Masjid Besar Amru bin Ash, Gereja dan Sinagog Yahudi di Kairo, Mesir. (Foto: edtrayes.com)
Dunia

Afrika Memiliki Toleransi Beragama Tinggi, Sierra Leone Layak Dicontoh

  • Di sebagian besar wilayah Afrika sub-Sahara, Muslim dan Kristen memiliki sejarah toleransi agama yang tinggi. Sierra Leone menjadi salah satu contoh positif di mana kedua komunitas tersebut hidup berdampingan dengan damai.
Dunia
Distika Safara Setianda

Distika Safara Setianda

Author

JAKARTA - Di sebagian besar wilayah Afrika sub-Sahara, Muslim dan Kristen memiliki sejarah toleransi agama yang tinggi. Sierra Leone menjadi salah satu contoh positif di mana kedua komunitas tersebut hidup berdampingan dengan damai.

Murtala Mohamed Kamara, seorang Muslim yang tinggal di ibu kota Sierra Leone, Freetown, menyatakan bahwa praktik berbagi makanan selama Ramadan tidak hanya terbatas pada Muslim. “Para Kristen juga menyediakan makanan untuk teman dan anggota keluarga Muslim mereka selama Ramadan.”

Ramadan, yang dirayakan oleh umat Muslim di seluruh dunia sebagai bulan puasa, doa, dan introspeksi, dimulai di Sierra Leone pada Senin, 11 Maret 2024.

Sekitar 77% penduduk Sierra Leone mengidentifikasi sebagai Muslim dan 22% sebagai Kristen. Meskipun adanya Perang Saudara 1991-2002 yang menewaskan sekitar 50.000 orang di negara Afrika Barat ini, kedua agama tersebut memiliki sejarah hidup berdampingan secara damai.

“Sierra Leone unik dalam hal agama,” ujar Mariama Binta Caulker, istri seorang pendeta, kepada DW. “Kami percaya bahwa umat Kristen dan Muslim, kami tidak memiliki perbedaan. Yang paling penting adalah hati kita.”

Toleransi Beragama Sierra Leone yang Patut Ditiru

Banyak penelitian mendukung pernyataan Caulker ini, seperti survei tahun 2022 yang dilakukan di Freetown oleh German Institute for Global and Area Studies (GIGA) di Hamburg.

“Survei tersebut menemukan, penduduk Freetown memiliki banyak hubungan sosial yang erat dengan orang-orang dari agama lain, sesuatu yang sangat luar biasa,” kata peneliti doktoral Julia Köbrich, yang bekerja pada studi tersebut.

“Orang hidup dalam keluarga lintas agama di mana mungkin ayah dan ibu menganut agama yang berbeda. Mereka memiliki teman dari berbagai agama, seringkali karena mereka pernah sekolah bersama dan berteman di sana. Tetapi juga di tempat lain, ada banyak percampuran antaragama.”

Warga Sierra Leone juga menunjukkan banyak rasa hormat terhadap orang-orang dari agama yang berbeda, kata Köbrich, baik dalam perilaku mereka terhadap mereka maupun cara mereka berbicara tentang mereka.

“Mereka menunjukkan bahwa mereka melihat orang-orang dari agama lain sederajat,” ujarnya kepada DW.

Bailor Amid Saheed Kamara (tidak ada hubungan dengan Murtala Kamara), seorang Muslim, mengatakan dirinya adalah contoh yang baik dari keterbukaan Sierra Leone terhadap berbagai agama.

“Saya baru saja menikahi seorang wanita Kristen, dan saya tidak memaksa dia dengan cara apapun untuk masuk ke agama saya,” ungkap penduduk Freetown kepada DW. “Saya memiliki saudara kandung yang beragama Kristen dan banyak sekali teman yang beragama Kristen.”

“Sudah seperti ini sejak saya lahir. Kami benar-benar hidup berdampingan dengan cara yang sangat damai. Tidak ada kebencian yang tumbuh di antara kami,” sambungnya, dikutip dari DW, pada Rabu, 13 Maret 2024.

