesia, Resna menegaskan bahwa hingga saat ini regulasi di Indonesia tidak mengizinkan penggunaan kripto untuk transaksi pembayaran.

“Sejujurnya, dari sisi kami, tidak pernah terlintas untuk menjadikan kripto sebagai alat pembayaran di Indonesia. Apakah ini terjadi di luar negeri? Iya, ada. Tapi sejauh ini regulasi di Indonesia melarang, jadi kami tetap mengikuti aturan tersebut,” jelasnya.

Resna juga menyebutkan bahwa sejak awal kehadiran platform exchanger kripto di Indonesia pada 2018-2019, terdapat kekhawatiran bahwa kripto akan merusak sistem pembayaran konvensional. 

Namun, ia memastikan bahwa fokus platform seperti Upbit Indonesia adalah pada aktivitas investasi, bukan pada pengembangan kripto sebagai alat pembayaran.

“Kalau nanti ada regulasi baru yang memperbolehkan dengan syarat tertentu, mungkin kami bisa mempertimbangkannya. Tapi untuk saat ini, dengan aturan yang ada, kami tetap beroperasi sesuai dengan regulasi,” tambahnya.

Masa Depan Kripto dan Web3 di Indonesia

Resna optimis bahwa dengan kesiapan teknologi dan potensi pasar, Indonesia dapat menjadi pemain penting dalam pengembangan Web3 di masa depan. 

Namun, ia juga menekankan pentingnya membangun ekosistem yang mendukung, termasuk peningkatan SDM dan regulasi yang jelas.

“Meskipun Web3 berkembang pesat di Indonesia nantinya, penggunaan kripto sebagai alat pembayaran masih bergantung pada perubahan regulasi. Saat ini, kami tetap fokus pada layanan yang sesuai aturan,” tutup Resna.

Untuk diketahui, Web3 adalah generasi terbaru dari teknologi internet yang berfokus pada desentralisasi, transparansi, dan kontrol pengguna atas data mereka. Berbeda dengan Web2 yang didominasi oleh platform terpusat, Web3 menggunakan teknologi blockchain dan kontrak pintar untuk menciptakan ekosistem digital yang lebih terbuka dan aman.

Fitur utama Web3 meliputi:

  1. Desentralisasi: Tidak ada otoritas tunggal yang mengendalikan data atau aplikasi.
  2. Kepemilikan Data: Pengguna memiliki kendali penuh atas data mereka dan dapat memilih untuk membagikannya atau tidak.
  3. Ekonomi Digital: Mengintegrasikan cryptocurrency untuk transaksi, memungkinkan sistem keuangan yang tanpa batas dan berbasis peer-to-peer.

Web3 memiliki potensi besar untuk merevolusi berbagai sektor, termasuk keuangan (DeFi), seni digital (NFT), dan identitas digital. Namun, tantangan seperti adopsi massal dan regulasi tetap menjadi perhatian utama.