<p>Gedung MNC Vision. / Dok. PT MNC Vision Networks Tbk</p>
Bursa Saham

Adu Kinerja 4 Emiten MNC Group Penghuni Papan Pemantauan Khusus

  • Empat emiten di bawah naungan MNC Group tertanggal 31 Mei 2024, masuk ke dalam Papan Pemantauan Khusus (PPK). Akibatnya, seluruh saham tersebut kini bertengger di level Rp26 per saham.

Bursa Saham

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA – Empat emiten di bawah naungan MNC Group tertanggal 31 Mei 2024, terpantau masuk ke dalam Papan Pemantauan Khusus (PPK). Perihal dimasukkannya keempat emiten milik konglomerat Hary Tanoesoedibjo ke PPK lantaran sepanjang enam bulan terakhir harga rata-rata sahamnnya kurang dari Rp51 per saham di pasar reguler.

Akibatnya, keempat saham MNC Group itu sekarang diperdagangkan dengan mekanisme Full Call Action. Dalam skema ini, investor tidak bisa melihat tawaran penawaran atau bid offer seperti pada perdagangan saham biasa. 

Adapun empat yang dimaksud antara lain PT MNC Asia Holding Tbk (BHIT), PT MNC Kapital Indonesia Tbk (BCAP), PT MNC Energy Investment Tbk (IATA), dan PT MNC Vision Networks (IPTV). Pertanyaannya, bagaimana kinerja keuangan keempat emiten itu sepanjang 2023?

Pasalnya, manajemen MNC Group telah menyampaikan pernyataan kepada Bursa Efek Indonesia bahwa masuknya keempat saham mereka ke dalam PPK tidak mencerminkan kinerja fundamental perusahaan.

Kinerja BHIT

Berdasarkan data RTI Business, emiten bersandikan BHIT pada perdagangan Senin, 10 Juni 2024, telah melemah 7,14% ke level Rp26 per saham. Secara mingguan saham ini telah menyusut kurang lebih 36,59%. Demikian pula secara (year-to-date/ytd) tertekan 48,00%. 

Dari sisi kinerja sepanjang 2023, BHIT yang memiliki lini bisnis media dan entertainment, jasa keuangan, entertainment hospitality, dan energi ini hanya mampu meraup laba bersih Rp306,59 miliar. Angka tersebut merosot tajam 58,02% secara tahunan dari posisi laba bersih tahun lalu sebesar Rp730,28 miliar. 

Sejalan dengan penurunan laba bersih, pendapatan BHIT sepanjang 2023 turun 13,40% menjadi Rp15,66 triliun dari posisi tahun sebelumnya sebesar Rp18,08 triliun. Penurunan pendapatan BHIT diakibatkan oleh kurang moncernya bisnis media, pertambangan dan lainnya.

Untuk diketahui, BHIT didirikan pada 1989 sebagai perusahaan sekuritas. Grup ini berekspansi ke bisnis media dan menjadi induk dari RCTI pada 2001, serta memasuki bisnis hiburan perhotelan pada 2007. Saat ini, BHIT juga mengendalikan delapan Izin Usaha Pertambangan (IUP) batu bara di Sumatera Selatan.

Perusahaan ini melakukan penawaran umum perdana (IPO) pada 1997 dengan nama MNC Investama dan berubah nama sepeti sekarang pada 2022. TrenAsia mencatat harga saham tertinggi BHIT terjadi pada 12 Desember 2012 silam, yang kala itu bertengger di level Rp600 per saham.

Saat ini, pemegang saham terbesar BHIT adalah  HT Investment Development Ltt sebesar 13.238.835.716 lembar atau setara 15.85% saham, disusul DBS Bank Ltd S/A Caravaggio Holdings Limited sebesar 8.321.109.800 lembar atau 9.96% saham. 

Selanjutnya, PT Bhakti Panjiwira memiliki 5.262.220.112 lembar, atau setara dengan 6,3% saham. Di sisi lain, Hary Tanoesoedibjo, yang menjabat sebagai Direktur Utama, memiliki saham BHIT sebanyak 2.166.568.300 lembar, atau sekitar 2,59% dari total saham. Dan sisanya adalah masyarakat umum. 

Kinerja BCAP

Pada perdagangan hari ini, saham BCAP terpantau melemah 7,14% ke level Rp26 per saham. Secara mingguan, saham ini telah turun 36,59%. Sepanjang tahun ini, saham BCAP juga mengalami penurunan sebesar 48,00%.