Pemilih di negara mayoritas Muslim bahkan memilih kembali seorang presiden Kristen tahun lalu, Julius Maada Bio, yang istri nya, Fatima Maada Bio, adalah seorang Muslim.

Afrika yang Sangat Religius dan Konservatif

Seperti Sierra Leone, banyak negara lain di Afrika sub-Sahara memiliki tingkat toleransi agama yang tinggi. Hal ini mungkin bertentangan dengan harapan untuk sebuah benua yang sangat religius dan konservatif secara agama.

Afrika adalah salah satu tempat paling religius di dunia, dengan 95% orang mengidentifikasi diri dengan suatu agama, menurut survei Afrobarometer tahun 2020. Lebih dari setengah, atau 56%, populasi benua itu beragama Kristen, dan sepertiga, atau 34%, adalah Muslim.

Dua agama tersebut tersebar luas sesuai dengan garis geografis, dengan umat Kristen dominan di bagian selatan benua dan Muslim di bagian utara. Keduanya bertemu di sejumlah negara yang membentang dari Guinea, Sierra Leone, dan Liberia di barat hingga Etiopia dan Eritrea di timur, dengan beberapa negara mayoritas Muslim dan yang lain mayoritas Kristen.

Mayoritas orang Afrika cenderung konservatif secara sosial, tidak peduli apakah mereka Kristen atau Muslim, dan umumnya menentang hubungan seks sebelum menikah, perilaku homoseksual, dan aborsi.

Budaya Kerukunan Beragama yang Kuat

Meskipun demikian, banyak negara di Afrika memiliki budaya toleransi beragama yang mengakar kuat. Rata-rata, hampir 9 dari 10, atau 87%, mengatakan mereka akan “sangat menyukai,” “agak menyukai,” atau “tidak peduli” jika mereka tinggal bersebelahan dengan orang-orang dari agama yang berbeda, menurut survei Afrobarometer.

Di antara 34 negara yang disurvei, Pantai Gading dan Gabon memiliki toleransi tertinggi dengan 98%, dengan Sierra Leone sedikit lebih rendah pada 94%. Sudan (65%) dan Niger (56%) memiliki yang terendah.

Dari 47 negara mayoritas Muslim di dunia, hanya 11 yang melindungi hak atas kebebasan beragama—delapan di antaranya terdapat di Afrika, termasuk Senegal, Gambia, dan Sierra Leone.

“Di seluruh wilayah terdapat budaya kerukunan antaragama yang tidak biasa di dunia,” tulis ilmuwan politik Daniel Philpott, dalam kutipan bukunya “Kebebasan Beragama dalam Islam.”

Namun, keharmonisan ini terancam di beberapa bagian Afrika seperti Nigeria, Mali, Gambia, dan Burkina Faso. Ancaman termasuk peningkatan tajam dalam kekerasan agama, lonjakan ekstremisme dan marginalisasi kelompok-kelompok tertentu yang terkait dengan agama tertentu.

Dalam survei Afrobarometer tahun 2020, sekitar 22% dari orang Nigeria melaporkan adanya diskriminasi berdasarkan agama dalam setahun sebelumnya—tingkat tertinggi dari 34 negara Afrika yang disertakan dalam studi tersebut. Di Sierra Leone, angkanya hanya 6%.

Meskipun demikian, toleransi agama masih menghadapi tantangan di Sierra Leone, demikian disoroti oleh ilmuwan sosial Julia Köbrich. Namun, komunitas dan masyarakat berupaya untuk memperjuangkan perdamaian dan menyatukan orang-orang dari berbagai agama untuk menyelesaikan segala jenis konflik—bukan hanya yang bersifat agama.

Kembali ke Freetown, dengan berlangsungnya Ramadan, budaya kerukunan antar agama selalu hadir.

“Sepertinya setiap warga Sierra Leone sekarang (selama Ramadan) secara langsung atau tidak langsung adalah seorang Muslim,” terang Joseph Mannah Brima, seorang Kristen. “Itu karena kita berbagi segalanya. Kami bertukar hadiah.”

“Jadi, saudara-saudara Kristen juga menyiapkan makanan meskipun mereka bukan Muslim. Mereka mempersiapkannya untuk saudara-saudari Muslim mereka.”