Photo by Alena Darmel from Pexels: https://www.pexels.com/photo/a-couple-having-a-conversation-6642995/
Gaya Hidup

Ahli: Hubungan Anda Bisa Berubah Toxic Jika Penanganan Konfliknya Seperti Ini

  • Jika tidak segera dihentikan sebut Jamie “Hal ini dapat mengarah pada hubungan jangka panjang yang menghancurkan dan berbahaya,”
Gaya Hidup
Rumpi Rahayu

Rumpi Rahayu

Author

JAKARTA - Setiap hubungan pasti memiliki konflik baik konflik kecil maupun konflik besar. Dan hal itu wajar terjadi. Konflik biasanya terjadi karena perbedaan pendapat, nilai, atau kebutuhan. 

Konflik yang tidak dikelola dengan baik dapat berdampak negatif pada hubungan. Seperti menyebabkan pertengkaran, perselisihan, bahkan putus hubungan. Namun, jika bisa dikelola dengan baik, konflik dapat menjadi kesempatan untuk belajar dan tumbuh menjadi orang yang lebih bijak. 

Jamie Cannon MS, LPC seorang pakar kesejahteraan mental menyebut bahwa konflik bisa menjadi titik awal untuk meningkatkan hubungan. Konflik juga memungkinkan kedua belah pihak berkesempatan untuk didengarkan. 

Sayangnya, banyak hubungan berubah menjadi toxic karena ketidakmampuan untuk mengelola konflik dengan baik. Pola konflik yang tidak sehat dapat membuat individu yang terlibat mengalami berbagai macam emosi, mulai dari marah, takut , hingga putus asa. 

Jika tidak segera dihentikan sebut Jamie “Hal ini dapat mengarah pada hubungan jangka panjang yang menghancurkan dan berbahaya,” 

Banyak orang yang terbiasa dengan cara-cara beracun dalam menangani konflik mendapati diri mereka terjebak dalam pola-pola relasional yang terus berdampak pada interaksi mereka dengan orang lain selama bertahun-tahun yang akan datang.

Berikut ini Jamie menjelaskan bagaimana ketidakmampuan mengelola konflik bisa membuat hubungan menjadi toxic.

1. Menghindari Konflik 

Menurut Jamie, seseorang yang tumbuh besar dalam hubungan dengan konflik yang menyakitkan memiliki kecenderungan untuk enggan mengulangi pengalaman yang sama. 

Akibatnya mereka akan menghindari konflik, mengabaikan kerentanan dan perasaan satu sama lain. 

Jamie menggambarkan hubungan yang menghindari konflik layaknya berjalan di atas cangkang telur. Suatu saat cangkang itu akan pecah dan hubungan akan hancur. 

2. Konflik yang Tidak Ada Batasan 

Kebalikan dari hubungan yang menghindari konflik adalah hubungan yang tidak mengenal batas konflik. Masing-masing pihak akan menyalahkan, melakukan agresi fisik, atau tindakan menyakiti lainnya secara rutin. 

Orang-orang ini biasanya akan melakukan apa saja untuk mengekspresikan perasaan mereka. 

Jamie menyebut bahwa hubungan yang baik harusnya saling menghormati apa yang membuat pihak lain merasa tidak nyaman. 

3. Konflik Digunakan untuk Mendapatkan Kekuasaan 

Untuk mendapatkan keintiman yang sehat diperlukan keseimbangan antara kepercayaan diri dan kerentanan, rasa hormat dan kepercayaan. 

“Ketika komponen-komponen kunci ini hilang, konflik dapat menjadi alat yang mempunyai konsekuensi buruk jika disalahgunakan,” kata Jamie. 

Konflik yang digunakan untuk mendapatkan kekuasaan biasanya sengaja dilakukan untuk memanipulasi pihak lain. 

Konflik yang selalu terasa seperti satu orang menang dan pihak lain disalahkan adalah sebuah tanda bahaya. Konflik yang sehat dapat menghasilkan hasil imbang, kompromi, atau setuju untuk tidak setuju berbeda dengan pertarungan berisiko tinggi yang terasa menyedihkan jika kalah.

Terakhir, Jamie menyebut bahwa meski tidak bisa dihindari, konflik tidak harus dihadapi secara destruktif. Meski terasa tidak nyaman, belajar untuk terlibat di dalam konflik sangat penting dilakukan untuk mengembangkan hubungan yang sehat.