Agenda Reformasi dan Pemberantasan Korupsi Anwar Ibrahim Mulai Diragukan
- Serangkaian pengusutan kasus korupsi yang dibatalkan di Malaysia telah menimbulkan pertanyaan tentang komitmen Perdana Menteri Anwar Ibrahim dalam memerangi aksi lancung tersebut.
Dunia
JAKARTA - Serangkaian pengusutan kasus korupsi yang dibatalkan di Malaysia telah menimbulkan pertanyaan tentang komitmen Perdana Menteri Anwar Ibrahim dalam memerangi aksi lancung tersebut.
Para anggota parlemen dan analis memperingatkan bahwa hal itu dapat mengancam hubungan dengan pemilih, memperdalam perpecahan dalam koalisi pemerintah, dan mengancam agenda reformasinya.
Dilansir dari Reuters Senin, 18 September 2023, Anwar berkampanye sebagai advokat antikorupsi selama lebih dari dua dekade sebagai pemimpin oposisi dengan seruan reformasi.
Banyak yang berharap penunjukannya sebagai perdana menteri pada bulan November tahun lalu akan membawa perubahan dan meningkatkan posisi Malaysia di dunia internasional, yang telah tercemar dalam beberapa tahun terakhir oleh skandal multi-miliar dolar di dana negara 1Malaysia Development Berhad (1MDB).
- 5 Gempa Besar Yang Terjadi di Masa Modern
- Bagamaina Prosedur Menutup Jalan Saat Gelar Hajatan?
- Kisah Napoleon Terguncang dan Pucat Setelah Keluar dari Makam Fir'aun
Namun, sekarang Anwar menghadapi tuduhan, termasuk dari partainya sendiri, atas pengkhianatan terhadap pemilih progresif dan sekutunya. Hal itu setelah jaksa negara bulan ini menghentikan 47 dakwaan terhadap Wakil Perdana Menteri Ahmad Zahid Hamidi
Pemerintahannya juga gagal mengajukan banding terhadap vonis bebas mantan perdana menteri Najib Razak dalam kasus terkait 1MDB. Anwar mengatakan dia tidak campur tangan dalam kasus-kasus di pengadilan. Namun independensi jaksa agung negara sering kali dipertanyakan karena mereka ditunjuk perdana menteri.
Hassan Karim, anggota parlemen dari Partai Keadilan Rakyat yang dipimpin Anwar, mengatakan dia merasa “kecewa” dengan perdana menteri, yang dia gambarkan sebagai sahabat dekat. “Anwar lebih peduli tentang kelangsungan pemerintahannya dan kekuasaannya daripada agenda reformasi yang telah dijanjikannya kepada rakyat."
Kantor Jaksa Agung (AGC) dan kantor Anwar belum memberikan tanggapan. Ahmad Zahid dan Najib, yang sedang menjalani hukuman penjara 12 tahun atas tuduhan terpisah terkait 1MDB, keduanya berasal dari United Malays National Organisation yang dulu dominan, yang sudah lama menjadi sasaran kampanye Anwar.
Anwar bersekutu dengan mantan saingannya tahun lalu untuk memperoleh mayoritas parlemen. AGC telah mengatakan bahwa mereka menghentikan dakwaan terhadap Ahmad Zahid untuk meninjau bukti baru, dan mengulangi bahwa keputusan mereka diambil secara independen.
Hal ini tidak menghentikan para kritikus untuk bertanya mengapa dakwaan tersebut dihentikan setelah empat tahun di pengadilan. Akhir pekan lalu, sekitar 1.000 orang muncul dalam protes di Kuala Lumpur yang diorganisir oleh oposisi Malaysia, menyerukan agar Ahmad Zahid diadili dan meneriakkan “reformasi sudah mati.”
Partai Pemuda MUDA mencabut dukungannya terhadap koalisi Anwar karena kasus korupsi tersebut. Anggota parlemen tunggalnya, Syed Saddiq Syed Abdul Rahman, mengatakan menghentikan kasus terhadap Ahmad Zahid adalah pelanggaran. “Ketika Anda berkampanye dengan platform reformasi dan antikorupsi yang jelas, dan Anda melakukan sebaliknya, bersiaplah untuk dihukum oleh publik,” ujarnya.
Meningkatnya Ketidakpuasan
Janji reformasi Anwar sedang dipantau ketat oleh pemilih dan investor asing, yang sudah waspada setelah skandal 1MDB. Warga Malaysia juga mengawasi apakah Najib bisa mendapatkan penangguhan hukuman. Najib telah meminta pengampunan kerajaan atas hukumannya dan meminta dakwaan lain yang dia hadapi untuk ditinjau kembali.
Penghentian kasus-kasus tersebut datang di tengah kekhawatiran tentang pembatasan kebebasan demokratis setelah pemerintahan Anwar memblokir beberapa portal berita, membuka penyelidikan terhadap tuduhan hasutan dan korupsi terhadap tokoh-tokoh oposisi, serta meningkatkan pengawasan terhadap komunitas LGBTQ+ di negara tersebut.
“Kami datang sebagai progresif tetapi sekarang kami dipandang sebagai regresif,” kata seorang anggota parlemen pemerintah yang berbicara tanpa menyebut nama.
Syed Ibrahim Syed Noh, anggota parlemen lain dari partai Anwar, memperingatkan bahwa pemerintah dapat kehilangan dukungan jika gagal memenuhi janji reformasi, termasuk pemisahan kekuasaan jaksa penuntut umum dan jaksa agung, serta meninjau subsidi.
Pemilihan lokal yang diadakan bulan ini segera setelah keputusan dalam kasus Ahmad Zahid menunjukkan jumlah pemilih menurun hampir sepertiga dibandingkan dengan pemilihan November. Hal itu menurut Wong Chin Huat, seorang ilmuwan politik di Universitas Sunway Malaysia.
Meskipun ada kemenangan oleh calon dari koalisi Anwar, Wong mengatakan data tersebut menunjukkan ketidakpuasan masyarakat yang semakin meningkat terhadap pemerintah, dengan beberapa pendukung Anwar beralih ke oposisi. “Jika Anwar terus menerima begitu saja basis liberal dan minoritasnya, mereka dapat beralih ke partai lain atau hanya abstain,” kata Wong.