AFPI: GAP Kredit UMKM Masih Rp2.400 Triliun
- Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengatakan, masih ada kredit gap atau selisih dalam kebutuhan pembiayaan UMKM yang mencapai Rp2,400 triiliun.
Fintech
JAKARTA - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengatakan hingga saat ini, kredit gap atau selisih kebutuhan pembiayaan UMKM masih sebesar Rp2.400 triliun.
Berdasarkan riset AFPI bersama EY Parthenon, total kebutuhan pembiayaan kredit UMKM pada 2026 diproyeksikan mencapai Rp4.300 triliun. Di sisi lain, kemampuan penyaluran kredit saat ini baru senilai Rp1.900 triliun.
"Artinya, terdapat selisih Rp2.400 triliun dari total kebutuhan pembiayaan sektor UMKM," kata Sekretaris Jenderal AFPI, Sunu Widyatmoko dalam peluncuran riset di Jakarta pada Jumat, 14 Juli 2023.
- 3 Fakta Bali Kite Festivals, Festival Layangan Terbesar di Indonesia
- Kisah Sukses Lumina, Start Up Lowker yang Raih Pendanaan YC dan Alpha JWC Ventures
- Diduga Gelapkan Pajak Gaji Rp6,5 Miliar, Pelatih Real Madrid Ancelotti Terancam Masuk Bui
Ditambah lagi, pertumbuhan kredit fintech periode 2022 hingga 2026 ditaksir kurang dari 7%. Kemampuan penyaluran pinjaman yang lebih rendah dari permintaan akan membuat gap kredit semakin besar.
Berkebalikan dari riset AFPI, Bank Dunia justru melaporkan kredit gap yang semakin kecil. Mengecilnya kredit gap versi Bank Dunia disebabkan oleh kehadiran fintech yang menyalurkan pembiayaan kepada kelompok unbankable.
Kontribusi fintech leading juga diproyeksikan hanya sebesar 1% pada tahun 2026 dari total pembiayaan. Adapun laju pertumbuhan kredit fintech kurang dari 1% atau tepatnya 0,1%.
Porsi mini fintech terhadap pembiayaan UMKM, kata Sunu, masih terbatasi oleh literasi keuangan yang rendah di Indonesia. Faktor lainnya, industri fintech belum memiliki ekosistem serta regulasi yang mapan untuk mendukung penyaluran kredit ke berbagai model bisnis UMKM.
Berkebalikan dari riset AFPI, Bank Dunia justru melaporkan kredit gap yang semakin kecil. Mengecilnya kredit gap versi Bank Dunia disebabkan oleh kehadiran fintech yang menyalurkan pembiayaan kepada kelompok unbankable.
Sunu berharap, riset ini bisa membantu industri fintech berbenah untuk meningkatkan peranannya dalam pembiayaan UMKM. Agar ke depan, industri fintech bisa berkontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia.
Sebagai informasi, riset kolaborasi yang berjudul Studi Pasar dan Advokasi Kebijakan UMKM Indonesia ini mengelompokkan UMKM di Indonesia menjadi empat segmentasi. Segmentas yang lebih rinci diharapkan bisa mendukung pengambilan kebijakan bagi pemangku kepentingan demi memperkuat pertumbuhan ekonomi melalui peranan UMKM.
“Semoga penyelenggara fintech lending bisa menyalurkan pendanaan tepat sasaran, sesuai dengan segementasi UMKM," tambah Sunu.