Gedung Adaro Energy di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Bursa Saham

ADRO Ungkap Perkembangan Laporan Keuangan Semester I-2024

  • Seiring dengan kenaikan harga saham, investor ADRO yang berjumlah 105.353 orang per 28 Juni 2024, pasti bertanya-tanya mengenai rilis kinerja keuangan untuk semester I-2024, terutama di tengah dinamika sektor batu bara.

Bursa Saham

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA – Menjelang akhir semester I-2024, saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), yang bergerak di sektor batu bara, mengalami lonjakan sebesar 3,24% menjadi Rp2.870 per saham dalam sebulan terakhir. 

Seiring dengan kenaikan harga saham tersebut, investor ADRO yang berjumlah 105.353 orang per 28 Juni 2024, pasti bertanya-tanya mengenai rilis kinerja keuangan untuk semester I-2024, terutama di tengah dinamika sektor batu bara.

Corporate Secretary ADRO, Mahardika Putranto, mengatakan laporan keuangan semester I-2024 akan ditelaah secara terbatas oleh akuntan publik. Nah, merujuk catatan historis, emiten portofolio PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) ini, biasanya mengumumkan kinerja semester pertama tahun berjalan di akhir bulan Agustus.

“Merujuk kepada Peraturan Bursa No. I-E tentang Kewajiban Penyampaian Informasi, dengan ini disampaikan Adaro Energy Indonesia akan melakukan penyampaian laporan keuangan kuartal II untuk tahun buku 2024 yang ditelaah secara terbatas oleh akuntan publik,” katanya dalam keterbukaan informasi dikutip pada Selasa, 16 Juli 2024.

Data dari RTI Bussines, pada perdagangan sesi pertama hari ini, saham ADRO diparkir stagnan di level Rp2.870 per saham. Adapun volume perdagangan saham yang terafialisi Garibaldi Thohir ini mencapai 8,83 juta lembar dan nilai transaksi Rp25,40 miliar.

Sebelumnya, ADRO menargetkan volume produksi batu bara tahun 2024 sekitar 65-67 juta ton. Produksi tersebut terdiri dari 61-62 juta ton batu bara termal dan sekitar 4,9-5,4 juta ton batu bara metalurgi dari Adaro Minerals. 

Meski pemerintah terus mendorong diversifikasi bisnis ke arah non batu bara yang lebih ramah lingkungan, data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) justru menunjukkan bahwa penggunaan emas hitam mencapai rekor tertinggi pada 2023.

Bahkan, satu dekade terakhir, penggunaan energi fosil ini melonjak lebih dari enam kali lipat dalam 10 tahun terakhir. Tercatat, pada 2013 penggunaan batu bara hanya di angka 42,729 (BoE/satuan barel setara minyak), sedangkan pada akhir tahun lalu meningkat 316.754 BoE.

Diversifikasi

Meski penggunaan batu bara diproyeksikan masih tetap tinggi, saat ini ADRO tengah mengembangkan bisnis di beberapa sektor yang mendukung ekosistem hijau di Indonesia, termasuk pembangunan smelter aluminium, perluasan pasar batu bara metalurgi, eksplorasi produk mineral hijau, dan pengembangan energi terbarukan (EBT).

Diketahui ADRO sedang membangun smelter aluminium di Kalimantan Utara, tepatnya di Kawasan Industri Hijau Indonesia, yang merupakan yang terbesar di dunia. Menurut data perusahaan hingga kuartal I-2024, konstruksi smelter aluminium dan infrastrukturnya berjalan sesuai rencana, dengan tahap pertama ditargetkan rampung pada 2025 dengan kapasitas produksi 500.000 ton per tahun.

Selain itu, ADRO juga berekspansi dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Matarang di area yang sama, yang ditargetkan memiliki kapasitas terpasang sebesar 1.375 MW dan potensi menghasilkan 9 Terawatt hour (TWh) per tahun. Pembangkit ini diharapkan dapat beroperasi pada 2030.

PLTA ini akan menggunakan Bendungan Beton Tertutup dengan Batu (Concrete Faced Rockfill Dam - CFRD), dirancang dengan ketinggian puncak 235 meter dan panjang 815 meter, yang akan menjadi salah satu bendungan tertinggi di dunia.

Tidak ketinnggalan, proyek kelistrikan lainnya juga digarap ADRO melalui anak usahanya, PT Adaro Power, bekerja sama dengan PT Medco Power Indonesia dan PT Energi Baru TBS untuk penyediaan energi dari panel surya. 

Selain itu, PT Adaro Power juga menjalin kerja sama dengan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) dalam pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) berkapasitas 70 MW di Tanah Laut, Kalimantan Selatan. 

Jika sudah beroperasi, PLTB ADRO ini akan menjadi yang pertama di Indonesia yang menggunakan teknologi sistem penyimpanan energi baterai atau Battery Energy Storage System (BESS) dengan kapasitas 10 MWh.