Dari sisi kinerja sepanjang 2023, BCAP mencatatkan laba bersih Rp55,93 miliar. Angka ini merosot tajam 58,99% secara tahunan dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp136,37 miliar. Meski begitu, dari sisi pendapatan, emiten mencatatkan kenaikan tipis 3,68% secara tahunan menjadi Rp2,95 triliun. 

BCAP atau MNC Kapital adalah anak usaha BHIT yang didirikan pada 1999 dengan nama PT Bhakti Capital Indonesia. Tujuan didirikannya perusahaan ini untuk otomatisasi jasa keuangan MNC Group. Seiring berjalannya waktu, perusahaan ini mengakuisisi MNC Life dan MNC Insurance dan berganti nama menjadi MNC Kapital pada 2012. 

Saat ini BCAP memiliki layanan bisnis keuangan, termasuk perbankan, pembiayaan, sekuritas dan broker, manajemen aset, asuransi, fin-tech, dan gateway pembayaran melalui anak perusahaannya.

BCAP melakukan penawaran perdana pada 2001 silam. Saat ini, BHIT menjadi pemegang saham terbesar BCAP dengan kepemilikan 21.228.044.760 lembar atau 49,81% saham, disusul Jalan Pantai Limited sebesar 9,15% saham, HT Investement Ltd 2 senilai 8,7% saham, UOB Kay Hian (Hong Kong) Ltd sebesar 6,53% saham dan sisanya masyarakat.

Kinerja IATA

Pada perdagangan berjalan hari ini, saham IATA terpantau melemah 7,14% ke level Rp26 per saham. Secara mingguan, saham ini telah turun 36,59%. Sepanjang tahun ini, saham IATA juga mengalami penurunan sebesar 48,00%.

Dari sisi kinerja sepanjang 2023, IATA berhasil mencetak pendapatan US$170,07 juta, namun, angka tersebut melorot 11,45% secara tahunan dari posisi tahun sebelumnya sebesar US$192,06 juta. Sejalan dengan menurunnya pendapatan, laba bersih IATA yang diatribusikan ke entitas induk hanya di level US$26,38 juta. 

IATA ini awalnya merupakan perusahaan penerbangan komersial dan transportasi udara yang didirikan pada 10 September 1968 dengan nama PT Indonesia Air Transport. Namun, pada 2022, namanya berubah menjadi PT MNC Energy Investment Tbk dan fokus bisnisnya berganti ke bidang batu bara.

Saat ini, BHIT menjadi pemegang saham terbesar IATA setelah masyarakat non warkat dengan presentase 44,09% atau setara 11.127.666.666 lembar. IATA sendiri saat ini mengelola delapan IUP batu bara di Musi, Banyuasin, Sumatera Selatan. 

Data dari Komite Cadangan Mineral Indonesia (KCMI) menunjukkan bahwa IATA saat ini memiliki cadangan batu bara sebesar 386,6 juta Metrik Ton/MT. Jumlah ini diperoleh dari sekitar 20% dari total area penambangan perusahaan yang seluas 72.478 hektar. 

Cadangan batu bara ini diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan proses eksplorasi yang menunjukkan tambahan cadangan terbukti, dengan perkiraan mencapai 600 juta MT untuk semua IUP.

Kinerja IPTV

Pada perdagangan berjalan hari ini, saham IPTV telah melemah 7,14% ke level Rp26 per saham. Secara mingguan saham ini telah menyusut kurang lebih 36,59%. Demikian pula secara (year-to-date/ytd) tertekan 48,00%. 

Dari sisi kinerja sepanjang 2023, IPTV berhasil memperbaiki rugi bersih menjadi 75,62 miliar dari posisi tahu sebelumnya sebesar Rp123,22 miliar. Meski begitu, pendapatan IPTV merosot 22,37% menjadi Rp2,08 triliun dari posisi tahun sebelumnya Rp2,68 triliun. 

Perlu diketahui, IPTV memiliki lini bisnis layanan TV berbayar satelit DTH, yaitu MNC Vision dan K-Vision, serta layanan IPTV melalui MNC Play dan Vision+. Total pelanggan mereka kini mendekati 13 juta.

IPTV melakukan penawaran umum perdana pada 2019. Saat ini, PT Global Mediacom Tbk (BMTR) menjadi pemegang saham terbesar IPTV dengan jumlah saham sebanyak 25.601.076.691 lembar atau setara 60,67% saham. Nah, BMTR sendiri dimiliki oleh BHIT dengan kepemilikan saham sebanyak 7.480.817.500 lembar, atau sekitar 45,75% saham.