Ahli Ekonomi Bisnis Pesimistis Mengenai Pertumbuhan Amerika Tahun Depan
- Ahli ekonomi bisnis merasa kurang optimis mengenati prospek pertumbuhan tahun depan, dengan ancaman inflasi yang sangat tinggi sampai gangguan COVI
Dunia
WASHINGTON - Ahli ekonomi bisnis merasa kurang optimistis mengenati prospek pertumbuhan tahun depan, dengan ancaman inflasi yang sangat tinggi sampai gangguan COVID-19 berkepanjangan dan rantai pasokan yang kacau.
National Association for Business Economics (NABE) merilis laporan terbaru pada hari Senin yang menunjukkan bahwa 66% anggota NABE yang menjawab survei memperkirakan pertumbuhan ekonomi sebesar 3% sampai 5,9% tahun depan. Sementara itu 28% kurang percaya diri, mematok pertumbuhan selama tahun depan jauh lebih lambat 0,1% menjadi 2,9%.
Hasil itu menunjukkan penurunan dari survei sebelumnya di bulan Juli yang menunjukkan 66% dan kemungkinan pertumbuhan 3% sampai 5,9%. Tetapi 20% dari yang disurvei memperkirakan pertumbuhan lebih kuat sebesar 6% sampai 8,9%. Dalam survei terbaru, tidak ada anggota NABE yang melihat akan ada pertumbuhan lebih dari 3% sampai 5,9% untuk tahun depan.
Perkiraan NABE untuk PDB selama tahun depan umumnya sejalan dengan perkiraan perusahaan lain.
- Kinerja Moncer, Kalbe Farma (KLBF) Naikkan Target Penjualan dan Laba Bersih 2021
- Jangan Panik! Ini Langkah-Langkah Jika Terjerat Pinjol Ilegal
- Naik Lagi, Defisit APBN Tembus Rp452 Triliun per September 2021
Pada hari Kamis pemerintah akan mengeluarkan tampilan pertama pertumbuhan ekonomi, dihitung dari produk domestik bruto untuk kuartal Juli-September. Para ekonom memperkirakan PDB tumbuh pada tingkat tahunan sekitar 3% pada kuartal ketiga, penurunan nyata dari tingkat pertumbuhan sekitar 6,1% pada kuartal pertama dan 6,7% pada kuartal kedua.
Perlambatan yang terjadi terkait dengan kenaikan kasus delta varian selama musim panas dan masalah rantai pasokan yang mempengaruhi output manufaktur di banyak sektor, terutama produksi mobil dan membantu menaikkan harga konsumen pada laju tercepat selama 13 tahun.
Survei NABE menunjukkan 33% dari responded melihat peningkatan tekanan biaya sebagai risiko terbesar terhadap prospek perusahaan diikuti oleh 28% responden survei yang melihat kemungkinan kasus COVID-19 sebagai ancaman terbesar. 20% melihat rantai pasokan sebagai masalah terbesar.
Di sisi lain 31% ekonom bisnis melihat prospek virus corona yang membaik menawarkan potensi terbesar untuk pertumbuhan yang lebih kuat daripada perkiraan. Sementara itu, 26% melihat kemungkinan peningkatan lebih cepat dalam masalah rantai pasokan sebagai potensi kenaikan terbesar.
Survei NABE menemukan 47% dari kelompok survei mengindikasikan perusahaan mereka mengalami kekurangan pekerja, naik 39% dari bulan Juli. Tidak ada anggota survei NABE merasa kekurangan ini mampu teratasi sampai akhir tahun, tetapi 36% merasa keadaan pekerja akan membaik pada 2022. Sementara itu 14% mengatakan kekurangan pekerja akan berlangsung sampai sekitar 2023 atau lebih.
- Untuk Bayar Utang, Indofood CBP Milik Anthoni Salim Rilis Global Bonds Lagi
- Ada 130 Juta Rumah di China Kosong, Cukup untuk Menampung Seluruh Orang Indonesia
- Simak Savefrom FB Facebook Lite yang Dapat Download Video dan Foto Online Tanpa Aplikasi Android
Dalam masalah rantai pasokan, setengah dari yang disurvei mengatakan perusahaan mereka mengalami keterlambatan atau kekurangan dalam menerima bahan, naik dari 40% pada survei bulan Juli.
Dua pertiga dari kelompok survei NABE, 65%, melaporkan bahwa penjualan telah meningkat pada kuartal ketiga, sedikit turun dari 66% yang melaporkan kenaikan penjualan pada kuartal kedua.
"Jelas bahwa sektor keuangan, asuransi, dan real estate mengalami kuartal ketiga yang menguat menurut responden survei. Sementara sektor transportasi, utilitas, informasi, dan komunikasi mengalami penurunan terbesar secara keseluruhan," kata Eugenio J. Alemán, kepala ekonom di Badan Administrasi Informasi Energi A.S dan ketua survei kondisi bisnis NABE.
Survei NABE mewakili tanggapan dari 91 anggota NABE terhadap survei yang dilakukan pada 6-14 Oktober.