Ilustrasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending alias kredit online atau pinjaman online (pinjol) yang resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan ilegal. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Fintech

AFPI Harapkan Batas Tertinggi Pendanaan Fintech Lending Bisa Capai Rp10 Miliar

  • AFPI juga tentunya memberikan bahan-bahan pertimbangan kepada OJK yang melatarbelakangi permintaan asosiasi untuk menaikkan batas atas pendanaan hingga Rp10 miliar.
Fintech
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dikabarkan tengah menggodok peraturan baru yang di dalamnya mengatur tentang kenaikan batas pendanaan bagi platform fintech peer-to-peer (P2P) lending. Terkait dengan kenaikan ini, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) berharap batas atas pendanaan bisa mencapai Rp10 miliar. 

Director of Corporate Communication AFPI Andriansyah Tauladan mengatakan, dalam perancangan Peraturan OJK (POJK) terbaru ini, pihaknya berharap batasan pendanaan dari pelaku fintech P2P lending bisa mencapai Rp10 miliar. 

Sementara itu, dari pihak OJK sendiri dikatakan Andriansyah mengajukan kepada para pelaku yang tergabung di asosiasi untuk penetapan batas atas pendanaan sebesar Rp5 miliar. 

“Dari kita (AFPI) inginnya Rp10 miliar (batas atas pendanaan). Dari OJK masih nego di Rp5 miliar, tapi kita berharapnya di Rp10 miliar,” papar Andriansyah kepada wartawan di acara buka bersama PT Teknologi Merlin Sejahtera (UKU) di Jakarta pekan lalu. 

Kendati demikian, Andriansyah menekankan bahwa batas atas pendanaan ini hanya berlaku bagi penyaluran pendanaan ke segmen produktif. 

Untuk memastikan agar kenaikan batas atas pendanaan ini tidak menimbulkan risiko yang lebih besar di kemudian hari, Andriansyah mengatakan bahwa akan ada penyesuaian pemberlakuan batas atas ini sesuai dengan risk appetite masing-masing pelaku industri. 

“Dari masing-masing anggota mereka itu pasti diminta pelaporan, dari pelaporan-pelaporan tersebut dapat dilihat risk appetite-nya masing-masing, apakah masih sesuai dengan rencana bisnis mereka? Kalau tidak sesuai, ya tidak bisa. Harus sesuai dengan rencana bisnis, sesuai dengan kekuatan modal, sesuai dengan kekuatan mitigasi risiko. Kalau tidak memenuhi, tidak boleh,” sambung Andriansyah. 

Dengan adanya POJK terbaru yang ditargetkan untuk terbit tahun 2024 ini, maka pelaku fintech P2P lending pun memiliki kapabilitas untuk menyasar pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan skala bisnis yang lebih besar. 

Oleh karena itu, pihak AFPI sangat menantikan POJK ini untuk diterbitkan. Hingga saat ini, AFPI dan OJK pun masih melakukan koordinasi secara rutin. AFPI juga tentunya memberikan bahan-bahan pertimbangan kepada OJK yang melatarbelakangi permintaan asosiasi untuk menaikkan batas atas pendanaan hingga Rp10 miliar. 

“Kita ada koordinasi rutin, dan itu tanda bahwa OJK itu mendengarkan asosiasi dan pasar. Good news buat kita,” pungkas Andriansyah.

Untuk diketahui, sesuai dengan POJK Nomor 10/POJK.05/2022, pelaku fintech P2P lending dapat menyalurkan pendanaan dengan batas atas sebesar Rp2 miliar. 

Kemudian, sebagai tindak lanjut atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), OJK pun tengah mempersiapkan Rancangan POJK (RPOJK) terbaru untuk fintech P2P lending yang mana di salah satu beleidnya akan dicatutkan penetapan batas atas terbaru bagi pelaku industri.