<p>Calon Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Arsjad Rasjid berpose usai melakukan pendaftaran Calon Ketua Umum Kadin Indonesia periode 2021-2026 di Menara Kadin, Kuningan, Jakarta, Senin, 24 Mei 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Korporasi

Adu Utang Emiten Arsjad Rasjid vs Anindya Bakrie

  • Usut punya usut, kinerja produsen ponsel Esia ini terbebani liabilitas yang jumlahnya luar biasa besar yakni Rp5,98 triliun.

Korporasi

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Belum lama ini, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia tengah mengalami kisruh akibat perebutan jabatan Ketua Umum . Kursi empuk ini diperebutkan oleh Anindya Bakrie vs Arsjad Rasjid.

Anindya Novyan Bakrie diangkat sebagai Ketua Umum Kadin Indonesia Periode 2024-2029 dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Sabtu, 14 September 2024. Anindya terpilih dalam Munaslub yang dihadiri 28 dari 34 Kadin provinsi dan 25 asosiasi.

Sementara itu, Arsjad mengklaim masih menjabat sebagai Ketua Umum Kadin hingga 2026. Dia bahkan mengatakan Munaslub Kadin kubu Anindya Bakrie sebagai penyelenggaraan ilegal.

Terlepas dari situasi Kadin hari ini, baik Arsjad maupun Anindya merupakan dua sosok yang sudah malang melintang di dunia bisnis. Anindya menjabat sebagai presiden direktur di dua perusahaan keluarga Bakrie sekaligus, yakni PT Visi Media Asia Tbk (VIVA) dan PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR).

Anindya juga menjadi komisaris utama di PT Intermedia Capital Tbk (MDIA) dan PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL). Kemudian juga menjadi komisaris di PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP).

Sementara itu, Arsjad dikenal sebagai direktur utama perusahan batu bara yaitu PT Indika Energy Tbk (INDY). 

Untuk itu, mari kita lihat posisi utang dari sejumlah emiten yang dipimpin Anindya dan Arsjad.

Anindya Bakrie

1. PT Visi Media Asia Tbk (VIVA)

VIVA hingga kini belum melaporkan laporan keuangan kuartal II-2024. Terakhir, laporan keuangan yang dilaporkan ke Bursa Efek Indonesia adalah untuk periode kuartal III-2023. 

Dari situ diketahui, liabilitas VIVA pada akhir September  2023 mencapai Rp11,55 triliun, lebih besar dari akhir 2021 Rp10,45 triliun. Jumlah liabilitas tersebut lebih besar dibandingkan dengan total aset yang dimiliki yakni Rp9,08 triliun yang meningkat dari Rp8,87 triliun pada akhir 2021.

Dalam laporan keuangan tersebut, VIVA menderita kerugian sebesar Rp887,12 miliar. Membaik dari rugi periode yang sama tahun sebelumnya Rp1,08 triliun. 

2. PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR)

Mengacu laporan keuangan periode semester I-2024, perusahaan yang pernah menjadi induk usaha Grup Bakrie ini tercatat menanggung liabilitas sebesar Rp3,77 triliun. Posisi tersebut membaik dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya di mana angkanya mencapai Rp4,44 triliun. 

Komposisinya, paling banyak berasal dari liabilitas jangka pendek yakni Rp3,21 triliun, sementara yang jangka panjang sebesar Rp521,20 miliar. Di sisi lain, ekuitas BNBR membaik dari Rp2,66 triliun pada akhir Desember 2023, meningkat jadi Rp3,53 triliun.

Adapun total aset konsolidasian perusahaan investasi ini pada akhir Juni 2024 mencapai Rp7,21 triliun, naik tipis dari Rp7,10 triliun pada akhir tahun lalu. 

Sedangkan pendapatan BNBR turun 8,8% dari Rp1,96 triliun menjadi Rp1,79 triliun. Sementara laba bersih perseroan terungkit jadi Rp149,56 miliar dari semula Rp112,17 miliar karena ada pengurangan pada beban pokok pendapatan.

3. PT Intermedia Capital Tbk (MDIA)

Emiten induk stasiun televisi ANTV ini tepantau belum melaporkan laporan keuangan kuartal II-2024. Terakhir, laporan keuangan yang diunggah di Bursa Efek Indonesia adalah untuk periode kuartal III-2023. 

Pada laporan tersebut, MDIA membukukan liabilitas sebesar Rp5,51 triliun, lebih besar dari posisi akhir Desember 2023 Rp4,83 miliar. Sementara itu, total aset MDIA sampai dengan akhir September 2023 sebesar Rp8,39 triliun. 

Pada periode itu pula, MDIA menelan kerugian Rp62,18 miliar, berbanding terbalik dengan akhir September 2022 yang mencetak laba Rp89,27 miliar. 

4. PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL)

Emiten telekomunikasi Grup Bakrie ini membukukan kerugian sebesar Rp50,17 miliar pada semester I-2024. Kerugian tetap dialami meskipun pendapatan perseroan melesat 226,20% menjadi Rp68,5 miliar dari Rp21,01 miliar pada semester I-2023.

Usut punya usut, kinerja produsen ponsel Esia ini terbebani liabilitas yang jumlahnya luar biasa besar yakni Rp5,98 triliun. Nilai tersebut jauh melampaui jumlah aset yang dimiliki yaitu hanya Rp59,5 miliar. Alhasil, BTEL mencatat defisiensi modal sebesar Rp5,92 triliun, bengkak dari posisi akhir tahun lalu Rp5,88 triliun. 

5. PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP)

Setali tiga uang, entitas Bakrie di bidang perkebunan kelapa sawit ini juga mengalami defisiensi modal seperti BTEL. UNSP pada akhir semester I-2024 menanggung liabilitas sebesar Rp11,25 triliun, membesar dari Rp10,49 triliun pada akhir 2023. 

Sementara, jumlah aset yang dimiliki UNSP hanya Rp4,70 triliun. Adapun defisiensi modal UNSP juga membengkak jadi Rp6,54 triliun dari Rp5,93 triliun pada akhir Desember 2023.

Arsjad Rasjid

1. PT Indika Energy Tbk

Perusahaan batu bara milik Arjad Rasjid memiliki liabilitas US$1,77 miliar. Terdiri atas liabilitas jangka panjang US$1,15 miliar dan liabilitas jangka pendek US$613,99 juta pada semester I-2024.

Pada periode yang sama, laba bersih INDY susut jadi US$21,01 juta dari sebelumnya US$89,80 juta pada Juni 2023.

Berkurangnya laba bersih INDY dipengaruhi oleh menipisnya pendapatan menjadi US$1,19 miliar dari sebelumnya US$1,67 miliar pada akhir kuartal II-2023.